Minggu, 02 Januari 2011

Antara Gengsi dan Idealisme

by Rindro Suluh Nugroho

Dilihat dan dicermatinya dengan baik biodata yg sedang dipegangnya. "Bagaimana akhi menurut antum, sudah sesuai dengan kriteria yg antum inginkan?" sang ustadz bertanya. "Sepertinya belum Ustadz" jawabnya. "Lantas pasangan hidup seperti apalagi yang kamu inginkan, ingat ini sudah biodata yang ke 10 lho", sang Ustadz mengingatkan. Nampak roman mukanya yg sedikit berubah mendengar jawaban tersebut, maklumlah ini sudah kali ke 10 beliau berusaha mencarikan calon pendamping hidup yg kriterianya sesuai dengan apa yg diinginkan oleh muridnya tersebut.

Dari ke 10 biodata yg telah diberikannya, rata2 berpendidikan terakhir min S1, bekerja pula, memiliki kafaah dalam bidang tertentu, dari segi fisik juga okelah. Itulah yg membuat sang Ustadz laksana orang yg 'frustasi'. Memang sih dari sekian kriteria yg diajukan tidak setiap calon yg telah diajukan memiliki kriteria yg lengkap seperti yang diinginkan. Semuanya plus minus tentunya tak ada yg 100% sesuai keinginan.

Sampai2 ada seorang teman yg berkata sambil berseloroh," Bro, ente itu sebenarnya mau cari istri yg kayak gimana sih? Klo ada wanita yg memiliki semua kriteria seperti yang antum inginkan, jangankan ente, saya yg udah punya bini juga masih mau.." (dasar cowok kali yee..)

Kadang suatu kali kita perlu juga bertanya pada diri sendiri, benarkah 'idealisme' dalam hal mencari pasangan hidup (baca: kriteria calon pendamping) benar2 murni berdasarkan idealisme dan ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, atau sekedar utk memenuhi ego pribadi saja? 'Ego Pribadi' ?? Apa bisa begitu? Mungkin saja, karena kita kadang tidak sadar ketika kekeuh dalam memegang prinsip, seringkali syaiton turut bermain dalam mempengaruhi perasaan kita. Antara kita menjadi sombong dengan prinsip kita atau kita benar2 istiqomah dalam menjalankan prinsip tersebut. Mungkin jika pilihannya yg kedua (istiqomah) tak ada masalah. Namun jika idealisme tersebut sudah terkontaminasi dengan syahwat dan hawa nafsu, maka apalah maknanya?

Memang Allah telah berfirman dalam Kitab-Nya, bahwa laki2 sholeh adalah utk wanita2 sholehah pula demikian sebaliknya.

Disisi lain Rasulullah juga pernah bersabda agar kita mempermudah suatu urusan bukannya mempersulit. Termasuk urusan pernikahan. Rasul sudah memberikan kriteria yg 4 macam itu. Kadang seringnya kita menambah2 dengan kriteria yg ada di kepala kita, ntah itu dalam hal pendidikan, kafaah, pekerjaan, dll. Jangan2 kita sudah terlalu lama berfikir salah kaprah: "klo bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?" Macam birokrat2 'sontoloyo' yg biasa kita temui di Kelurahan, Kecamatan, KUA, dll. Mudah2an sih gak sampe seperti itu.

Ada seseorang yang kebetulan saya tahu beliau, sebegitunya dalam memegang teguh kriteria calon suami. Dari segi pendidikan saja ingin yang min S2 belum yg lain2nya. Hingga usianya kepala empat lebih masih juga belum menemukan jodohnya. Sebenarnya apa sih yang dicari? Klo mau cari pasangan macam sahabat2 Rasul jaman dulu.. pliss deh, ini udah zaman millenium gitu loh. Seabrek masalah sudah sedemikian banyaknya di hadapan kita. Tak heran jika Rasulullah menyebutkan, bahwa generasi setelah beliau dan para sahabat, serta para tabiin adalah generasi terbaik. Karena ummat setelah mereka mampu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya padahal belum pernah melihat sosok Rasulullah. Sesekali perlu lah kita melihat realita yang ada di sekitar kita dan marilah kita menyadari ada hal2 yg lebih penting dari 'sekedar' mempertahankan sebuah 'Idealisme' yg pada akhirnya bisa menyulitkan diri sendiri.

Tentu saja, saya tidak menafikkan hak2 seseorang untuk mempertahankan apa yg telah diyakininya, namun ibarat aliran sungai yang mengalir jauh dari atas gunung, maka ia tak akan berjalan lurus saja utk memenuhi apa yg diinginkannya. Tapi ia akan berlaku fleksibel, menyesuaikan dengan kondisi alam yang akan dilaluinya. Hingga akhirnya ia akan bertemu dengan apa yg menjadi tujuan hidupnya, yaitu sang lautan. Itulah ayat-2 kauniyah yg terkadang terlewat dari wacana berfikir kita. Walau tidak selalu, namun hal2 sepele seperti itu nyaris selalu terlewat begitu saja. Sungguh hidup yg sia2 jika kita tak pernah mau berlaku bijaksana dalam upaya mengapai sesuatu yg menjadi cita2 dan tujuan. Tak ada hal2 yg bisa sesuai 100% dengan yang kita harapkan dan kita raih. Belajar menerima kenyataan mungkin sudah harus kita lakukan.

Di jaman dahulu ada sepasang suami istri, sang istri terkenal dengan kecantikan dan kesholehahannya sementara sang suami dikenal sebagai orang yang biasa2 saja dan bukan seorang yang ganteng pula. Namun ada dua kebaikan yang diperoleh oleh pasangan tersebut. Pertama, sang istri yang cantik dan sholehah tersebut senantiasa bersabar dengan kondisi suaminya. Kedua, demikian pula sang suami yang senantiasa bersyukur karena mendapatkan istri yang cantik dan sholehah. Tak ada pasangan di masa ini yg benar2 keduanya memiliki kriteria yg ideal bagi pasangannya masing2. Yang ada adalah bagaimana kita bisa menerima segala kekurangan yg dimiliki oleh (calon) pasangan kita serta bisa memberikan segala kelebihan yang kita miliki, demikian pula sebaliknya. Tanpa itu sebuah kehidupan rumah tangga akan berjalan dengan pincang.

Pada akhirnya semua urusan kita kembalikan kepada Sang Maha Pemberi Rejeki, Jodoh dan Maut, Allah Azza wa jalla. Introspeksi dan senantiasa mawas diri semoga menghiasi hari2 kita.

Wallahu a'lam

0 komentar:

Posting Komentar