Cerita viksi.. yang pengarangnya yang tidak lain dan tidak bukan Manusia TerGAJE di rumah saya -?- yaitu ... KIRYUU! hehehe.. dia adalah ade angkat ku yang akku sayang sebelum de dinna yang dulu cerpennya aku post disini
~#~
Hujan membawa pergi air mata yang dipendamnya, namun tidak membawa pergi rasa sakitnya.. Biarlah hujan menghapus jiwanya dalam alur hidup yang kian menipis, namun hujan tak akan sanggup menghapus cinta yang tersemat dihatinya..
-DUK-DUK-DUK-TRING-
Suara bola basket yang masuk kedalam ring terus bergema bersamaan dengan bunyi hujan yang turun di sore hari ini. Titik-titik air yang menetes tidak menjadikan pemuda berambut hitam pekat ini berhenti dari aktivitasnya. Malah,semakin hujan turun deras, dia semakin gencar memasukan bola basket kedalam ring. Seakan, hujan adalah lawannya saat ini.
-DUAK-TRING-
Kali ini dia melakukan lay up dan mendarat dengan sempurna. Hujan makin deras saja. Seakan menggambarkan suasana hatinya saat ini. Hati yang galau, disertai dengan rasa ketakutan akan kehilangan. Pikirannya melayang tertuju pada sosok perempuan yang mengisi ruang hatinya selama ini. Sosok penyemangat hidupnya.
“Apakah dengan berhujan-hujan begini tidak akan membuatmu sakit, Cakka?” Sebuah suara dengan volume yang tidak keras menghentikan aktivitasnya. Cakka tersenyum tipis. Tanpa menjawab, dia kembali memasukan bola basket kedalam ring.
“ Apakah suaraku tak cukup keras untuk kau dengarkan, Cakka?” Tegur perempuan itu lebih keras lagi. Mengharuskan Cakka kembali menarik senyumannya, kali ini senyum pahit. “ Katakan padaku, Ag. Apakah hujan mampu mengikis habis kesedihan?”
Agni, nama gadis itu, terperangah. Namun tak lama kemudian, dia tertunduk. “ Katakan padaku, Agni. Apakah hujan mampu menghilangkan rasa sakitmu?” Lanjut Cakka. Agni mengangkat wajahnya, menatap punggung Cakka yang saat ini membelakanginya. “Kalau benar, biarlah aku yang menggantikannya untukmu.” Lirihnya.
“ Hujan. Hujan memang mampu meredam air mata yang kau keluarkan saat ini, tapi tidak dengan hatimu. Hujan tak mampu menghilangkan rasa sakit yang aku derita saat ini, tapi hujan mampu membuatku tegar hanya dengan menyentuhnya.” Agni mengulurkan tangan kirinya hingga hujan menerpanya.
“ Merasakan hujan, seperti merasakan suasana hatiku. Terpaannya yang begitu keras, bagaikan mengharapkan hal ini cepat berakhir. Namun dibalik itu semua, hujan membuatku kuat terhadap apa yang terjadi. Seperti dia yang mampu menempa tanah, bahkan bebatuan sekalipun.”Cakka terdiam. Bola basketnya dibiarkan jatuh begitu saja hingga menimbulkan bunyi cipakan air yang lumayan keras. “ Apakah hujan memang begitu luar biasa?” “ Ya, karena dia dilimpahi dengan kasih sayangNya, sebagai pencerahan hati manusia.” “ Selalu berkata seperti itu ya,” “ Ya, beginilah aku.” Lirih Agni. “....apakah, kau akan pergi? Jauh meninggalkanku?” Kata Cakka seperti mengarah pada dirinya sendiri. Pemuda itu berusaha agar kata-katanya terdengar biasa. Namun, tubuhnya tak bisa membohongi bahwa dia bergetar menahan isak tangis yang mulai keluar. “...” “ ...” “ Aku, bukan Tuhan Cakka. Setiap manusia, pasti akan kembali pada penciptaNya.” “...” “.. Aku, aku pun tidak mengharapkan hal ini terjadi. Tapi garis ini tertuju padaku. Bagaimanapun aku harus dapat melaluinya. Walau, hasilnya selalu sama. Sakit ini, bukan aku yang meminta, Cakka. Tapi ini kehendakNya dan aku harus bersyukur diberikan hidup walau mungkin, singkat. Cakka, sakit ini bukanlah apa-apa bila dibandingkan melihatmu bersedih saat ini. Cakka, jawab aku! Apakah aku masih bisa menghangatkan hatimu? Membuatmu tersenyum kembali dengan aku yang seperti ini? Ap-“ Sebelum Agni melanjutkan kalimatnya lebih jauh, Cakka membalikan badannya dan menarik lengan Agni, hingga dia terjatuh dalam pelukannya. Payung Agni terlepas begitu saja. Hingga hujan mendekap mereka berdua. “ Kanker otak..eh? Agni, maukah kau bertahan hanya untukku? Mungkin ini terdengar egois. Tapi aku tidak ingin hujan yang selalu mengikis habis kesedihanku, menghilang dan hanya digantikan oleh hujan biasa. Aku tidak ingin kehilangan pelangi yang selalu muncul ketika aku menyentuh hujan yang berada dalam dekapanku saat ini. Lengkapilah aku layaknya mentari yang selalu tersenyum ketika hujan datang. Jangan biarkan mentari ini meredup tanpa pelangi...” Bisik Cakka tepat ditelinga Agni. Sebutir air mata terjatuh dipelupuk matanya. Berbaur bersama aroma hujan. Agni terdiam. Kemudian gadis itu memejamkan seraya berkata,“ Aku janji. Aku akan selalu menjadi hujan yang turun dihatimu, hingga tak ada alasan untukmu bersedih lagi. Karena aku, hujan yang telah terperangkap oleh Guntur (Cakka). Selamanya, aku adalah hujan untukmu,” Janji Agni dengan senyum indah dibibirnya. “Ya, dan hujan yang tak akan pernah meninggalkanku...” Sambung Cakka tanpa bisa menahan air mata yang mengalir.
Biarlah janji ini hidup, sampai hujan terakhir menetes di kehidupannya. Bila saatnya hujan itu harus pergi, dia akan tegar dengan hujan yang pernah ia miliki. Bukan milik siapa-siapa, tapi hanya milik Guntur (Cakka) seorang. Biarlah hujan yang menjadi saksi bisu saat ini. Dimana kesedihan dan kebahagiaan menipis hingga membentuk suatu ikatan pasti yang tak mungkin dimiliki setiap manusia. Karena, hujan mengajarkan segalanya tentang hidup. Hanya pelangi yang mampu menjawab ketika hujan dan mentari bersatu.
TAMAT...
0 komentar:
Posting Komentar