by : Ustadzah Herlini Amran
Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, supaya muncul suatu ketenangan, kesenangan, ketenteraman, kedamaian dana kebahagiaan. Hal ini tentu saja menyebabkan setiap laki-laki dan perempuan mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia, apalagi pernikahan itu merupakan ketetapan Ilahi dan dalam sunnah Rasul ditegaskan bahwa “Nikah adalah Sunnahnya”. Oleh karena itu Dinul Islam mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara laki-laki dan perempuan dan selanjutnya mengarahkan pertemuan tersebut sehingga terlaksananya suatu pernikahan.
Namun dalam kenyataannya, untuk mencari pasangan yang sesuai tidak   selamanya mudah. Hal ini berkaitan dengan permasalahan jodoh. Memang   perjodohan itu sendiri suatu hal yang ghaib dan sulit diduga,   kadang-kadang pada sebagian orang mudah sekali datangnya, dan bagi yang   lain amat sulit dan susah. Bahkan ada 
kalanya sampai tua seseorang  belum  menikah juga.
Fenomena beberapa tahun akhir-akhir ini, kita melihat betapa   banyaknya muslimah-muslimah yang menunggu kedatangan jodoh, sehingga   tanpa terasa usia mereka semakin bertambah, sedangkan para musliminnya,   bukannya tidak ada, mereka secara ma’isyah belum berani maju untuk   melangkahkan kakinya menuju mahligai rumah tangga yang mawaddah wa   rahmah. Kekhawatiran jelas tampak, di tengah-tengah perekonomian yang   semakin terpuruk, sulit bagi mereka untuk memutuskan segera menikah.
Gejala ini merupakan salah satu dari problematika dakwah dewasa ini.   Dampaknya kaum muslimah semakin membludak, usia mereka pelan namun  pasti  beranjak semakin naik.
Untuk mencari solusinya, dengan tetap berpegangan kepada syariat   Islam yang memang diturunkan untuk kemaslahatan manusia, beberapa kiat   mencari jodoh dapat dilakukan :
1. Yang paling utama dan lebih utama adalah  memohonkannya pada Sang  Khalik, karena Dialah yang menciptakan manusia  berpasang-pasangan  (QS.4:1). Permohonan kepada Allah SWT dengan meminta  jodoh yang  diridhoiNya, merupakan kebutuhan penting manusia karena  kesuksesan  manusia mendapatkan jodoh berpengaruh besar dalam kehidupan  dunia dan  akhirat seseorang.
2. Melalui mediator, antara lain:
a. Orang tua. Seorang muslimah dapat meminta orang tuanya untuk   mencarikannya jodoh dengan menyebut kriteria yang ia inginkan. Pada masa   Nabi SAW, beliau dan para sahabat-sahabatnya segera menikahkan anak   perempuan. Sebagaimana cerita Fatimah binti Qais, bahwa Nabi SAW   bersabda padanya : Kawinlah dengan Usamah. Lalu aku kawin dengannya,   maka Allah menjadikan kebaikan padanya dan keadaanku baik dan   menyenangkan dengannya (HR. Muslim).
b. Guru ngaji (murabbiyah). Jika memang sudah mendesak untuk menikah,   seorang muslimah tidak ada salahnya untuk minta tolong kepada guru   ngajinya agar dicarikan jodoh yang sesuai dengannya. Dengan keyakinan   bahwa jodoh bukanlah di tangan guru ngaji. Ini adalah salah satu upaya   dalam mencari jodoh.
c. Sahabat dekat. Kepadanya seorang muslimah bisa mengutarakan   keinginannya untuk dicarikan jodoh. Sebagai gambaran, kita melihat   perjodohan antara Nabi SAW dengan Khadijah RA. Diawali dengan   ketertarikan Khadijah RA kepada pribadi beliau yang pada saat itu   berstatus karyawan pada perusahaan bisnis yang dipegang oleh Khadijah   RA. Melalui Nafisah sebagai mediatornya akhirnya Nabi SAW menikahi   Khadijah RA..
d. Biro Jodoh. Biro jodoh yang Islami dapat memenuhi keinginan   seorang muslimah untuk menikah. Dikatakan Islami karena prosedur yang   dilakukan sesuai dengan syariat Islam. Salah satu di antaranya adalah   Club Ummi Bahagia.
3. Langsung, dalam arti calon sudah dikenal terlebih  dahulu dan ia  berakhlaq Islami menurut kebanyakan orang-orang yang  dekat dengannya  (temannya atau pihak keluarganya). Namun pacaran tetap  dilarang oleh  Islam. Jika masing-masing sudah cocok maka segera saja  melamar dan  menikah. Kadang kala yang tertarik lebih dahulu adalah  muslimahnya, maka  ia dapat menawarkan dirinya kepada laki-laki saleh  yang ia senangi  tersebut (dalam hal ini belum lazim di tengah-tengah  masyarakat kita).  Seorang sahabiat pernah datang kepada Nabi SAW dan  menawarkan dirinya  pada beliau. Maka seorang wanita mengomentarinya,  “Betapa sedikit rasa  malunya.” Ayahnya yang mendengar komentar putrinya  itu menjawab, “Dia  lebih baik dari pada kamu, dia menginginkan Nabi  SAW dan menawarkan  dirinya kepada beliau.”
Sebuah cerita bagus dikemukakan oleh Abdul Halim Abu Syuqqoh   pengarang buku Tahrirul Mar’ah, bahwa ada seorang temannya yang   didatangi oleh seorang wanita untuk mengajaknya menikah. Temannya itu   merasa terkejut dan heran, maka wanita itu bertanya, “Apakah aku   mengajak Anda untuk berbuat haram? Aku hanya mengajak Anda untuk kawin   sesuai dengan sunnah Allah dan Rasul-Nya”. Maka terjadilah pernikahan   setelah itu.
Semua upaya tersebut hendaknya dilakukan satu persatu dengan rasa   sabar dan tawakal tidak kenal putus asa. Di samping itu seorang muslimah   sambil menunggu sebaiknya ia mengaktualisasikan kemampuannya. Lakukan   apa yang dapat dilakukan sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan  dakwah.  Jika seorang muslimah kurang pergaulan, bagaimana ia dapat  mengenal  orang lain yang ingin menikahinya.
Barangkali perlu mengadakan evaluasi terhadap kriteria pasangan hidup   yang ia inginkan. Bisa jadi standar ideal yang ia harapkan menyebabkan   ia terlalu memilih-milih. Menikah dengan orang hanif (baik  keagamaannya)  merupakan salah satu alternatif yang perlu diperhatikan  sebagai suatu  tantangan dakwah baginya.
Akhirnya, semua usaha yang telah dilakukan diserahkan kembali kepada   Allah SWT. Ia Maha Mengetahui jalan kehidupan kita dan kepadaNyalah  kita  berserah diri. Wallahu A’lam bishowab. (hudzaifah/hdn)
0 komentar:
Posting Komentar