2.1
Paham Kebangsaan
Paham kebangsaan merupakan pemahaman
rakyat serta masyarakat terhadap bangsa dan negara Indonesia yang
diproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.Uraian rinci
tentang paham kebangsaan Indonesia sebagai berikut.
Pertama,
“atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa” pada 17 Agustus !945, Bersamaan dengan
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia lahirlah sebuah bangsa yaitu “Bangsa
Indonesia”, yang terdiri atas bermacam-macam suku, budaya, etnis, dan agama.
Kedua, bagaimana mewujudkan masa depan
bangsa ? Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa
perjuangan bangsa Indonesia telah mengantarkan rakyat Indonesia menuju suatu
negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Uraian tersebut
adalah tujuan akhir bangsa Indonesia yaitu mewujudkan sebuah masyarakat yang
adil dan makmur. Untuk mewujudkan masa depan bangsa Indonesia menuju ke
masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui
program pembangunan nasional baik fisik maupun nonfisik.
2.2
Rasa kebangsaan
Rasa
kebangsaan sebenarnya merupakan sublimasi dari Sumpah Pemuda
yang menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati dan disegani diantara
bangsa-bangsa di dunia. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang kuat atau
besar, manakala kita secara individu maupun kolektif tidak merasa memiliki
bangsanya. Rasa kebangsaan adalah suatu perasaan rakyat,
masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia dalam perjalanan
hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Kita sering membaca dan mendengar melalui media massa
baik elektronik maupun cetak bahwa banyak orang menyampaikan pendapatnya sesuai
dengan cara pikiran mereka masing-masing namun jarang sekali di temukan yang
dapat memecahkan masalah.
2.3
Semangat Kebangsaan
Semangat Kebangsaan
adalah perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan.
Kondisi semangat Kebangsaan atau nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari
kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman.
Sebagai contoh, kita lihat beberapa negara dunia ketiga atau negara berkembang
yang terkena sanksi embargo dari Dewan Keamanan PBB, nyatanya mereka sampai
sekarang masih tetap bertahan dan mampu hidup, karena bangsa tersebut memiliki
semangat Kebangsaan yang mantap. Berbicara Semangat Kebangsaan, kita tidak
boleh lepas dari sejarah bangsa, antara lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di
Surabaya dan Peristiwa 15 Desember 1945 di Ambarawa, dimana Semangat kebangsaan
diwujudkan dalam semboyan “Merdeka atau Mati”. Semangat Kebangsaan merupakan
motivasi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila
sebagai dasar negaranya. Motivasi tersebut bagi seorang prajurit TNI harus
dibentuk, dipelihara dan dimantapkan sehingga seorang prajurit akan rela mati
demi NKRI. Kita sadar betul bahwa kondisi bangsa yang pluralisme atau
kebhinekaan memerlukan suatu pengelolaan yang baik, sehingga tidak menjadi
ancaman bagi keutuhan dan kesatuan bangsa. Dan rasa kesetiakawanan sosial akan
mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Kesetiakawanan sosial, mengandung
makna adanya rasa satu nasib dan sepenanggungan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hadirnya rasa kepedulian terhadap sesama anak bangsa bagi mereka
yang mengalami kesulitan akan mewujudkan suatu rasa kebersamaan sesama bangsa.
2.4 Integrasi Nasional
Pemahaman
integralistik yang dianut oleh bangsa Indonesia bersumber dari pemikiran Mr.
Soepomo yang disampaikan di depan sidang BPUPKI pada tahun 1945. Paham
integralistik ini merupakan salah satu aliran dalam teori tentang negara. Menurut
aliran pikiran integralistik ini negara dibentuk tidak untuk menjamin
kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan
masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
Negara ialah
suatu masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala
anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat
yang organis. Hal yang terpenting dalam negara yang berdasarkan aliran pikiran
integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada
sesuatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap
kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan
hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Berdasarkan
pemikiran itu, maka semangat dan struktur kerohanian, dan bangsa Indonesia
bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, poersatuan kawulo dan gusti yaitu
persatuan antar dunia luar dan dunia batin, antara makrokosmos dan mikrokosmos,
antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya.Segala manusia sebagai seseorang,
golongan manusia dalam suatu masyarakat dan golongan-golongan lain dari
masyarakat itu, dan tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia
seluruhnya dianggap mempunyai tempat dan kewajiban hidup (dharma)
sendiri-sendiri menurut kodrat alam.Segala golongan makhluk, segala sesuatu
saling berpengaruh dan kehidupan mereka bersangkut-paut.Hal itu merupakan idea
totaliter, idea integralistik dari bangsa Indonesia, yang terwujud juga dalam
susunan tatanegaranya yang asli.
Dalam suasana
persatuan antara rakyat dan pimpinannya, antara golongan-golongan rakyat satu
sama lain, segala golongan diliputi oleh “semangat gotong royong, dan semangat
kekeluargaaan”.
Menurut aliran pikiran
tentang negara integralistik yang dianggap sesuai dengan semangat Indonesia
asli itu, negara tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang terbesar
dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling
kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat), akan tetapi mengatasi
segala golongan dan segala seseorang, mempersatukan diri dengan segala lapisan
rakyat seluruhnya.
Dari uraian Mr. Soepomo
di atas dapat dikemukakan bahwa di dalam masyarakat yang integralistik, setiap
anggota, warga, dan setiap golongan diakui dan dihormati kehadiran dan
keberadaannya (eksistensinya), diakui hak dan kewajiban serta fungsinya
masing-masing dalam mencapai tujuan bersama.Sebaliknya setiap warga
berkewajiban dan bertanggung jawab atas terlindunginya kepentingan,
keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat seluruhnya. Dengan paham
integralistik dan kebersamaan, bangsa Indonesia percaya akan dapat mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Secara rinci ciri-ciri
tata nilai integralistik menurut Suprapto (1994) adalah sebagai berikut:
a. Bagian
atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan kesatuan organis.
b. Eksistensi
setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya secara keseluruhan. Masing-masing
anggota, bagian, golongan memiliki tempat dan kewajiban (dharma)
sendiri-sendiri merupakan persatuan hidup.
c. Tidak
terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang penting.
d. Tidak
terjadi dominasi mayoritas dan tirani minoritas.
e. Tidak
memberi tempat bagi pahamindividualisme, liberalisme, dan totalitarisme.
f. Mengutamakan
keselamatan maupun kesejahteraan, kebahagiaan bagi seluruh bangsa dan negara.
g. Mengutamakan
penunaian kewajiban daripada penuntutan pada hak-hak dan pribadi/golingan.
h. Mengutamakan
upaya memadu pendapat daripada mencari menang sendiri.
i.
Disemangati kerukunan, keutuhan,
persatuan, kebersamaan, setia kaean, dan gotong royong.
j.
Saling menolong, membantu, dan bekerja
sama.
k. Berdasarkan
kasih sayang, pengorbanan, pria dan wanita, individu dan masyarakat serta
lingkungan.
Penerapan
nilai keberhasilan dalam kehidupan menuntut pada setiap manusia untuk
mengendalikan diri, yakni untuk mengarahka manusia melakukan pengendalian diri,
yakni untuk mengarahkan aktivitas pribadinya menuju terselenggaranya kehidupan
yang selaras, serasi dan seimbang demi tercapainya kehidupan bersama yang
sejahtera, adil, makmur, dan bahagia lahir dan batin. Nilai kebersamaan
menuntut kepada tiap individu untuk meletakkan kepentingan dan keinginan
pribadi dalam rangka kebersamaan hidup, dan dalam rangka mewujudkan kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.Dalam hal ini tidak berarti bahwa kepentingan
pribadi atau golongan justru merupakan motivasi terbinanya kesejahteraan
bersama.Dengan menerapkan nilai kebersamaan diharapkan tercipta suatu
keselarasan dan keseimbangan antara kehidupan jasmani dan rohani, antara wanita
dan pria, antara kepentingan individu dan masyarakat dan antara kehidupan
duniawai dan kehidupan akherat.
Nilai-nilai
yang merupakan penjabaran tata nilai integralistik ini diterapkanoleh bangsa
Indonesia dalam mengatur tata hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia,
dengan bangsanya, dan dengan alam sekitarnya.Nilai-nilai keselarasan,
keserasian, keseimbangan, ke Bhinneka TunggalIkaan, kekeluargaan mewarnai
hubungan-hubungan tersebut.Inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila,
pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar Negara Republik Indonesia dan ideologi
bangsa.
Persoalan
yang perlu kita pertanyakan adalah setelah kita terima paham negara
integralistik Indonesia, kemudian bagaimana implementasinya?Berikut ini
disajikan tulisan Moerdiono (1991) pada Refreshing Course Penyelenggaraan
Pemerintahan di Daerah bagi Pejabat Eselon I dan Wakil Gubernur.
Integrasi nasional
dapat dipahami dari dua segi yaitu
(1) integrasi nasional
secara Vertikal dan
(2) integrasi Nasional
secara Horizontal.
Integrasi
nasional secara vertikal membahas bagaimana mempersatukan
pemerintah nasional dengan rakyatnya, yang tersebar dalam daerah yang luas.
Oleh karena rakyat itu
hidup di bawah kepemimpinan pimpinannya masing-masing, maka Integrasi nasional
secara vertikal ini juga akan berarti mempersatukan pemerintah pusat dengan
kepemimpinan di tingkat daerah.
Integrasi
nasional secara horizontal membahas bagaimana mempersatukan rakyat
yang majemuk, hidup dalam berbagai golongan primordial yang beranekaragam nilai
lembaga serta adat kebiasannya, sehingga merasa bagian dari satu bangsa yang
sama.
Khusus tentang
Integrasi nasional yang vertikal ada (empat) tugas konstitusional yang bersifat
abadi dari pemerintah Indonesia: yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia. (2) memajukan kesejahteraan umum, (3)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan akhirnya (4) ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Empat
tugas pemerintah yang juga disebut “tujuan nasional”, sekaligus menjadi tolok
ukur bagi keberhasilan atau kegagalannya. Keadaan yang harus diciptakan oleh
pemerintahan yang baik adalah (1) terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia; (2) majunya kesejahteraan umum; (3) cerdasnya
kehidupan bangsa dan (4) ikutnya kita dalam pelaksanaan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berdasarkan
pasal 4 ayat (1) UUD 1945, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.Sudah barang tentu Presiden tidak
bekerja sendiri.Di tingkat pusat, Presiden dibantu oleh Wakil Presiden, para
menteri serta para Kepala lembaga pemerintah non departemen.Di tingkat daerah
Presiden dibantu oleh para Gubernur Kepala Daerah beserta seluruh jajarannya.Di
luar negeri Presiden dibantu oleh para Duta Besar dan para Duta.Sekretariat
Negara memberikan pelayanan kepada Presiden dari segi Administratif.
Undang Undang
Dasar tahun 1945 yang menganut sistem pemerintahan presidensil sudah barang
tentu banyak memberikan ketentuan tentang lembaga kepresidenan ini.Jauh lebih
banyak dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya.
Untuk tingkat
daerah, kelihatannya UUD 1945 mengenal perbedaan antara satuan masyarakat
sosiokultural dan satuan masyarakat sosial politik.Perbedaan ini kiranya amat
penting untuk kita pahami benar-benar.
Secara kultural,
bangsa kita adalah majemuk dan kemajemukan itu sendiri adalah produk dari
sejarah yang panjang dan tidak bisa diabaikan begitu saja.Oleh karena itulah,
secara sadar kita mengambil sesanti Bhinneka Tunggal Ika sebagai lambang
negara.
Kemajemukan ini
akan mempunyai relevansi ideologi, politik dan pemerintahan. Ideologi persatuan
yang disepakati para pemimpin di tingkat, masih harus dipahami dan didukung
oleh masyarakat kita yang tersebar di daerah kepulauan yang luas ini. Hal itu
jelas akan dilakukan masyarakat sesuai dengan sistem nilai budayanya sendiri.
Hal ini adalah wajar saja dan memang demikianlah seharusnya.
Dari sisi
politik dan pemerintahan, kita bersama mengetahui bahwa walaupun seluruh
peraturan perundang-undangan kita berlaku sama untuk seluruh daerah, namun
implementasinya di lapangan akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
budaya ini. Kampanye organisasi kekuatan sosial politik, misalnya jelas perlu
bersifat “taylor-made” untuk daera-daerah. Kekeliruan dalam memilih tema
kampanye, seandainya yang akan menyinggung nilai-nilai dasar yang dianut
masyarakat daerah tersebut, akan berarti hilangnya dukungan pemilih.
Sudah barang
tentu dalam setiap masyarakat sosial budaya tersebut juga akan terjadi dinamika
dan perubahan, di samping adanya kesinambungan. Perubahan dan kesinambungan itu
harus dikaji secara sungguh-sungguh, agar kebijakan yang akan kita ambil
mendapat dukungan masyarakat di lapangan. Hal itu bisa dilakukan dengan dimulai
apa yang disebut sebagai studi kewilayahan (“regional studies”). Pemerintah
Hindia Belanda dahulu menamakan sebagai ideologi.
Gagasan satuan
masyarakat sosial politik ditemukan dalam pasal 18 UUD 1945 sebagai berikut:
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang
anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis.
5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan Pemerintahan Pusat.
6) Pemerintahan Daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Dengan demikian, satuan
masyarakat sosial politik ini merupakan masyarakat hukum, dibentuk dengan
undang-undang, merupakan bagian dari sistem pemerintahan nasional.
Secara ideologis
dan secara konstitusional, masalah sistem pemerintahan di tingkat daerah yang
kita hadapi adalah bagaimana menyusun tatanan pemerintahan yang bisa memberi
peran fungsional terpadu baik pada satuan masyarakat sosiokultural yang
bersifat asli ini maupun pada satuan masyarakat sosiopolitik yang dirancang
secara nasional.
Hal itu bisa
dilakukan dengan memberi peluang untuk mengadakan penyesuaian secara lokal pada
ketentuan-ketentuan hukum yang secara nasional dibuat dalam garis-garis besar
saja.Beberapa daerah bahkan sudah menemukan wujudnya yang operasional, seperti
gerakan “Manunggal Sakato” yang dikembangkan di daerah Sumatera Barat.
Cara berpikir
seperti ini juga sudah mulai diperkenalkan dalam pendidikan, dengan memberi
peluang untuk adanya muatan lokal dalam kurikulum, yang bersifat komplementer
dan suplementer dengan kurikulum yang bersifat nasional.