Sabtu, 25 Juni 2011

I Know This is Wedding Early (CERPEN)

I know, this is wedding early

    Apa pernikahan harus di awali dengan cinta? Apa sebuah pernikahan harus di iringi dengan rasa kepercayaan. Mungkin ya bagi orang lain, tapi tidak untuk aku dan Galih. Kami menikah tidak karena cinta, atau rasa sayang seperti pasangan lain. Kami menikah karena tekanan dari Dady dan mamih kami berdua. Orang tua kami memaksa kami untuk menikah di umur 15 tahun. Semuanya karena bisnis orang tua kami, kami tidak tahu mengapa bisnis mereka bersangkut paut dengan kami. awalnya aku menolak seruan mamih ketika mamih memaksa ku untuk menikah dengan Galih, teman sekelas ku sekaligus musuh bebuyutan geng ku di sekolah. tapi…… apa daya, mamih terus memaksa dan dady pun begitu. Akhirnya aku setujuh. Pernikahan ini hanya kedua orang tua kami, aku, Galih, dan Nenek ku yang tahu.

   apa kalian mengira kami adalah pasangan yang serasi? Jawabannya tidak. Kami di tempatkan di satu rumah, satu kamar, dan satu ranjang yang sama. tapi… bukan karena itu kami bisa akrab, dan menjadi pasangan yang romantis. Tidak, setiap waktu ada saja hal-hal yang selalu membuat kami bertengkar, entah karena rebutan remote TV, atau rebutan kamar mandi. Pertengkaran kami selalu berawal dari hal yang sepele, dan di perbesar oleh omongan-omongan kami.
  yang paling menderita di rumah adalah nenek dan mpok Nengsih. Mpok nengsih sebagai pembantu rumah tangga di rumah ku, Ia lah yang paling menderita di rumah. menderita harus membersihkan piring-piring pecah karena pertengkaran kami, dan harus mendengarkan pertengkaran aku dan galih di rumah. dan nenek, nenek orang satu-satunya yang juga menderita karena pertengkaran kami. ya pertama karena harus sering-sering tutup telinga mendengar percekcokan kami, kedua nenek harus marah-marah untuk memberhentikan pertengkaran kami. sungguh hubungan yang tidak harmonis untuk pasangan suami istri yang masih berumur 15 tahun ini.

   Ketika di sekolah, kami seperti biasa. Tidak ada tanda-tanda kami adalah pasangan suami istri. Ya seperti biasa, di sekolah kami selalu bertengkar. Geng Galih, dan geng ku sudah lama menyimpan dendam kesumat. Kami saling membenci satu sama lain.

**

  “MONA!” sentak galih diiringi dengan gebrakan meja ketika aku sedang duduk santai di halaman belakang sambil menikmati segelas jus jeruk dingin. Aku langsung membuka kacamata hitam ku ketika galih si kutukupret itu menyentak ku.
  “mana Ipod gue?”
  “ipod?”
  “jangan pura-pura gak tahu deh. Mana! Kasih gak?”
 Aku langsung mengeluarkan ipodnya dari saku celana ku. “maksud lo ini?” galih langsung merebutnya dari tanganku. Tapi dengan cepat aku merebutn kembali ipodnya, dan menjauhkanya dari tanganya.
  “eits…… enak ajah lo mau ngambil ni ipod!”
  “ini ipod gue nyet! Kasih gak!”
  “eh, Galih Satrimiharja denger ya nyet! Minggu kemarin lo
   Udah geleng ipod gue pake mobil lo. nah sebagai gantinya
   Lo harus bayar ipod gue dengan cara ipod ini jadi milik
   Gue”
  “itu sih salah lo, kenapa lo jatuhin ipod lo. itu DERITA
   LO”
  “but…… mau gak mau, suka gak suka, ipod ini jadi milik
   Gue Beserta headsetnya”
  “ha? Headset itu harganya 3 juta!, headset itu, headset
   Yang Justin bieber pake di video klip---“
  “alllllaaaaaah…… pedulia amat. Mau yang di pake Justin,
   Atau…… afgan, atau…… siapalah. Yang penting ini udah
   Jadi milik gue!”
  Aku langsung berjalan menuju kamar, dan meninggalkanya di halaman. Tak lama kemudian, nenek menyuruhku untuk menuju ruang makan. “ada apa nek?” aku bergegas duduk di kursi makan.
  “nenek bikinin sup jagung buat kamu dan galih. Kamu mau?”
  “mau dong nek,….” Aku langsung mengambil semangkuk sup untuk ku santap. “mana galih?” Tanya nenek menghentikan ku makan. “hm……. Udah deh nek. Nanti juga ke sini. mona muak liat mukanya” ujar ku kesal
  “kok sama suami sendiri gitu?”
  “nenek, mona dan dia itu menikah bukan karena hati, tapi
   Karena bisnis mamih dan dady di singapur. Mona gak
   Pernah, dan gak akan pernah menganggap galih sebagai
   Suami mona. Karena apa? Karena mona gak cinta sama
   Galih. Walau di status mona adalah sebagai istrinya
   Galih”
 Nenek terdiam, tidak membalas kata-kataku tadi. Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari arah belakang, “galih juga gak pernah dan gak akan pernah menganggap mona sebagai istrinya galih gak akan nek” sambung galih yang tiba-tiba telah berdiri di belakang ku.
   “stop! Nenek bilang stop!” seru nenek mencoba mencegah percekcokan semakin melebar. Aku langsung meninggalkan ruang makan sambil membawa semangkuk sup jagung buatan  nenek. aku berjalan menuju halaman belakang. ku nikmati sup jagung sambil memandangi ikan-ikan yang berenang-renang di kolam. Tampak nenek menghampiri ku dan duduk tepat di sebelahku.
  “nenek, mona gak suka nenek bilang galih itu suami
   Mona. Karena……”
  “apa?”
  “karena mona tahu galih suaminya mona. Dan mona gak suka”
  “bila, Dady dan mamih kamu tidak menikahkan kamu dengan
   Galih dengan umur seDini ini. mungkin kamu gak akan
   Seperti ini.”
  “mereka buta nek, buta karena harta”
  “jangan bilang seperti itu!” seru nenek
  “memang ya bukan? Karena bisnis, karena harta, mereka mau
   Menikahkan aku dengan galih, dengan umur sedini ini”
Nenek terdiam. Hanya menatapku sambil mengelus rambut ku. elusan nenek sangat lembut sekali, seperti elusan mamih dulu ketika aku mau tidur.
  “apa mona akan selamanya bersama galih nek?”
  “maksud kamu?”
  “bertengkar, saling benci, saling maki, sampai tua.
   Menjalani hubungan suami istri dengan tekanan seperti
   Ini. di kelilingi oleh prasaan benci” nenek berhenti mengelus rambutku ketika mendengar ucapan ku, aku langsung mendongak menatap wajah nenek yang lesu dan penuh kerutan di keningnya. “mona gak akan bisa punya anak nek. Kalo harus begini terus. Apa sampai mati mona harus menjalani hari seperti ini? sudah 1 tahun 3 bulan mona menjalani hari dengan status mona sebagai istri sah galih. Tapi sikon, tetap seperti ini”
  “tuhan pasti memberikan sesuatu untuk kamu nak!”
  “maksud nenek?”
  “lihat saja nanti apa yang terjadi di dalam rumah tangga
   Mu. tuhan tidak akan memberikan sebuah tantangan
   Melebihi kemampuan hambanya. Tuhan maha mengetahui,
   Tuhan maha memberi bagi hambanya yang membutuhkan dan
   Ingat denganya!”
  “semoga nenek benar”
Nenek tersenyum, dan langsung meninggalkan ku. aku memang masih cukup muda bila harus memikirkan hal seperti ini. tidak sepantasnya, gadis berumur 16 tahun berfikir sedewasa ini.

  Malampun tiba, ku nikmati secangkir kopi hangat sambil membaca novel di atas ranjangku. Ku selimuti kedua kakiku, rasa dinginnya malam telah merasuki kamar.
  Tiba-tiba galih masuk ke dalam kamar, dan langsung membuka bajunya tepat di hadapanku. “ngapain lo buka baju disini?” tanyaku mencoba menutupi mataku dengan buku
  “gue mau ganti baju nyet”
  “tapi jangan di depan gue dong!”
  “lo istri gue, dan gue suami lo. jadi apa salahnya? Kalo
   Gue ganti baju di depan istri gue sendiri!”
  “ih…… terserah lo ajah. gue mau pindah aja. Ganggu aja lo” aku langsung pergi dari kamar sambil membawa novel dan secangkir kopi hangat. Dan ku banting pintu kamar keras-keras. tampak nenek terkejut mendengar aku membanting pintu. Nanek langsung menghampiriku, “kenapa lagi mon?”
  “itu tuh……. Biasa galih nek”
  “ya sudah, kamu santai-santainya di ruang tengah ajah gih!” seru nenek. tiba-tiba, galih keluar dari kamar dan menyuruhku masuk ke dalam kamar.
  Di kamar aku langsung menyimpan cangkir ku di meja lampu kamar, dan duduk-duduk lagi di atas kasur sambil membaca novel kesayangan ku.
  “lo udah punya pacar ya?” Tanya galih sambil duduk-duduk di sebelahku.
  “kenapa lo nanya kaya gitu?”
  “Cuma nanya”
  “punya, sekarang gak”
  “Leo?”
  “so? Kenapa lo nanya.”
 Galih beranjak dari kasur dan berdiri memandangi pemandangan malamnya bandung dari balik jendela kamar. “apa temen-temen lo ada yang tahu lo istri gue?”
  “gak penting, dan gak usah gue cerita tentang itu.
   Itu Cuma mempermalukan diri sendiri”
  “gue takut, lo di cemoohkan kalo mereka tahu”
  “itu sebabnya, gue gak cerita ke mereka”
  “lo tahu?”
  “apa?”
  “mamih gue….”
  “kenapa?”
  “mamih gue minta…… minta cucu”
 Aku langsung berhanti membaca. Ku hentikan membaca ku. aku tak percaya dengan permintaan frick itu. ku atur nafas ku karena terkejut mendengarnya. Galih tampak ragu-ragu mengungkapkanya. “sejujurnya gue ogah punya anak dari lo!”
  “gue juga ogah, ngandung anak dari lo nyet!”
  “tapi itu permintaan mamih gue”
  “pikir gak sih? Umur gue, umur lo, punya anak? Rasanya aneh banget. gue gak mau. Kasihan sama anak kita nanti, harus dengerin nyokap bokapnya cekcok mulu tiap hari. Kita ajah gak punya anak kaya gini, apalagi kalo punya anak” galih terdiam, ia langsung berjalan menghampiri ku. dan duduk tepat di hadapan ku. “kita terlalu dini untuk mikirin kaya ginian” ujar galih dengan nada pelan
   Aku langsung beranjak dari kasur, dan kelaur dari kamar. Tampak nenek sedang berdiri tepat di depan pintu. Aku dan galih terkejut melihatnya. Aku yakin, nenek mendengar semua percakapan kami tadi di dalam. aku langsung mengajak nenek ke ruang tengah.
   Nenek tampak terus memperhatikan foto praweding aku dan galih memakai gaun pengantin warna putih yang dady pasang tepat di atas sofa. “nenek mendengar ya?”
  “jelas!”
  “mona—“
  “jangan terburu-buru. Benar kata mu! kamu terlalu dini untuk memiliki anak. Kalian belum dewasa, masih masa-masa remaja akhir”


    Keesokan harinya. keempat sahabatku, lisa, chika, ghea, dan dahlia mengajak ku ke café yang biasa kami jadikan tempat hang out. Di sana mereka mengajak ku bermain biliar, untuk menghilangkan stress. Mereka tampak asik membicarakan pacar masing-masing, mulai lisa, chika, ghea, dan dahlia. Aku hanya tersenyum tipis merespon mereka yang sangat mengidolakan pacarnya masing-masing
   “lo gimana mon? udah dapet pengganti Leo? Udah 3 bulan
    Loh…. Lo jomblo. Gak mau nyari lagi?” Tanya chika
   “ya…… lo kan cantik, tinggi, putih, rambut lo panjang,
    Kaya, pinter, lo setengah bule lagi. Siapa sih yang
    Gak suka sama lo? MONALISA SIGIT SAMIHARJA??” sambung chika sambil asik bermain biliar. Aku terdiam, dan tiba-tiba lisa mengagetkanku dengan menepuk keras pundak ku. “gue belum siap punya anak” celetuk ku tiba-tiba. lisa, chika, ghea, dan dahlia terdiam bengong mendengar ucapanku yang terdengar tiba-tiba itu.
   “em…… maksud gue… Em…… gue belum siap punya pacar lagi”
    Ujar ku terbata-bata
   “oh…… kiran gue apa” sambung ghea meneruskan permainanya
   “lo cape ya di sakitin sama cowok?” Tanya dahlia
   “gitu deh……”
   “Leo itu memang brengsek, kok bisa-bisanya dia duain lo.
    Lo sama Fina kan cantikan lo. bener gak lis?”
   “yoyoyo…… dia pasti nyesel tuh!”
 Aku terdiam, ku kembali duduk di meja café dekat tempat semua sahabat ku bermain biliar. Dahlia tampak menghampiriku dan duduk di sebelahku. “lo kok beda si? lagi ada yang lo pikirkan ya?”
  “gak kok, gue lagi……”
  “apa? Gue yakin lo lagi ada something yang gak bisa lo
   Pecahkan. Lo perlu seseorang untuk memecahkanya.”
  “maksud lo?”
  “lo kaya gak tahu gue, gue bisa baca pikiran lo!”
  “berapa persen?”
  “kira-kira 60%, walau tidak bisa secara detail”
  “bagus deh……”
  “kok bagus?”
  “jadi lo gak bisa tahu apa yang gue alami”
  “lo harus bercerita!”
  “kenaap harus?”
  “karena lo butuh itu!”
  “oh ya?”
  “ikut gue!” dahlia langsung menariku ke toilet wanita. Di sana dahlia mengajak ku berbincang santai sambil membetulkan tataan rambut, dan memrapihkan seragam sekolah kami. “gue lihat, lo……”
  “kenapa?”
  “gak mungkin……” dia langsung menggelengkan kepala sambil berusaha membaca pikiran ku.
  “kenapa?” Tanya ku lagi merasa gugup
  “pernikahan? Anak? Dan…… galih?. Lo udah nikah sama galih?” Tanya dahlia. Aku terdiam, mencoba menahan tangis. “lo apsti mau bilang ke mereka! bilang dahlia! bilang! Lo boleh jauhin gue! Ya gue udah nikah sama musuh bebuyutan kita sendiri”
  Dahlia langsung memeluk ku, dan menenangka ku. air mata langsung mengalir membasahi bahu dahlia. “gue gak akan cerita! Gue berani sumpah mon!” bisik dahlia.
  “beneran?”
  “ya…… itu gunanya sahabat!”
  “makasih ya!”
  “sekarang keluarkan apa yang lo rasa! Apa yang lo alamin.
   Lo perlu menangis.”
 Air mataku langsung turun dengan deras, dan dahlia hanya mengelus pundak ku sambil mencoba menyemangatiku. “gue udah 1 tahun 3 bulan nikah sama galih. Pernikahan itu bukan gue atau dia yang mau, tapi orang tua kita yang mau. Gue jujur gak mau kaya gini. Gue ingin kaya kalian, punya pacar, ketawa-ketawa kaya remaja lainya. Sedangkan gue? Setatus gue bukan lajang lagi, tapi menikah. Gue udah jadi istri orang lain. Gue di paksa untuk berfikir 10 tahun lebih tua dari usia gue. Dan, di rumah gue selalu bertengakr dengan galih. 1 tahun lebih geu kaya gitu. Gue…… gue…. Ngiri sama kalian” dan setelah itu aku tidak bisa melanjurkan pembocaraan, air mataku kelaur begitu saja, membanjiri suasana.
   “lo sayang sama galih?”
   “gak”
   “gak?”
   “gue, gue gak pernah sayang dan gak akan pernah sayang
    Sama orang kaya galih. Gak akan. Dari kelas 1 SMA kita
    Kan selalu ada konflik sama gengnya dia, apa lagi sama
    Dia. gue punya kebencian tersendiri”
   “lo masih benci sama kejadian saat mos dulu. Saat rok lo
    Di banjur air kecing sama dia?”
   “ya…… gue masih benci”
   “tapi…… gue yakin suatu hari nanti, cinta bakal datang
    ke dalam rumah tangga kalian”
  aku terdiam. Beberapa menit kemudian, kami memutuskan untuk keluar dari kamar mandi dan kembali bergabung dengan lisa, ghea dan chika yang sedang duduk-duduk di meja café.
  “kok ke kamar mandi ajah lama?” Tanya lisa
  “gue sama dahlia tadi abis ganti pembalut jadi lama”
  “bukanya lo kemarin baru selesei ya?” Tanya chika
   Kepadaku
  “em…… datang lagi”

 Setelah itu, aku dan dahlia pulang terlebih dahulu. Di perjalanan, aku terus menangis dan meneteskan air mata. Aku terus menghapus air mataku smabil mengendarai mobilku. Dahlia terus mengelus pundakku untuk menenangkanku. Saat ini, hanya dahlia yang tahu apa yang terjadi dari keempat sahabatku.
  Setelah mengantarkan dahlia pulang. Aku bergegas pulang ke rumah. tampak mobil dady dan mamih terparkir di teras. Aku langsung turun dari mobil, dan berlari ke dalam. tampak mamih dan dady sedang berbincang dengan Galih di ruang TV.
  Aku langsung menghampiri mamih dan dady, dan memberi mereka berdua kecupan di pipi dan pelukan hangat. “baru pulang anak mamih”
  “tadi presentasi tugas dulu mih…”
  “oh….”
  “mamih dari tadi di sini?”
  “baru 30 menitan lah di sini. dari tadi mamih sama dady
   Ngobrol sama suami kamu”
Galih hanya tersenyum tipis sambil menikmati secangkir the hangat. “mamih kamu tuh, tadi mintanya aneh banget…… masa mamih minta cucu si” celetuk dady. Aku terteguh, dan langsung terdiam.
   “wajar lah mamih minta cucu dad, kan mamih ingin liat
    Mona punya anak”
   “terserah mamih deh” sambung dady
  Aku langsung beranjak dari sofa dan berlari menuju kamar. Di susul oleh galih. Dan di tariklah tangan ku ketika aku akan masuk ke dalam kamar. Nenek tampak memperhatikan ku dari akuarium ikan besar yang berada di pojok ruangan.
   “gue muak! Gak ortu lo, gak ortu gue. Sama ajah minta
    Cucu!. Apa mereka gak liat umur kita? 16 tahun. Tahu
    Apa kita tentang itu!”
   “tapi lo seengganya ngehargai permintaan mamih lo.
    Seengganya lo sabar! Jangan tunjukin keegoisan lo!
    Kalo lo mau tahu, sebenarnya gue muak sama omongan ortu
    Lo yang maksa gue sama lo bulan madu ke Paris”
   “gue mau istirahat! Bilang ke mamih dady gue, gue
    Cape abis bikin tugas di sekolah!” aku langsung memaksanya untuk melepaskan cengkraman tanganya dari pergelangan tangan kanan ku. aku langsung masuk ke dalam kamar dan menghempaskan tubuhku di atas kasur. Melepaskan lelah, dan kesal di kamar ku. ku lemparkan bantal dan guling untuk meluapkan kekesalan ku. tiba-tiba, terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar, “galih…… gue bilang. Gue cape. Gue mau istirahat” tegurku
   “ini mpok nengsih nyonya, mpok boleh masuk?”
   “masuk mpok!”
 Mpok langsung memasuki kamar. Dan perlahan ia menutup pintu kamar. Mpok bergegas menghampiriku, “mpok…… mona cape mpok!” air mataku kembali jatuh membanjiri, di peluklah mpok nengsih olehku.
   “nyonya yang sabar ennya! Mpok selalu ada buat nyonya.
    Jadi nyonya kalo ada apa-apa, bilang ke empok ennya?
    ulah di pendem”
   “Mona cape mpok…… mona ingin kaya yang lain. Bisa bebas.
    Mona belum siap kaya gini. 1 tahun 3 bulan udah cukup
    Bikin mona cape mpok……”
   “ya mpok tau pisan. Nyonya sekarang mah tenangin dulu.
    Tidur heula ennya!”
   “mungkin mpok bener, aku harus nenangin pikiran mona”


  Malampun tiba, ku nikmati malam di halaman belakang. memandangi bintang yang cukup indah sekali. tiba-tiba nenek datang menghampiri. “mona…… gak tidur?”
   “tadi udah tidur 1 jam nek, Cuma bangun lagi”
   “oh……”
    “nek, mona capek!”
    “capek?”
    “mona gak mau gini terus nek, mona ingin bebas. Mona ngiri, lihat temen-temen mona punya pacar, ngomongin pacarnya. Bisa ketawa-ketawa. Tapi mona? Mona harus mikirin rumah tangga mona, keinginan dady dan mamih punya cucu. Dan mona harus mikirin kedepannya. Secara gak sadar, keadaan memaksa mona untuk berfikir lebih dewasa dari umur mona sekarang”

  Beberapa jam kemudian, waktu menunjukan pukul 11 malam. Aku masih duduk di atas kasur sambil menikmati segelas susu hangat yang mpok nengsih buatkan untukku. Tiba-tiba galih mesuk ke dalam kamar. Dan langsung duduk di sebelahku. “mamih baru pulang?” Tanyaku
   “yups……”
   “bagus lah!”
   “lo belum tidur?”
   “belum ngantuk”
  Galih tampak terus memperhatikan wajahku dengan tatapan aneh. “kenapa lo liatin gue kaya gitu?”
   “lo pucet”
   “pucet?”
  Tiba-tiba dia memegang kening dan leher ku untuk menyamakan suhu tubuhnya dengan suhu tubuhku. “lo demam. Biar gue suruh mpok biar compres lo”
   “gue gak sakit!”
   “lo sakit. Udah deh nyet! Jangan bandel jadi anak”
   “tapi gue……” tiba-tiba tubuhku lemas dan terkapar di atas kasur, dengan cepat galih memanggil mpok nengsih untuk mengompres keningku dengan sapu tangan yang telah di rendam air dingin.
   “makanya non, jangan bandel. Jadi weh kaya gini” aku hanya tersenyum tipis mendengar teguran mpok nengsih. Setelah itu mpok meninggalkan ku berdua di kamar bersama galih.
   “lo udah agak mendingan?”
   “udah…”
   “gue rasa lo terlalu banyak pikiran!”
   “gue rasa juga kaya gitu”
   “lo tidur yang nyenyak. Besok lo gak usah sekolah.
    Dari pada lo pingsan di sekolah, yang brabe gue kan.
    Kalo gue nolongin lo nanti pada curiga, tapi kalo gak,
    Gue dosa masa istri sendiri gak gue tolong”
   “ya……ya…… ya…… gue tidur”

   Keesokan harinya, aku terkejut ketika tanpa sadar aku telah terkapar di atas ranjang rumah sakit. Tampak Galih sedang duduk-duduk sambil mengawasi ku. aku brusaha untuk bangun, tapi sebuah selang infuse yang tersabung ke dalam pergelangan tangan ku, telah mencegah ku untuk bangkit dari ranjang rumah sakit. Aku langsung mendongak ke arah galih
   “kenapa gue disini?”
   “kata nenek lo demam tinggi, jadi semalem lo di bawa
    Kerumah sakit. Eh ternyata bukan demam ajah yang lo
    Derita, ternyata usus lo luka”
   “terus lo kok gak sekolah?”
   “gue udah ijin ke sekolah”
   “lo bilang apa?”
   “bilangnya…… gue ke singapur sama mamih”
 Aku terdiam sejenak, dan di bukakanlah jendela ruangan olehnya. Betapa sejuk udara pagi di daerah rumah sakit ini. ku bisa leluasa menghirup udaranya yang segar. “gue mau kelauar” celetukku berusaha untuk bangkit
   Galih langsung menghampiriku, dan memaksakan aku untuk tidur kembali. “tapi gue mau ke laur nyet!”
   “lo masih sakit. Muka lo ajah masih pucat. Lo mau
    Lebih lama di sini?”
   “ya… gak juga sih. Tapi gue—“
   “nah sebab itu lo harus banyak istirahat!” seru galih dengan nada tegas.
   “Agrh…”

   Siang pun tiba, rasa jenuh telah memakan sebagian tubuhku. Aku hanya bisa duduk-duduk sambil mendengarkan ipod milik Galih yang ku rampas. Bosan, jenuh, kesal terus menggrogoti aku di sini. aku ingin berlari keluar, menghilangkan rasa penat. Aku bosan disini, hanya bisa memandang selang infuse, tabung oksigen, dan obat-obatan yang tertata rapih di meja sudut rumah sakit. Dan betapa bosanya aku melihat galih yang tidak beranjak dari temapt duduknya yang tepat di sampingku.tiba-tiba “tok……tok……tok……” terdengar seseorang mengetuk pintu kamar ku. “masuk!” seru galih.
   Betapa terkejutnya galih ketika tahu Dahlia menjengukku dengan membawa seranjang buah-buahan untukku. Teruka lebar mata galih ketika tahu dahlia datang menjenguk istrinya.tapi aku hanya tersenyum, dan menyuruhnya untuk menghampiriku tanpa ada terkejut, dan panic melihatnya datang untukku. Galih tampak heran melihat ku bersikap tenang.
   “tenang galih, gue udah tahu semuanya! Dan gue berani sumpah, gak akan ngebocorin semuanya!”
   Matanya menatapku marah, tiba-tiba galih berdiri dari tempat duduknya. Dan menatap aku dan dahlia dengan tatapan geram. Tanganya mengepal keras, “dasar! Cewek berbibir besar!” ucapnya melupakan rasa kesal kepadaku. setelah itu ia melngkah mundur, dan langsung keluar dari ruangan ku. di susul oleh dahlia. terdengar sekali dahlia menghentikan langkah galih dari luar kamar rumah sakit.
  “ngapain lo nyusulin gue?”
  “gue Cuma mau ngejelasin—“
  “alaaaaaah…… diem lo. lo pasti bakal senengkan, liat
   Nanti reputasi gue di sekolah hancur? Dan satu-satunya
   Orang yang gue benci nanti adalah Mona”
  “lo harus denger gue!”
  “harus?”
  “ya harus, karena lo salah paham!”
  “salah paham maksud lo? salah paham apaan, udah pasti
   Dia ngomong ke lo!”
  “bukan!”
Dia terdiam, dan pembicaraan tiba-tiba terhenti. Entah apa yang terjadi di luar. Aku tetap diam, menunggu pembicaraan itu di mulai. Terasa angina berhembus, masuk ke dalam ruangan, dan mengelus lembut pori-pori kulit ku. dan mengusap halus rambutku.
  “gue tahu! karena dia punya hati, dan pikiran!”
  “maksud lo? gue semakin gak ngerti apa yang lo ucapkan”
  “gue tahu, gue baca pikiran dia!
  “hahahahah, apa lo kira ini lucu?”
  “gue gak kira ini lucu, gue punya mata, hati, dan
   Telinga. Gue punya hati! Gue bisa lihat prasaan dia”
  “lo berani sumpah?”
  “sumpah? Gue berani! Dan sumpah paling tinggi adalah sumpah demi tuhan. Dan gue bersumpah demi tuhan. Gue gak bohong!”
  Dan setelah itu, terdengar suara langkah galih meninggalkan dahlia. setelah itu pembicaraan selesai. Dahlia kembali masuk ke dalam. ia mengambil sebuah kursi dan duduk di sebelahku. “lo padahal gak usah susul dia seperti itu. gue udah tahu, dia bakal seperti itu”
  “dia harus tahu!”
  “dia gak harus tahu! biar dia marah. Dan makin membenci
   Gue”
  “dia harus tahu. dan kalian gak bisa gini terus, satu tahun lebih lo sama dia slaing membenci. Gue gak mau sahabat gue gini terus. Satu setelah tahun bukan waktu yang sebentar mon, selama itu lo di kelilingi rasa kebencian. Gue mau, kebencian itu terhapuskan dari kehidupan kalian. Apa lo mau selamanya gini? Apa lo mau, sampai nenek kakek nanti kalian saling membenci?.”
  Aku terdiam, dan ku pandangi geudng-gedung yang terbentang dari laur jendela rumah sakit.

  Malampun tiba, dahlia sudah lama meninggalkan ku. tak ada seorangpun yang menjagaku di sini, hanya sesekali seorang suster mengecek tabung infuse dan beberapa kondisi tubuhku. Dan setelah itu pergi meninggalkanku dengan senyum ramahnya. atau gak seorang suster yang hanya masuk untuk memberikan makan untukku.
   Aku merasa sepi disini, nenek ke singapure untuk menjalani perobatan di sana. mpok nengsih juga ke singapure untuk mengantarkan nenek. mamih papaih, pastinya sedang sibuk-sibukan di sana mengurusi bisnisnya dengan kedua orang tua galih. Sedangkan galih, dia belum kembali semenjak kejadian tadi pagi. Aku sendiri di sini, seperti sosok yang terbuang. Tidak ada yang menjagaiku di sini.
   Tak lama, galih masuk ke dalam ruanganku dengan wajah dingin dan tak sedikitpun dia memandangku. Dia duduk di sebelahku, dan mengutakatik Iphonenya. Tampak jelas dia masih marah denganku, tak ada satu katapun yang dia keluarkan. Aku terdiam, dank u pandangi jendela kamar yang masih terbuka lebar. Terasa sekali angina malam yang dingin memasuki ruangan. galih langsung menutup jendela dan kembali duduk kembali
  “lo marah sama gue?” Tanya ku dengan nada serak
 Dia berhenti mengutak atik iphonenya, dan mendongak menatapku
  “lo marah sama gue?” Tanyaku sekali lagi
  “menurut lo?”
  “gue rasa lo marah sama gue”
 Dia terdiam. Dan melanjutkan mengutak atik iphonenya. “menurut gue lo wajar marah dan kesal sama gue. Lo marah dengan bibir gue yang besar ini, yang gak bisa di jaga rahasianya. Lo wajar marah. Gue minta maaf sama lo, gue salah”
  “gue gak marah sama lo”
  “ha? Apa?”
  “ya…… gue gak marah sama lo mona”
  “tapi---“
  “sudah, jangan banyak ngomong. Tidur! istirahat.
   Kata dokter besok lo udah boleh pulang.”
  “pulang?” aku bertanya heran. Apa penyakit ku ini bisa sembuh hanya di rawat selama 2 hari?.
  “kenapa? Lo betah tiap malem harus tiduran disini?”
  “ya…… ya…… ya BT banget lah. tapi—“
  “lo bisa di rawat di rumah, nanti 1 suster akan di kirimkan untuk ngerawat lo”

  Keesokan harinya, matahari masi malu-malu terbit dan menyinari bumi pertiwi. ku pandandangi matahari yang masih setengah terbit dari balik jendela kamar sambil duduk di atas kursi roda yang telah rumah sakit sediakan untuk aku, ya…… untuk sekarang aku belum bisa berjalan seperti biasa. Masih ada rasa nyeri-nyeri dikit. Jadi rumah sakit menyarankan untuk sementara aku memakai kursi roda untuk beraktifitas nanti.
  Waktu menunjukan pukul 6.20, hawa dinginnya bandung masih terasa sangat membekukan seluruh tubuhku. Memakai jaket tipis dan celana levis panjang tidka cukup untuk bisa menghangatkan tubuh, karena hawa di sini sangat dingin dari biasanya. Rumah sakit telah mematikan AC ruangan, tapi tetap saja dingin terasa di seluru penjuru ruangan.
  Ku tahan rasa dingin ini, sambil menunggu galih yang sedang memasukan baju-baju dan obat-obatan ke dalam koper coklatku. Dan akhirnya tak alam kemudian, ia selesai membereskan barang-barangku. Dan bergegas membawa aku dan barang-barangku keluar ruangan. ketika kami melewati sebuah lorong rumah sakit, tampak seorang susuter menghampiri kami, dan mengambil alih kursi rodaku. “Biar saya saja yang membawa nyonya mona!” ujar suster bertubuh lebar itu. galih langsung melepaskan kursi roda ku, dan berjalan di sebelah ku sambil menderek koper.


  Di rumah, tampaknya nenek dan bi nengsih sudah menyambut hangat ku dengan senyuman dan pelukan hangat nenek. nenek langsung mengalih alih kursi roda ku dari tangan suster itu. “biar nenek saja yang bawa cucuk nenek ke dalam!” dan nenek membawa ku ke halaman laur dan mengajak ku duduk-duduk sambil merasakan kesejukan yang mulai turun memnajakan ku.
  Butiran air embun yang jatuh dari atas dedaunan pohon dan bunga. Menyegarkan suasana dan mata. Ku pandangi ikan-ikan di kolam yang saling berebut makanan yang nenek kasih sambil berbincang denganku
 “jadi bener nenek yang suruh? Biar mona di rawat di rumah?”
 “ya sayang, nenek yang suruh”
 “kenapa?”
 “karena nenek yakin kamu bosan di sana”
Tiba-tiba suster tadi membawakan aku 2 bungkus obat tablet, dan satu botol obat sirup. “waktunya minum obat nyonya!” seru suster itu dengan senyum ramah dan tatak karma yang cukup sopan
  ”apa mona harus minum obat-obatan ini?”
  “ya… nyonya. Karena obat ini membuat mona sembuh!”
  “apa ada obat yang bisa buat mona langsung sembuh?”
  “saya tidak pernah mendengar obat yang bisa membuat
   Si penderita langsung sembuh langsung, karena perlu
   Peruses nyonya”
  “sudalah mona, minum obatnya!! Biar kamu cepet sembuh” seru nenek menghentikannya. Aku langsung meminum semua obat dengan berurutan, di mulai dari tablet berwarna merah, hijau, dan abu-abu, dan terakhir memunim obat sirup yang rasanya seperti buah apel, yang di campur jamu kencur, dan di tambah rasa min, yang bercambur menjadi rasa yang tidak karuan.

  “apa ada rasa obat yang enak gitu? Rasa obat memang bener-bener pahit”
  “sudalah mona sayang, walau pahit tapi obat itu
   Adalah seperti seorang dokter yang bisa menyembuhkan
   Walau secara perlahan” nenek langsung mengeluas rambut ku, dan tersenyum manis kepadaku. senyum nenek memang bener-bener ampuh untuk menghapus rasa galau di hati. Senyum nenek adalah satu-satunya pencerah di dalam hatiku.

  Tiba-tiba galih mengajak ku ke dalam kamar. Aku tidak tahu untuk apa. Tapi sepertinya ada yang ingin dia katakana kepadaku.
  Di dalam, galih tampaknya ingin berbincang serius dengan ku. “ lo mau apa? Serius amat?”
  “em……“
  “apa?”
  “gue…… gue……”
  “kalo gak penting mending gue keluar ajah deh”
Aku bergegas mendorong kedua roda kursi ke luar kamar, dengan sergap galih menahan ku dan menarik kembali kursi roda ku. “ini penting banget! tolong denger gue! Plis…… hargai gue sekali ajah sebagai kepala keluarga” aku terdiam mendengar seruanya. Kata-kata itu baru aku dengar dari mulutnya, kata-kata yang menunjukan kedewasaan.
  “lo mau ngomong apa?”
  “mamih……”
  “mamih lo apa gue?”
  “dua-duanya mon”
  “ada apa emang?”
  “mereka bener-bener serius ingin minta……”
  “minta apa?”
   “anak mon”
  Aku terteguh mendengarnya. Terkejut. Aku tak menjawabnya, dan bergegas pergi dari kamar, tapi lagi-lagi galih berhasil mencegatku dan menarikku kembali. aku berusaha membrontak, tapi alhasil nihil, dia tetap mampu membuatku diam di tampat. “diam!” serunya dengan tegas
   “gue gak bisa nyet! Apa gampang bikin anak itu? apa
    Gampang kita nyiapin semuanya.”
   “kita punya uang, kita punya semua.”
   “bukan itu…… bukan”
   “terus apa?”
   “apa kita punya cinta buat ngelakuinnya? Apa kita punya
    Cinta buat anak kita nanti? cinta! Modal pertama dalam sebuah hubungan. Kita gak bisa ngasih makan anak dengan uang aja. Dia perlu kasih sayang”
  Dia langsung menggenggam tangan ku, dan menatap tajam kedua tangan ku. “kita harus numbuhin rasa itu!” aku langsung berusaha melepaskan kedua tanganya dengan kasar
   “tapi gue benci sama lo!” galih terdiam, dan berhenti untuk menatap ku. “ susah melupakan rasa benci itu! lo inget? Saat lo banjur rok SMP gue dengan air kencing? Lo inget, gara-gara ulah lo gue jadi di hukum hormat di tiang bendera sama pak usman guru Fisika kita. Apa lo masih—“
  Galih langsung menutup mulutku dengan satu jarinya. “ gue inget! Jadi gak usah lo ingetin lagi!”
  “bagus kalo lo inget! Jadi samapai kapan pun! Lo gak bisa
   Buat gue suka sama lo, apa lagi sayang sama lo!”
  “ok!”
  “ok?”
  “ya…… ok. lo gak bisa jatuh cinta sama gue buat hari ini,
   Tapi nanti, gue gak bisa menjamin itu. karena……” dia langsung mendekati wajahku, hingga berjarak jari. “cinta bisa datang tiba-tiba. dan lo gak bisa nolak rasa itu!” dan dia kembali menjauh dari ku, aku langsung keluar dari kamar, tampak nenek sedang duduk di sofa dekat pintu kamar. Aku berhenti sejenak, dan kembali mendorong roda kursi ku menuju balkon rumah. ku pandangi rumah-rumah yang berhjejer, dan pepohonan yang tinggi merindangkan perumahan.
  Tampak nenek mendekat, dan berdiri tepat di sebelahku. Dia dim, tidak berkata-kata. Terasa jelas angina berhembus menghempas tataan rambutku. “nenek denger!”
  “mona tahu nenek denger”
  “maafkan nenek ya sayang!”
  “sudah seharusnya nenek tahu!” jawab ku, pandangan k uterus lurus ke depan, memandangi pepohonan yang menjungjung tinggi. “kamu pasti bisa jatuh cinta sama galih!”
   “kata siapa?”
   “kata nenek”
   “apa nenek bisa menjamin mona bakal suka sama dia?”
   “nenek bisa menjamin itu sayang. Dia laki-laki nakal, tapi dia anak laki-laki yang bertanggung jawab dengan ucapannya. Dia adalah laki-laki yang cerewet, tapi dia laki-laki yang bertanggung jawab dengan statusnya sebagai suami seorang gadis kecil berumur 16 tahun. Dia adalah laki-laki yang hebat. Dia bisa berbicara dewasa, dan bertingkah dewasa lebih dari umurnya. Jarang nenek lihat laki-laki seperti itu. kamu bruntung mona!” aku terdiam, dan langsung mendongak menatap nenek. “nenek yakin kamu bisa jauth cinta sama dia. karena cinta datangnya bukan secara tiba-tiba. cinta takan datang tanpa sebab. Galih akan membuat kamu suka sama dia! lihat nanti!”


    2 hari kemudian, dokter sudah mengijinkanku untuk bersekolah. Dengan catetan, aku harus membawa obat-obatan ku untuk di minum setelah makan siang. Akupun telah lepas dari kursi roda, dan dapat berjalan seperti biasa.

   Di sekolah, semua sahabatku, Dahlia, Ghea, lisa, Chika tampak menyambut hangat aku di sekolah. mereka memeluk ku, dan mengajak ku ke tempat biasa kami nongkrong bersama. Di sana kami bercanda ria, saling membicarakan hal-hal yang terjadi ketika aku tidak masuk sekolah. “kemarin kok aneh ya?”
  “aneh kenapa si chika?” Tanya ku
  “waktu lo gak masuk……, kok si monyet galih juga kagak
   Masuk? Sekarang…… lo masuk, dia juga masuk”
  “ya juga ya, aneh banget. kalian itu kaya yang janjian”
   Sambung ghea sambil memakaikan roll rambut di poninya
  “ah itu Cuma prasaan kalian ajah kali!” ujar dahlia
 Aku hanya dia, dan tersenyum tipis. Tiba-tiba segrombol geng gong yang di pimpin oleh galih datang duduk tepat di depan kursi taman yang kami duduki. Tak sedikitpun galih memandang ku. aku bergegas pergi dari taman, dan diikuti oleh keempat sahabatku. “GUE PASTI BISA BUAT LO SUKA SAMA GUE!” celetuk galih menghentikan langkahku. Semua sahabatku mendongak menatap sinis galih. Dengan cepat ku langkahkan kaki menjauh dari taman, menuju kelas.

   Sepulang sekolah, dahlia dengan cepat berlari menghampiriku. Memberikan suret edaran sekolah kepadaku. “lo ikut ya buat Studytour ke jogja. Gue mohon!” ujar dahlia memohon kepadaku sambil menarik-narik tangan kanan ku
  “biayanya murah sih……”
  “jadi lo ikut ya? Lisa, chika, ghea ikut kok!”
  “em……”
  “ayolah! Ikut……!”
  “ya deh gue ikut demi Dahlia sahabat gue!” aku langsung merangkul pundak dahlia. tampak dahlia senang ketika aku menerima ajakanya. “3 hari lagi kita meroket ke jogja pake bus sekolah.”
   “3 hari lagi?”
   “kenapa?”
   “gak kenapa-kenapa kok!”
   “ gue bisa tebak, tanggal 25 itukan tanggal kalian
    Nikah! Ya kan?”
 Aku langsung menutup rapat bibir dahlia dengan kedua tanganku. “jangan keras-keras” bisikku pelan. Setelah tiu aku langsung melepaskanya.


   3 hari kemudian, “Hari ini kita pergi ke jogja! Semangat semua!” kata Bu Firni guru olahraga ku sekaligus sebagai pemandu perjalanan. Semua anak-anak dengan semangat dan serentak berteriak semangat, dan bertepuk tangan bersama. Aku dan dahlia duduk di sebelah kanan baris ketiga sejajar dengan kursi dimana galih dan temanya tyo duduk. Di perjalanan bu firni dengan semangat memandu anak-anak kelas 11 di bus 1 dengan tepukan semnagat dan nyanyian anak pramuka. 2 jam kemudian, bus telah sampai di kota ciamis, dan tampaknya bu Firni dan beberapa anak telah lemas, dan tidak bersemangat. Bu firni duduk di kursi pertama dekat supir bus sambil mengipas-ngipas lehernya yang tampak bercucuran kringat.
  “tadi ajah di gerbang sekolah semangat luar biasa.
   Jah.. baru sampai Ciamis udah kendor tuh semangat” celetuk dahlia sambil memandang beberapa kartu tarotnya
  “maklum lah, 2 jam triaktriak di depan gimana gak cape.
   Lagian cuaca di ciamis panas banget ih……”
 Aku ambil sebuah kipas kecil elektronik bergambar micky mouse dari tas ransel ku, dan ku nyalakan untuk menghilangkan kringa-kringat dan rasa panas yang menjalar. Ya tuhan…… kami di bus bagaikan sebuah makanan nikmat yang sedang di kukus di dalam oven sepanas 100 C. betapa panasnya hari ini. beda dengan tadi di bandung, walau panas tetap sajah udaranya sejuk dan menyegarkan.

    4 jam perjalanan, kami sampai di kota gombong jawa tengah. Tak ku sangka perjalanan sesingkat ini, biasanya bila ke jogja memakai mobil perjalanan terasa lama sekali.

   Dan bus berhenti di kota gombong, sekolah memberi waktu untuk istirahat selama 30 menit. Aku dan dahlia tetapa di bus. Tampak galih berdiri dan berjalan menghampiriku. Ku menjoba membuang muka di hadapanya. “nyamperin lo tuh!” bisik dahlia cengengesan. Untung saja dia menghampiriku ketika anak-anak sedang kelauar bus untuk beristirahat, jadi tidka ada yang juriga
   “gak keluar?” dia langsung duduk di depan kursi yang ku duduki, dan mendongka ke arahku. Aku tetap tak memandangnya, ku pandangi anak-anak sedang beristirahat sambil merasakan suasana kota gombong.
   “udara di bus panas banget, lebih baik lo sama dahlia
    Keluar deh! Mumpung masih ada waktu istirahat” seru galih memujuk ku dan dahlia. “dia lagi gak mau keluar. Mending lo aja deh yang keluar!” jawab dahlia sambil mengelus pundak ku. tiba-tiba ghea, lisa, dan chika masuk ke dalam bus dan memergoki galih sedang memujuk ku.
  “eh ngapain lo disini?” kata ghea denga suara lantang
  “jangan-jangan lo mau jailin mona ya? Ngaku lo!” sambung chika sambil menikmati snak jumbo yang dia genggam di tangan kirinya.
  “kalo lo gak ada maksud buat ganggu mona, lo berdiri dari
   Situ, dan pergi dari bus ini!” gertak ghea dengan nada keras. galih bergegas berdiri dari kursi yang ia duduki dan beranjak ke luar bus dengan langkah kesal, lisa memandang iba galih. Tatapanya beda sekali, biasanya dia paling hobby mencacimaki galih di depanku, tapi kali ini dia beda.

  Aku terdiam ketika ghea, hanya bisa memandangi galih yang kesal dengan ucapan ghea yang kelewat kasar. Apa yang mereka akan lakukan bila tahu, galih bukan sekedar musuh, tapi dia musuh terbaik ku. musuh sekaligus suami ku. mungkin mereka tidak akan mengusir galih seperti tadi, mungkkin juga mereka tidak akan sekasar itu kepadanya. suasana bus yang sepi, dan hanya ada kami berlima. Apa ini waktu yang tepat untuk aku mengungkap kan sesuatu tentang status ku yang sebenarnya.
  Dahlia tiba-tiba menggenggam tangan ku. “jangan lo kasih tahu sekarang! Bukan waktu yang tepat!” bisik dahlia pelan sekali. dan setelah itu aku mencoba melepaskan genggamanya.

  20 menit kemudian, semua murid memasuki busnya masing-masing dan perjalanan di lanjutkan kembali. bu firni tampak kembali memandu perjalanan dengan semangat. “lo sakit ya? Kok murung mulu?” Tanya dahlia sambil mengecek suhu tubuhku dengan rabaan tanganya.
  “gue gak sakit”
  “tapi lo pucat!”
  “tapi gue gak sakit dahlia”
  “muka lo pucet mona, dan--!”
  “stop!” triakan ku mungkin terllau keras, membuat bus tiba-tiba terhenti dan bu firni terdiam sejenak setelah mendengar teriakan ku. semua anak ikut terdiam dan memandang ku. “kenapa?” Tanya bu firni. Aku menggelengkan kepala ku, dan kembali menundukan kepala ku. setelah itu bus kembali melanjurkan perlajanan. Dan bu firni kembali memberikan yelyel dan ocehan-ocehan di depan.
 “ya sudah kalo lo sakit, ngomong ya! Gue pasti Bantu lo!”
  Ujar dahlia dengan suara lembut. Aku hanya mengangguk dan kembali menunduk.

   4 jam kemudian, akhirnya kami smapai di kota jogja tepatnya di depan hotel yang jaraknya tidka jauh dari candi borobudur. Semua murid di harapkan turun dengan membawa bawaanya masing-masing. Ketika turun dari bus, tiba-tiba perut ku merasa nyeri, dan kepala ku pening berat. Ku langkah kan kaki ku untuk berbaris di depan bus, tiba-tiba tubuhku lemas, dan akhirnya aku tergeletak tepat di depan pintu bus. Semua tiba-tiba gelap, aku hanya bisa mendengar suara orang-orang panic, dan suara galih serta dahlia yang tak kalah terkejurnya melihat aku tiba-tiba tergeletak di depan pintu bus sekolah.

**

    Perlahan ku buka kedua mataku, tampak dahlia, chika, lisa, ghea, dan galih sedang berbincang serius di sofa depan ranjang rumah sakit yang aku tepati. Ku kembali menutup mataku.
 “kenapa lo gak bilang sebelumnya tentang status kalian?”
  Tanya ghea dengan suara seperti berbisik
 “ya…… kamikan sahabat dia!” sambung chika
 “gue…… gue takut. Gue takut kelian ninggalin mona.”
 “gue, chika, lisa, dan dahlia itu sahabat dia. gak mungkin
  Dan gak akan mungkin kami semua ninggalin dia.” jawab chika. galih terdengar tidak menjawab. Setelah itu terdengar suara langkah kaki mendekati ku. “dan ada dua lagi yang kalian gak tahu, dan…… mona gak tahu” galih langsung mengelus rambutku, “gue sayang sama mona” kata-kata itu sangat mengejutkan ku, ku ingin membuka mataku tapi aku ingin mendengar sesuatu pengakuanya lagi. Aku tetap pura-pura masih dalam keadaan belum sadar.
  “dan satu lagi?” Tanya dahlia dengan terbata-bata
  “mona…… mon, mona……--“
  “udah deh jangan bikin kita penasaran!”
  “mona punya kangker usus”
  Aku terkejut mendengarnya, mungkin mereka yang mendengarkanya sama dengan ku. jadi…… yang kemarin galih berbohong, dia bilang usuku hanya luka ternyata lebih dari luka, yaitu kangker.
  “gue bohong sama mona, gue bilang usus dia luka. Gue
   Gak mau dia sedih, gue gak mau dia murung. Liat dia murung ajah tadi gue udah prihatin. Apa lagi kalo dia tahu kangker yang ada di tubuhnya. Gue gak bisa liat gimana respon mona nanti.” semua tertap terdiam.
  “jujur, gue kangen sama marahnya dia. sama jailnya dia. sama ledekan dia. gue kangen jalinin dia kaya mos dulu”. Tiba-tiba terdengar sebuah langkah kaki keluar dari ruangan, entah siapa itu, langkah yang tergesa-gesah.

   Ku bukakan mataku denagn perlaan, yang pertama ku lihat adalah senyum galih yang tampak menyambut ku. “gue di mana?”
   “rumah sakit!”
   “kalian memang lebay banget ya! Gue kan Cuma sakit
    Perut biasa, kok di bawa ke rumah sakit, pake di infuse
    Segala lagi” ketika ku mencoba melepaskan infuse ku dnegan cepat galih menarik kembali tangan ku. “awas ajah kalo lo lepas!” ujar galih mengancam.

   Keesokan harinya, rumah sakit dan sekolah telah membolehkan ku kelaur dari rumah sakit. Dan kembali ke hotel. semua sahabatku membantuku untuk menyimpan semua barang-barang ku di kamar hotel, mungkin mereka merasa iba ketika tahu penyakit apa yang aku derita.
  “udah ini semua mau pada ke candi borobudur, lo gak usah
   Ikut ajah ya, nenti lo kecapean lagi” seru chika
  “yam on, gue gak mau lo kaya kemarin” sambung lisa
  “gue gak akan kenapa-napa kok tenang ajah, gue sehat.
   Kalian gak usah kawatir ya!”
  “tapi lo baru keluar dari rumah sakit” jawab ghea
   Ikut-ikutan
  “biarin dia ikut! Inikan study tour, kalo dia ke sini
   Cuma mau tiduran di hotel, mending dia gak usah ke sini” ujar dahlia bertolak belakang dengan ghea, lisa, dan chika. akhirnya ghea, lisa, dan chika meneruti seruan dahlia. dengan catatan, aku dilarah terlalu aktif dalam aktifitas study tour ke candi.
   Dari hotel semua murid berjalan menuju candi bersama-sama. jarak dari hotel menuju candi tidak terlalu jauh, hanya berjarak 2 km.
   Kami berjalan bersamaa, aku, dahlia, ghea, chika, lisa, dan galih and the gang yang berjalan di belakangku. Aku seperti seorang nenek yang sudah renta dengan si khawali beberapa cucunya yang kasian denagn kondisi neneknya yang tak mamapu lagi berjalan sendiri. Tapi…… mereka cukup baik, tidak ada ciri-ciri mereka risih atau ilfeel dengan kondisi dan status ku kini.

   Sesampainya di candi, kami di bagi menjadi 8 kelompok. Aku, chika, lisa, ghea, dahlia, dan galih dkk masuk dalam kelompok 2 yang berbaris di pojok kanan.
   Kelompok pertama maju ke dalam candi, dan di susul oleh kelompok kami yang di pandu oleh pah Darwin, guru sejarah kami. sebenarnya pak Darwin mengajar kelas dua belas, tapi karena utusan sang kepala sekolah, jadi beliau harus membimbing kelas sebelas untuk study tour.

   Di dalam candi, galih terus berdiri mengawal aku. sampai akhirnya sampai di waktu bebas, waktunya murid-murid bebas melakukan apa saja, dan berjalan-jalan di sekitar candi. Tiba-tiba galih menarikku ke belakang candi. Suasananya sepi sekal. Galih terus menggenggam kedua tangan ku. aku bergegas melepaskan genggamanya dengan cepat.
   “ada apa? Gue gak mau ngelanjutin foto-foto ukiran-ukiran yang ada di sini.” tiba-tiba galih menggenggam kedua tangan ku lagi. Kini lebih erat, dan tubuhnya semakin mendekat.
  “jangan siksa gue kaay gini!” celetuk galih
  “siksa?”
  “gue kesiksa sama lo”
  “ha? Emang…… apa yang gue lakuin?”
  “lo udah bikin gue sayang beneran sama lo”
 Aku terkejut mendengarnya, tak ku sangka dia seberani itu dan sejantan itu mengakui prasaanya. Ternyata nenek benar, dia adalah laki-laki yang hebat. Bukan karena dia kuat, tapi karena dia mau mengakui prasaannya. “gue mau lo jadi-----“
  “mau jadi apa? Jadi pacar?. Kita udah lebih dari pacar”
Sambung ku dengan nada pelan.
  “sekarang ninggal lo yang bilang sayang sama gue”
  “sayang?”
  “ya……”
 Dia tiba-tiba berlutut di hadapanku, dan lebih erat lagi menggenggam kedua tangan ku. tatapanya tajam menatap ku, tergambar jelas kesungguhan di matanya. ku mencoba melepaskan genggamannya, dan mengalihkan pandangan ku. “gue bukan tipe cewek yang gampang bilang sayang” jawab ku ketus.
  “lo masih gak percaya sama prasaan gue?”
  “benci, jadi cinta. Lo pernah bilang. Lo gak akan pernah
   Nganggep gue istri lo, dan lo pernah bilang, lo gak akan pernah jatuh cinta sama gue. Apa ini sebuah trik lo buat bikin gue sakit lagi?”
   Galih terdiam, dan langsung menarikku, ke depan candi, ketengah keramaian murid-murid yang sedang berfoto ria, dan bercanda ria di depan candi.
   Dan tiba-tiba dia berdiri di atas sebuah batu-batu kecil, mengejutkan semua anak-anak termasuk ghea, lisa, chika, dahlia, dan galih dkk. Suasana terdiam, dan sunyi.
   “i love you are my wife Mona, i am love you so much. please trust me!” aku terteguh mendongar pengakuan galih yang tampak mempermalukan dirinya sendiri. Semua orang memperhatikannya, termasuk para turis asing yang sedang memotret para patung dan ukiran-ukiran cantik di candi. Aku terpaku melihatnya, berdiri di atas bebatuan tua yang terjejer menjadi benteng.
   “wife?” terdengar beberapa teman-teman satu sekolahku terkejut. Tiba-tiba lisa berlari ke belakang candi sambil menetup sebagaian wajahnya. Entah apa yang terjadi dengannya. Aku bergegas menyusulnya dan meninggalkan galih di sana. semua teman-temanku, tak ada yang menyusul lisa, terkecuali aku.
   Di belakang candi, lisa tampak menangis. Berkali-kali lisa menghapus airmatanya, tapi air matanya tetap kelur membasahi wajah mungilnya. Ku tak dapat menghampiri lisa ketika ia seperti ini, aku tak mengerti apa yang lisa rasakan. Dia sempat aneh belakangan ini. aku tetap diam, bersempunyi di ujung benteng candi.
  Ku beranikan diri untuk menghampirinya, “lis, lo kenapa?” tanyaku dengan nada lembut. Dengan cepat lisa menghampus air matanya, dan berdiri menghadap ku.
   “gue……gue gak kenapa-napa kok mon”
   “lo kenapa-napa gue rasa”
   “lo tahu apa tentang gue?”
   “lo lupa? Gue sahabat lo”
   “tapi…… gak selamanya, sahabat itu tahu apa isi hati
    Sahabatnya yang lain. Sahabat ya sahabat, gue ya gue”
  Aku terdiam, aku melangakh untuk lebih dekat dengan lisa. Lisa semakin mundur ketika aku mencoba mendekatinya. Dan akhirnya dia terhenti di ujung benteng kecil di pinggiran candi. “jujur!”
   “jujur?”
   “lo ada prasaan kan sama galih?”
   “apa? Prasaan? Gila ajah lo, gak mungkin gue punya prasaan sama suami lo lah.” jawab lisa dengan tingakahnya yang aneh.
   “lo bohong!”
   “gue gak bohong!
   “tapi lo bohong!”
   “YA GUE BOHONG!” lisa triak kesal dengan tekanan yang ku
    Beri
   “jujur! Maka lo bakal lebih tenang!”
   “gue…… gue…… backstrees sama galih”
  Terasa sekali sepoyan angina dari atas candi, terasa sangat memeblay rambutku. Hembusan angina membuat kami terhenti sejenak utnuk berbicara. Ku mendongak kea rah lisa, ku pandangi matanya yang berbinar, masih ada sedikit air mata di kelopak matanya. “gue backstreet sama galih udah 1 bulanan. Gue lakuin, karena gue suka sama dia. dan gue udah tahu dari awal, sebelum dahlia tahu lo udah nikah sama galih.” Air matanya kembali mengucur dengan perlahan membasahi pipi kananya.
   “lo masih sayang sama dia?”
   “sayang banget, sayang amat sayang. Tapi……” lisa sejenak terdiam, dan memandang ku yang tampak lebih tinggi darinya.  
   “tapi apa?”
   “dia udah gak sayang sama gue. Dia lebih sayang sama lo.
    Dan itu bikin gue sakit. Gue tahu apa hak gue buat sakit hati, lo lebih berhak dapetin dia. gue Cuma ceweknya dia, bukan kaya lo, lo adalah istri sah dia.” nafasnya tidak beraturan. Dan ku rangkul tubuhnya untuk menengnangkan lisa. Ku peluk tubuhnya.
   “kalo mamiah sama dady gak nikahin kami. mungkin lo,
    Bisa leluasa pacaran sama dia.”
  Dia terus menangis sambil memeluk erat tubuhku. Airmatanya terasas ekali membasahi bahuku. “lo sayang sama dia?” Tanya lisa tiba-tiba. dan perlahan lisa melepaskan pelukanya.
  “kenapa lo nanya kaya gitu?”
  “gue rasa lo sayang sama dia. lo udah lama sama dia,
   Gak mungkin lo terus benci sama dia.”
 Aku terdiam, dan tak menjawabnya. “kok diem?”
  “gue sendiri juga gak bisa nebak apa yang gue rasa”
  “maksud lo?”
  “gue gak tahu apa yang gue rasain, apa benci atau sayang.
   Gue gak tahu apa yang gue rasa.”
   Tiba-tiba galih datang menghampiri, dengan pandangan dinginya. ku tinggalkan lisa dan galih berdua di sana dan melangkah mundur meninggalkan mereka. ku berdiri jauh dari mereka. mereka tampak berbicara berdua di belakang candi. Mereka saling tatap, dan tiba-tiba galih memeluk lisa dengan hangat. Terasa sesak ketika aku melihatnya. ku alihkan pandanganku, untuk berhenti memandangi mereka. entah mengapa, dadaku terasa sesak sekali.
   Tak lama, galih dan lisa berjalan masing-masing. Galih tampak berjalan menghampiriku. Dengan tegap dia berdiri tepat di hadapanku, dan di genggamlah kedua tangan ku dengan erat. “lisa?”
   “dia milih buat ninggalin gue, buat lo”
   “buat gue?”
   “ya…… buat lo! buat……” galih mendekatka kedua tanganku ke dadanya. “buat keluarga kita!” sambungnya dengan suara lembut. Tiba-tiba terdengar suara handphone galih berbunyi, dengan cepat galih menganggkatnya
  “hallo…… ya……, apa? Nenek? nenek dirumah sakit? Krtis?..
   Hari ini mona dan galih ke bandung” setelah itu galih menutup hanponenya dengan pandangan kosong. “nene kenapa?”
  “nenek masuk rumah sakit. Keadaanya kritis”
  “kita sekarang harus ke bandung!” seru ku cemas
   Kami berdua ijin kepada duru-duru pembimbing untuk pulang lebih dahulu ke bandung. malamnya galih membeli tiket pesawa untuk tujuan jogja – bandung.
  Keesokan harinya, pagi-pagi sekali kami pergi ke bandung tanpa pamit kepada temna-teman di hotel.

   3 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di bandung. sesampainya di bandung, pak joko supir mamih di Jakarta telah stand by untuk mengantar kami ke rumah sakit.
   Di perjalanan, aku dan galih tak henti-hentinya mencemaskan nenek yang sedang kritis di rumah sakit.

   Sesampainya di rumah sakit, aku dan galih bergegas menuju ruangan VVIP lantai 3 rumah sakit, dimana nenek di rawat.
  Langkah kami terhenti, ketika melihat kedya orang tua aku dan galih sedang uduk panic di depan ruangan nenek. kedua orang tua kami bergegas menghampiri kami, ketika tahu aku dan galih telah sampai. Mamih langsung memeluk erat tubuhku, dan tampak kedua orangtua galih memeluk hangat tubuh galih.
  “berdoa ya! Supaya nenek bisa sembuh!” ujar mamih sambil mengelus rambutku.

   Tak lama setelah kedatangan kami, seorang dokter keluar dari ruangan nenek. dengan cepat semua menghampiri dokter berkacamata tebal, dan berkumis tebal itu untuk bertanya tentang keadaan nenek.
  “dengan keluarga nyonya Maryana?”
  “ya kami keluarganya! Bagaiman keadaan ibu saya?”
   Jawab Dady cemas
  “jantungnya membengkak, dan hatinya pun sudah tidak
   Dapat berfungsi lagi” semua terdiam, lemas mendengar keadaan nenek yang sebegitu parahnya. Air mataku mengalih deras, “apa disini ada yang namanya mona sama galih?” Tanya dokter. Aku dan galih langsung menunjukkan diri.
  “nenek kalian, tadi sempat memanggil mona sama galih.
   Kalian masuk ya! Nenek kalian mau bicara”
  “nenek sudha siuman?” tanyaku
  Dokter itu mengangguk, dan menyuruh aku dan galih masuk ke dalam ruangan nenek.

   Di dalam, aku terteguh melihat nenek sedang tertidur lemas di atas ranjang rumah sakit, dengan beberapa kabel terbambung dengan tubuhnya. Wajah nenek cantik, bibirnya tidka pernah semerah ini, dan wajahnya tidak pernah seputih ini. nenek benar-benar cantik
  ku genggam tangan kanan nenek, dan perlahan galih menggenggam tangan kiri nenek. kami tersenyum manis menatap betapa cantiknya nenek saat ini. tiba-tiba nenek terbangun, dan langsung menatap kami berdua sedang menggenggam erat kedua tangannya.
  “mona…… galih……” terdengar serak suaranenek memanggil nama kami berdua. Suaranya serak kecil nyaris tidak terdengar
  “apa nek?” kami berdua mendekatkan diri kami masing-masing dengan nenek.
  “galih…… jaga cucu nenek satu-satunya ini ya!. Yang…… ehm, yang cerewet dan cantil ini. jangan sampai kamu gak jaga dia. nenek titip sama kamu” ucap nenek dengan suara kecil. Galih tiba-tiba menggenggam tangan kiriku. Tepat di hadapan nenek. nenek tersenyum kecil memandangnya.
  “nenek mau kalian seneng”
  “kami seneng nek, kalo nenek seneng” jawab ku dengan suara lembut
  “bukan itu sayang, nenek mau kalian seneng. Bukan karena
   Nenek, tapi karena kalian! karena cinta!”
 Kami saling berpandangan, dan kembali memandangi wajah nenek. nenek tetap tersenyum tipis memandangi kami berdua.
  “nenek mau kalian bahagia! Dan……”
  “nenek ingin memeluk kalian! boleh?”
  Aku dan galih langsung memeluk tubuh nenek, hangat sekali. kami memeluk tubuh nenek erat sekali. “nenek sayang cucu-cucu nenek. nenek mau kalian jangan pisah. Terus peluk nenek seperti ini!” ujar nenek suaranya semakin habis. “nenek mau kalian bahagia, nenek mau kalian bahagia” terus berulang kali nenek mengucapkan kalimat yang sama. hingga tiba-tiba nenek berhenti, dan nafasnya mulai habis. Aku tekrjeut melihatnya, nenek tampak seperti tertidur. Galih langsung keluar untuk memanggil dokter dan suster, di dalam aku terus memeluk tubuh nenek yang dingin dan kaku. Tak ada nafas yang terhelay dari tubuhnya, tidak ada detak jantung yang berdebar dari dadanya. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut tipis nenek. aku terus memeluknya, air mata tak hentinya keluar membasahi kedua pipi ku dan tumpah membasahi pakaian pasien yang nenek pakai. Ku terus membelay lembut rambut putih nenek sambil memandangi wajah nenek yang pucet dan bibirnya yang tadi merah berubah menjadi ungu pucat sekali.
   Tiba-tiba seorang dokter diikuti oleh 4 susternya memasuki ruangan. dan dady mamih, berserta keluarga galih masuk ke dalam ruangan menyesakan ruangan. galih mencoba melepaskan pelukanku. Di bisikannya kata-kata yang
Nenek ucapkan, dan bujukan-bujukan lembut dari galih. Dengan perlahan aku melepaskan pelukanku dan membbiarkan seorang dokter dan di Bantu para suster menyabut kabel-kabel dan infusan dari tubuh nenek. setelah itu, perlahan dokter itu menutup nenek dengan selimut putih, menutup semua tubuh nenek dan wajah pucat nenek.
  Dan di bawalah nenek ke luar ruangan untuk di bawa ke ruang mayat rumah sakit. Semua menangis, termasuk dady dan mamihku. Wajah dady merah sekali melihat nenek di bawa oleh beberapa suster ke luar ruangan.
  Semua keluar ruangan, kecuali aku dan galih. Ku terduduk lemas di lantai rumah sakit. Pandangan ku lurus kosong. Air mataku masih mengalir deras melepas kepergian nenek dari pelukan ku. perlahan galih merangkul ku, dan membriakan ku menyenderkan kepalaku ke pundaknya. Dengan lembut, dia melenglus rambutku. Terasas sekali, nafas galih terdaik beraturan. “gue masih ingin meluk nenek!” ucapku dengan suara serak
  “nenek masih memeluk lo. di hati lo!”

   Keesokan harinya, waktunya nenek di makamkan. Semua orang datang kepemakaman nenek, termasuk semua sahabat ku dan walikelas ku di sekolah. galihpun sama, semua sahabatnya datang kepemakaman nenek. semua pelayat memakai baju hitam. Dan tak sedikit orang yang menangis.
  Air mataku mengucur deras ketika, jasat nenek di masukan ke liang lahat, dan di tutup kembali dengan tanah oleh 2 orang galih kubur pemakaman.
   Setelah itu, banyak orang yang menaburkan bunga di atas pemakaman nenek, setelah itu mereka pergi. Dan hanya tinggal aku, galih, dan sahabat-sahabat kami. aku terus mengelus lembut batu nisan nenek. air mataku tampak memasahi tanah pemakaman nenek. di sisiku dengan setia galih terus mengelus pundak ku, dan beberapa sahabatku mengelus punggungku mencoba menenangkanku.
  Tiba-tiba galih menggenggam tangan kanan ku. dan dikeluarkanlah sepasangan cincin berlian dari saku celananya. Dan dipakaikanlah cincin itu di cari tengah ku.
  “ini keinginan kecil nenek. nenek mau, gue makain ini
   Di depan pemakamanya. nenek bilang ke gue 6 bulan
   Yang lalu. dan keinginan kecil nenek udah gue penuhi”
  “keinginan nenek?”
 Galih langsung mengangguk, aku langsung memeluk erat tubuh galih. Terasa hangat sekali pelukannya,dan rasa rindu memeluk nenek dikit demi sedikit sirna. Pelukanya sama hangatnya ketika aku memeluk nenek untuk terakhir kalinya



   1 tahun kemduian, aku dan galih dinyatakan lulus ujian nasional dengan hasil yang memuaskan. Semua sahabat kami juga bagitu. Beberapa bulan kemudian, aku di bawa ke cina, untuk oprasi usus. Dan alhasil, tuhan memang maha memberi. aku terbebas dari kangker usus, setelah melakukan oprasi, dan beberapa pengobatan di cina. Dan setelah aku sembuh, aku dan galih memutuskan untuk melanjutkan sekolah di luar negri, aku melanjutkan kuliah ku di universitas di tokyo jepang, jurusan kedokteran spesialis tulang. Dan galih melanjutkan kuliahnya di Perth australia , jurusan kedokteran spesialis ahli jantung. Kami berdua memutuskan untuk pergi dari Indonesia selama 5 tahun, dan kembali lagi 5 tahun kemudian.
   1 tahun kemudian, Galih dan aku memiliki seorang anak kembar berkelamin laki-laki. Kami memutuskan untuk satu tahun tinggal dia bandung, sebelum di panggil ke singapure untuk menjadi dokter tulang, dan dokter ahli jantung di rumah sakit singapure.
   tak lupa aku mengunjungi pemakaman nenek di bandung. dan mengunjungi sekolah tempat dimana kami bertengkar, dimana galih pernah membajur rok SMP ku dengan air kencing ketika mos pertama. Dan kami tidak jarang, berkumpul dengan sahabat kami di sekolah.
   aku, bahagia. Dan kalian tahu? ini berawal dari pernikahan dini, dan pernikahan yang berawal tanpa rasa cinta, dan rasa kebersamaan. Ini pernikahan dini 

TAMAT

Sumber COPAS : Raden Roro Risty setyowati 
Judul cerpen      : I Know This is Wedding Early

3 komentar:

  1. cossweet banget..,pokoknya keren.

    BalasHapus
  2. keren nih keren... temanya itu loh yang aku suka bangett...




    numpang nitipin link gue yaa..kalau mau berkunjung juga boleh..
    obat kista tradisional.
    obat pelangsing herbal.
    thanks before sis..

    BalasHapus