Hi Mommy!!!
Halo mama, aku bayimu. Kamu belum tau aku, karena umurku masih beberapa minggu. Kamu akan segera mengetahui aku tidak lama lagi, aku berjanji. Biarkan aku memberitahumu beberapa hal tentang diriku. Namaku Maria, dan aku memiliki mata dan rambut hitam yang indah. Yah, mungkin saat ini aku belum memilikinya, tapi aku akan memilikinya ketika aku lahir. Aku akan menjadi anakmu satu-satunya, dan kau memanggilku “the one and only”.
Aku akan tumbuh tanpa banyak waktu dengan papa, tapi kita akan memiliki satu sama lain. Kita akan saling membantu dan menyayangi. Ketika besar nanti, aku ingin menjadi seorang dokter. Kau menyadari kehadiranku hari ini mama, kau begitu bahagia dan tidak dapat menunggu untuk memberitakan kabar ini pada semua orang. Yang dapat kau lakukan sepanjang hari adalah tersenyum, dan hidup terasa begitu sempurna. Kau memiliki senyum yang indah, mama.
Senyummu adalah wajah pertama yang akan aku lihat dalam hidupku, dan akan menjadi hal yang paling indah yang pernah aku lihat dalam hidupku . Aku sudah tau itu. Hari ini adalah hari saat kau memberitahu papa. Kau begitu bersemangat untuk memberitahu papa tentang aku. Tapi papa tidak senang, mama. Papa sepertinya marah. Aku tidak yakin kau menyadarinya, tapi papa marah. Papa mulai berbicara tentang sesuatu mengenai uang, tagihan dan hal lain yang belum bisa aku pahami. Kemudian papa melakukan hal yang menakutkan, mama. Papa memukulmu. Aku dapat merasakan bahwa kau terjatuh, dan tanganmu berusaha melindungiku. Aku baik-baik saja, tapi aku sangat sedih. Lantas kau menangis, mama. Itu adalah suara yang tidak aku suka. Suara itu membuatku tidak merasa nyaman. Hal itu membuatku ikut menangis. Setelah itu, papa meminta maaf dan memelukmu kembali. Kau memaafkannya, mama, tapi aku tidak yakin dapat melakukannya. Itu tidak benar. Kau bilang papa mencintaimu, namun mengapa dia menyakitimu? Aku tidak suka itu, mama. Akhirnya, kau dapat melihatku! Perutmu sedikit membesar, dan kau begitu bangga. Kau pergi dengan mamamu untuk membeli baju baru, dan kau amat sangat bahagia. Kau juga bernyanyi untukku. Kau memiliki suara yang paling indah di dunia. Saat kau menyanyi adalah saat paling membahagiakan untukku. Dan kau berbicara padaku, akupun merasa aman. Sangat aman. Kau hanya perlu menunggu, mama. Ketika aku lahir, aku akan menjadi sempurna hanya untukmu. Aku akan membuatmu bangga, dan akan menyayangimu dengan segenap hatiku. Sekarang, aku dapat menggerakkan tangan dan kakiku, mama. Aku melakukannya karena kau meletakkan tanganmu ke perut untuk merasakan aku, dan aku tertawa, kau juga tertawa. Aku menyayangimu,mama. Papa datang mengunjungimu hari ini, mama. Aku sangat takut. Dia berlagak konyol dan berkata melantur. Papa bilang bahwa dia tidak menginginkanmu. Aku tidak tau kenapa, namun itu yang dikatakan papa. Kemudian dia memukulmu lagi, aku sangat marah. Ketika aku besar, aku berjanji tidak akan membiarkanmu terluka! Aku berjanji untuk melindungimu. Papa jahat. Aku tidak peduli bahwa kau berpikir kalau dia adalah orang yang baik, menurutku dia jahat. Dia memukulmu, dan dia bilang, dia tidak menginginkan kita. Dia tidak suka aku. Mengapa dia tidak suka aku, mama? Kau tidak berbicara denganku malam ini, mama. Apakah semuanya baik-baik saja? Sudah tiga hari sejak kau bertemu papa. Kau belum berbicara denganku atau menyentuhku atau melakukan apapun setelah kejadian itu. Kau masih menyayangiku kan ma? Aku masih menyayangimu. Aku rasa kau sangat sedih. Satu-satunya waktu dimana aku merasakanmu adalah ketika kau tidur. Kau emmelukku dengan tanganmu, dan aku merasa aman dan hangat. Tapi mengapa kau tidak melakukannya lagi ketika terbangun dari tidur? Aku berumur 21 minggu hari ini, mama. Tidakkah kau bangga padaku? Kita akan pergi ke suatu tempat hari ini, dan tempat ini adalah tempat yang baru, aku sangat bersemangat. Tempat ini seperti rumah sakit. Aku ingin menjadi dokter ketika aku besar nanti, mama. Aku harap kau bersemangat seperti hanya aku, aku tak dapat menunggu lagi. Mama, aku merasa takut. Jantungmu masih berdetak, tapi aku tidak tau apa yang kau pikirkan.
Dokter berbicara padamu. Aku merasa bahwa sesuatu akan segera terjadi. Aku amat sangat takut, mama. Tolong berkatalah padaku bahwa kau menyayangiku. Lalu aku akan merasa aman lagi. Aku menyayangimu! Mama, apa yang kau lakukan padaku? Itu sakit! Tolong hentikan mereka, mama! rasanya tidak enak! Mama, tolong… tolong aku, suruh mereka berhenti! Jangan khawatir mama, aku aman. Aku di surge bersama para malaikat sekarang. Mereka memberitahuku apa yang kau lakukan, dan mereka bilang itu adalah ABORSI. Kenapa mama? kenapa kau melakukan itu? Tidakkah kau menyayangiku lagi? Kenapa kau melenyapkanku? Aku meminta maaf dengan sangat jika aku melakukan kesalahan, mama. Aku menyayangimu! Aku menyayangimu dengan segenap hatiku. Mengapa kau tidak menyayangiku? Aku ingin hidup, mama! Tolong! Sangat menyakitkan ketika mengetahui bahwa kau tidak peduli denganku, dan tidak berbicara denganku. Tidakkah aku cukup menyayangimu? Tolong katakana kau akan tetap menjagaku, mama. Aku ingin hidup dan tersenyum, dan melihat awan dan melihat wajahmu, serta tumbuh menjadi dokter. Aku tidak ingin berada disini, aku ingin kau menyayangiku lagi! Aku minta maaf kalau aku melakukan kesalahan, Aku sayang mama. Aku sayang mama.
Setiap aborsi adalah….
Satu jantung yang berhenti berdetak..
Dua mata yang tidak akan pernah melihat..
Dua tangan yang tidak akan pernah menyentuh..
Dua kaki yang tidak akan pernah berlari..
Satu mulut yang tidak akan pernah berbicara..
untuk teman"q yang setuju melawan aborsi sebarkan ini ya...
Kamis, 22 Desember 2011
Minggu, 04 Desember 2011
8 Makanan Sehat Pendukung Diet
Usaha Anda untuk menurunkan berat badan dan membuatnya langsing lewat berdiet dan berolahraga secara rutin, mungkin sudah Anda jalani cukup baik.
Kini Anda hanya memerlukan sebuah usaha lanjutan. Ada baiknya Anda mencari jenis makanan pendukung yang bekerja baik pada tubuh yang dapat mempertahankan konsistensi diet yang Anda jalani.
8 jenis makanan berikut ini, mungkin bisa menjadi pilihan diet Anda :
1. Apel
Untuk 95 kalori belaka, sebuah apel berukuran sedang mengandung 4 gram serat. Dan penelitian terbaru, yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition, menunjukkan bahwa meningkatkan asupan serat dapat mencegah berat badan naik, dan justru membantu mendorong menurunkan berat badan.
2. Sup
Penelitian yang telah dipublikasikan dalam jurnal Appetite, menunjukkan bahwa mereka yang memulai santapannya dengan sup sayuran, 20 persen mendapat asupan kalori lebih sedikit. Selain itu, sup juga terasa lebih mengenyangkan.
3. Oatmeal
Sarapan dengan oatmeal atau sereal bekatul, 3 jam sebelum melakukan olahraga dapat membantu Anda membakar lebih banyak lemak. Setidaknya inilah yang disarankan oleh suatu penelitian yang telah diterbitkan dalam Journal of Nutrition. Alasannya: mengonsumsi jenis makanan tersebut tidak menaikan gula darah setinggi mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat olahan, seperti roti putih. Pada gilirannya, kadar insulin tidak akan tinggi, karena insulin yang berperan memberi sinyal pada tubuh untuk menyimpan lemak, memiliki kadar yang lebih rendah sehingga dapat membantu membakar lemak.
4. Jamur
Jamur mengandung rendah kalori dan lemak. Namun penelitian menemukan bahwa ketika orang-orang mengonsumsi jamur, mereka merasa kenyang sama seperti ketika mereka mengonsumsi daging sapi.
5. Almond
Mengunyah lebih sering ternyata juga dapat menahan rasa lapar. Ini merupakan kesimpulan penelitian yang terungkap dalam American Journal of Clinical Nutrition. Lewat penelitian tersebut, para partisipan diminta mengunyah 2 ons kacang almond dalam beberapa tahap. Mulai dari 10 kali, 25 kali hingga 40 kali. Ketika mereka mengunyah kacang almond selama 40 kali, mereka merasa kenyang lebih lama. Peneliti, Rick Mate, Ph.D., RD, dari Purdue University, menyimpulkan semakin lama mereka mengunyah kacang almond maka pelepasan lemak semakin besar.
6. Telur
Dalam suatu studi disebutkan, mengonsumsi telur untuk sarapan membuat perut terasa penuh lebih lama dan menurunkan berat badan dua kali lebih banyak dibandingkan mereka yang sarapan dengan roti, meskipun memiliki jumlah kalori yang sama.
7. Cabai
Dalam sebuah penelitian, mengkonsumsi cabai 30 menit sebelum makan, dapat membantu mengurangi rasa lapar pada peserta penelitian. Bahkan porsi makan mereka pun 10 persen cenderung lebih sedikit.
8. Makanan Rendah Kalori
Menurut sebuah studi dalam Prosiding National Academy of Sciences, menghindari asupan makanan manis dapat menyebabkan Anda makan berlebihan. Salah satu alasannya mungkin karena hilangnya asupan makanan manis dapat merangsang pelepasan molekul dalam otak yang disebut corticotropin-releasing factor (CRF), yang dihasilkan ketika Anda merasa takut, cemas atau stres. Stres yang meningkat dapat menurunkan motivasi Anda dalam mengonsumsi lebih banyak makanan bergizi, dan lebih memungkinkan Anda mengonsumsi junk food.
Sumber: conectique
Kini Anda hanya memerlukan sebuah usaha lanjutan. Ada baiknya Anda mencari jenis makanan pendukung yang bekerja baik pada tubuh yang dapat mempertahankan konsistensi diet yang Anda jalani.
8 jenis makanan berikut ini, mungkin bisa menjadi pilihan diet Anda :
1. Apel
Untuk 95 kalori belaka, sebuah apel berukuran sedang mengandung 4 gram serat. Dan penelitian terbaru, yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition, menunjukkan bahwa meningkatkan asupan serat dapat mencegah berat badan naik, dan justru membantu mendorong menurunkan berat badan.
2. Sup
Penelitian yang telah dipublikasikan dalam jurnal Appetite, menunjukkan bahwa mereka yang memulai santapannya dengan sup sayuran, 20 persen mendapat asupan kalori lebih sedikit. Selain itu, sup juga terasa lebih mengenyangkan.
3. Oatmeal
Sarapan dengan oatmeal atau sereal bekatul, 3 jam sebelum melakukan olahraga dapat membantu Anda membakar lebih banyak lemak. Setidaknya inilah yang disarankan oleh suatu penelitian yang telah diterbitkan dalam Journal of Nutrition. Alasannya: mengonsumsi jenis makanan tersebut tidak menaikan gula darah setinggi mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat olahan, seperti roti putih. Pada gilirannya, kadar insulin tidak akan tinggi, karena insulin yang berperan memberi sinyal pada tubuh untuk menyimpan lemak, memiliki kadar yang lebih rendah sehingga dapat membantu membakar lemak.
4. Jamur
Jamur mengandung rendah kalori dan lemak. Namun penelitian menemukan bahwa ketika orang-orang mengonsumsi jamur, mereka merasa kenyang sama seperti ketika mereka mengonsumsi daging sapi.
5. Almond
Mengunyah lebih sering ternyata juga dapat menahan rasa lapar. Ini merupakan kesimpulan penelitian yang terungkap dalam American Journal of Clinical Nutrition. Lewat penelitian tersebut, para partisipan diminta mengunyah 2 ons kacang almond dalam beberapa tahap. Mulai dari 10 kali, 25 kali hingga 40 kali. Ketika mereka mengunyah kacang almond selama 40 kali, mereka merasa kenyang lebih lama. Peneliti, Rick Mate, Ph.D., RD, dari Purdue University, menyimpulkan semakin lama mereka mengunyah kacang almond maka pelepasan lemak semakin besar.
6. Telur
Dalam suatu studi disebutkan, mengonsumsi telur untuk sarapan membuat perut terasa penuh lebih lama dan menurunkan berat badan dua kali lebih banyak dibandingkan mereka yang sarapan dengan roti, meskipun memiliki jumlah kalori yang sama.
7. Cabai
Dalam sebuah penelitian, mengkonsumsi cabai 30 menit sebelum makan, dapat membantu mengurangi rasa lapar pada peserta penelitian. Bahkan porsi makan mereka pun 10 persen cenderung lebih sedikit.
8. Makanan Rendah Kalori
Menurut sebuah studi dalam Prosiding National Academy of Sciences, menghindari asupan makanan manis dapat menyebabkan Anda makan berlebihan. Salah satu alasannya mungkin karena hilangnya asupan makanan manis dapat merangsang pelepasan molekul dalam otak yang disebut corticotropin-releasing factor (CRF), yang dihasilkan ketika Anda merasa takut, cemas atau stres. Stres yang meningkat dapat menurunkan motivasi Anda dalam mengonsumsi lebih banyak makanan bergizi, dan lebih memungkinkan Anda mengonsumsi junk food.
Sumber: conectique
VITAMIN C UNTUK KECANTIKAN KULIT
Penggunaan vitamin C secara oral untuk kecantikan kulit membutuhkan dosis yang tinggi, karena untuk sampai ke kulit vitamin C harus melewati berbagai organ lain, seperti lambung, usus, dan pembuluh darah. Kebutuhan normal tubuh terhadap vitamin C sebenarnya hanya 50 mg per hari. Namun, untuk memperoleh efek kecantikan kulit, dibutuhkan vitamin C dengan dosis 20x lipat yaitu sekitar 1000 mg, sehingga dibuatlah vitamin C dalam bentuk larutan yang dapat langsung diaplikasikan pada kulit. Namun kesulitannya adalah sifat larutan vitamin C yang tidak stabil. Apabila terpapar dengan udara, larutan vitamin C akan mengalami oksidasi sehingga kehilangan efektifitasnya. Bahkan vitamin C yang telah teroksidasi tersebut berbahaya karena dapat membentuk radikal bebas.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan larutan vitamin C yang lebih stabil. Namun harga produk ini menjadi sangat mahal, khususnya yang memiliki konsentrasi cukup untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Produk ini pun masih mengalami oksidasi pada saat digunakan, meskipun membutuhkan waktu yang lebih lama.
Salah satu pilihan untuk mendapatkan larutan vitamin C yang stabil, adalah menggunakan vitamin C dalam bentuk serum. Vitamin C yang digunakan adalah dalam bentuk derivat (turunan). Derivat vitamin C ini lebih mudah diserap oleh kulit dan melepaskan asam askorbat untuk sintesis kolagen. Selain lebih stabil, derivat vitamin C ini tidak terlalu iritatif dibanding vitamin C. Pada saat ini ada 2 bentuk derivat vitamin C yang beredar di pasaran yaitu askorbil palmitat dan askorbil fosfat.
Askorbil palmitat merupakan derivat vitamin C yang larut dalam lemak. Zat ini memiliki berbagai kelebihan di banding vitamin C seperti tidak iritatif, lebih stabil, dan memiliki sifat antioksidan yang setara dengan vitamin E untuk melindungi kulit dari peroksidasi lipid (kerusakan kulit akibat radikal bebas). Sayangnya askorbil palmitat dalam produk perawatan kulit tidak sebaik vitamin C untuk membantu sintesis kolagen.
Ada tips untuk memilih produk kecantikan kulit yang mengandung askorbil palmitat. Pilih produk yang tidak berwarna atau berwarna putih, sehingga apabila terjadi oksidasi akan terlihat perubahan warna menjadi kekuningan. Namun perubahan warna ini baru terlihat apabila sudah terjadi oksidasi tingkat lanjut, sedangkan pada awal oksidasi, tidak terjadi perubahan warna.
Askorbil fosfat adalah derivat vitamin C yang larut dalam air. Zat ini juga tidak terlalu iritatif dan lebih stabil dibanding vitamin C. Kemampuannya untuk memacu sintesis kolagen setara dengan vitamin C namun dengan konsentrasi yang lebih rendah. Jadi askorbil fosfat merupakan pilihan yang baik dibanding vitamin C untuk orang-orang yang memiliki kulit sensitif dan menghindari efek pengelupasan kulit ( vitamin C sangat bersifat asam sehingga menimbulkan efek pengelupasan ).
Saat ini banyak produk perawatan kulit yang mengandung askorbil fosfat, namun kebanyakan produk yang mengandung bahan tersebut memiliki konsentrasi yang kurang efektif untuk memacu sintesis kolagen. Walaupun lebih stabil, zat ini tetap mengalami degradasi secara bertahap bila terpapar dengan udara.
Jadi, jika menginginkan efek untuk memacu sintesis kolagen dan pengelupasan kulit (rejuvenasi), bisa menggunakan vitamin C murni. Namun jika menginginkan efek yang lebih kuat untuk memacu sintesis kolagen, namun tidak menginginkan efek pengelupasan kulit, bisa digunakan derivat vitamin C. Konsultasikan dengan dokter, dan sesuaikan dengan kebutuhan kulit anda.
Selamat menjadi cantik dengan vitamin C!!
Sumber: dr. Yuli Ramunda Yasik, M.KeS
10 Kota Paling Romantis Buat Pacaran
1.Paris
Siapa sih yang tidak kenal dengan romantisme Paris? kota bagi para kekasih dengan makanan yang nikmat, anggur dan nuansa yang menyenangkan. Makan malam romantis dengan lilin indah di dekat menara Eiffel, berjalan bergandengen sepanjang Champs Elysees atau piknik di taman. Paris memberikan romansa dan keindahan bagi pasangan yang jatuh cinta selama berabad-abad.
2.Hawaii
Ternyata Hawaii adalah kota tempat tujuan bulan madu terbesar di dunia, terutama di kalangan orang Amerika. Entah anda di Maui, atau pulau besar lain di Hawaii, tempat ini selalu menawarkan pilihan terbaik pagi pasangan. Pantai dan hutan tropis, kamar hotel mewah, olahraga, dan berbagai hal menarik di alam bebas!
3. St. Thomas
Kota ini terletak di Virgin Islands, dan merupakan kota pantai yang terkenal oleh jajaran pantai indah dan tempat belanja menarik. Kota ini dipenuhi dengan penginapan yang dapat menampung pasangan atau bahkan keluarga. Di kota ini juga dibuat batasan untuk jumlah pesta dan peserta pesta, jadi anda tidak akan kesulitan jika ingin bermesraan dengan pasangan anda!
4. Venesia
Perjalanan dengan gondola di kanal-kanal kota ini sudah menjadi simbol romantisme kota ini. Perjalanan dengan duduk berdekatan dengan pasangan dan dengan penuh kekaguman melihat bagian kota yang indah. Makan malam romantis di restoran Italia dengan berbagai liku-liku menarik yang terkadang akan membawa anda ke gereja indah romantis. Venesia adalah tempat yang akan membuat anda jatuh cinta dan jatuh cinta lagi.
5. Tahiti
Dearah tenang yang terletak di Pasifik Selatan, dengan bungalow pantai indah, yang memungkinkan anda berenang tenang di pagi hari. Bersantai di pasir putih dengan pohon kelapa indah dengan para karyawan hotel yang siap membantu anda apapun dan kapanpun. Pemandangan luar biasa indah di saat matahari terbenam juga tidak akan bisa anda lupakan dengan mudah!
6. Belize
Belize adalah tempat paling indah bagi para pasangan. Pulau yang terletak di tengah karang ini akan membuat pasangan melupakan semua orang karena banyak pantai yang jadi ‘milik pribadi’ dengan air yang dipenuhi ikan karang berwarna warni akan menemani anda. Anda takut berenang? bukan masalah, pantai indah dan pohon palem yang bergorang menanti Anda!
7. Maladewa
23 pulau yang terletak di tengah Samudra Indonesia ini adalah salah satu dari surga dunia. Pulau-pulau karang yang ada hanya sedikit sekali berada diatas permukaan laut, dan gugus karang yang melingkupi pulau ini penuh dengan kehidupan. Negara kecil yang indah dan romantis ini memang adalah tempat paling pas untuk kehidupan yang romantis.
8. Seychelles
Kepulauan yang ada di Samudra Indonesia ini sebenarnya berada di lepas pantai Afrika dan merupakan tempat yang paling santai di dunia. Kehidupan yang eksotis dan nuansa yang tenang akan selalu menanti anda dan pasangan anda. Lapangan golf, spa, perjalanan memancing dan minuman segar tropis akan membuat pasangan yang sedang berbulan madu tidak akan mau kembali ke negara asal mereka lagi.
9. Bruges
Kota kuno dengan setting abad pertengahan di Brussel ini adalah cara terbaik untuk melarikan diri dari segala kebisingan kota. Kota kecil yang tenang ini menjaga kondisi kota tetap seperti kondisi kota ini di abad pertengahan. Jalan-jalan yang dilapisi batu, dengan kafe-kafe kecil di udara terbuka akan membuat anda berasa kembali ke zaman abad pertengahan, lengkap dengan berbagai hal romantis dan indah, minus masalah dan ribut.
10. Tuscany
Daerah yang penuh dengan kebun anggur, villa, dan kota-kota kecil Italia, akan membuat anda merasa seperti berada dalam perjalanan romantis. Anda dapat tinggal di villa bersejarah, dengan makanan terbaik dan anda dapat bersepeda berkeliling kebun anggur yang anda pilih dan minum anggur terbaik pula. Jika anda berada di tempat ini, pasti anda akan mengerti kenapa beberapa orang sama sekali tidak ingin kembali begitu sampai di tempat ini. Singkatnya, tidak ada yang lebih indah dan romantis di Italia daripada Tuscany.
Sumber: Kaskus
Rumah Unik Harga Waw!
Volcano House di Newberry Springs, California
Dibangun tahun: 1968 Harga rumah: $ 750,000
Rumah Volkano ini membuat anda seperti tinggal di luar angkasa yang dikelilingi oleh padang pasir disekitar anda. Kalau anda tidak merasakan sensasi luar angkasa, paling tidak anda akan merasa di suatu daerah yang aneh dan lain daripada yang lain.
Bioscleave di East Hampton, New York
Dibangun tahun: 2007 Harga Rumah: $ 1,000,000
Rumah aneh ini dibangun untuk anda rasakan tinggal di dalam tempat kerja seni. Dari daratan nya yang naik turun seperti naik turun gunung, sampai warna nya yang norak sehingga membuat anda merasa sedang kerja dan tidak diberi kesempatan untuk relax, memang seperti itulah tujuannya.
Sporty Ranch di New Canaan, Connecticut
Dibangun tahun: 1982 Harga Rumah: $ 2,500,000
Tinggal di rumah ini akan membuat anda merasa seperti tinggal di daerah perkebunan tetapi dengan perlengkapan mewah tersedia didalamnya seperti kolam renang bernuansa kebun, tempat berolah raga, dan lainnya.
Riverfront Playground di John’s Creek, Ga.
Dibangun tahun: 1992 Harga Rumah: $ 13,900,000
Rumah ini dibangun dengan gaya Mesir sehingga tidaklah heran kalau anda bisa melihat patung Sphinx (singa manusia), faux, maupun kuburan ala Mesir. Rumah ini juga dilengkapi dengan kapel, kolam rengan berbentuk kerang, dan sederetan barang mewah lainnya
Lyons Valley Castle di Jamul, Calif.
Dibangun tahun: 1930 Harga Rumah: $ 1,750,000
Rumah di lembah ini sudah dibangun dari tahun 1930 dan juga berbentuk benteng.
Apartment at Sea di seluruh dunia
Dibangun tahun: 2002 Harga Apartemen: Dari $ 1.4 juta hingga $ 13.5 juta
Apartemen di lautan ini berawal dari ide cruise ship. Apartemen ini memberikan anda kesempatan untuk tinggal di dalam sebuah apartemen sambil mengarungi lautan. Bagi orang berkantong tebal, apartemen di lautan ini sangat menarik karena para pemilik bisa menentukan desain apartemen mereka sendiri di tambah lagi mereka tidak usah repot-repot memesan tiket untuk keperluan cruise ship ini. Hmmm, sungguh sebuah ide yang sangat menarik.
Lighthouse di Deer Isle, Maine
Dibangun tahun: 1990 Harga rumah: $ 2,873,000
Rumah berbentuk Mercusuar terletak di tepi pantai sehingga membuat anda benar-benar seperti sedang berada di atas mercusuar. Anda bisa memandang ombak-ombak dari ketinggian jendela rumah mercusuar tersebut.
Red Rock Drive Castle di Phoenix, Arizona.
Dibangun tahun: 1977 Harga rumah: $ 3,500,000
30 tahun lalu seorang dokter gigi memutuskan untuk tinggal di rumah yang berbentuk benteng pertahanan. Maka dibangunlah rumah ini.
Batcave di Laguna Beach, California
Dibangun tahun: 2004 Harga rumah: $ 11,850,000
Anda termasuk beruntung kalau bisa melihat rumah ini dari luar karena rumah ini boleh dibilang tersembunyi dari orang-orang. Bahkan untuk menuju ke lokasi harus melewati lorong jalan yang tersembunyi.
Sumber: Kaskus
Tetap Ada Yang Tersisa (The Short Story)
sambungan dari cerpen
Dahsyatnya Paris (short story)
######
Sudah. Sudah di tetapkan dalam diri untuk tidak lagi ke tempat itu. Tapi apa hendak diucap, keadaan mengharuskan. Hanya waktu yang bisa menjawab. Akan jadi apa nantinya.
@@@
Gadis itu meletakkan kembali teleponnya dengan gerakan lunglai. Gak semangat, lebih tepatnya pasrah. Ia kembali duduk di sofa. Ia hembuskan nafas. Melirik sedikit ke jam dinding, hanya beberapa jam lagi.
“Aku pulang.” Seru seseorang dan langsung mengecup keningnya. Gadis itu tersenyum, sebentar.
“Tadi mama nelpon.” Lapornya, Agni.
“Terus bilang apa ?” Tanya Cakka. Ia lepas sepatunya, lalu duduk bersila menghadap ke Agni.
“Pokoknya aku gak mau, gak mau.” Bukannya menjawab, Agni malah meracau gak jelas dan langsung memeluk Cakka. Ia memukul-mukul pelan dada Cakka dan tetap mengatakan ‘gak mau’. Cakka jadi bingung sendiri.
“Apanya yang gak mau ?”
“Aku gak mau menuhin keinginan mama. Aku gak mau.”
Cakka semakin bingung. “Memangnya mama minta apa ?”
Agni menegakkan tubuhnya. Mengatur nafasnya. Kemudian menatap Cakka sayu. “Mama nyuruh ke Paris.” Lirihnya. Ia kembali memeluk Cakka. “Aku gak mau. Pokoknya gak mau.”
Cakka tercekat. Ke Paris ? Untuk apa ?
“Untuk apa ke Paris ?”
“Katanya mama kangen aku trus sekalian aku harus menandatangani berkas.” Agni berujar pelan. Ia semakin erat memeluk Cakka. Takut.
“Yaudah, yaudah. Nanti perginya kan bareng aku. Di jamin baik-baik aja deh.” Ujar Cakka menenangkan. Agni melepas pelukannya. Matanya berbinar, namun detik berikutnya sayu kembali. “Lho, kenapa ?”
“Besok dan lusa kan kamu ada meeting besar.”
Cakka menepuk jidatnya. Ia berfikir keras. “Tapi kasihan mama kalau kamu gak turutin.”
“Jadi gimana donk ?Aku ajak Alvin aja deh.” Agni menelan ludah. Salah ngasih ide. Cakka melotot ganas.
“Gak !” Larang Cakka keras. Tuh kan. Cakka jadi marah. “Daripada sama Alvin mending gak usah sekalian. Aku gak percaya sama dia.”
Agni mengangguk cepat. Setuju dengan Cakka. Dia trauma juga sih berduaan sama Alvin. Bisa-bisa ngomongin masa lalu terus.
“Trus gimana donk ? Kak Iel kan lagi di Jepang.”
Cakka masih berfikir. Sebenarnya ada sih yang di jadiin target, tapi dia kurang yakin. Agni harap-harap cemas menunggu perkataan Cakka. Apapun keputusan Cakka pasti ia terima.
“Biar aku yang urus. Kamu tenang aja. Ok sayang ?” Cakka tersenyum manis lalu mencium kening Agni. Agni mengangguk, dia percaya pada Cakka.
@@@
Di pesawat. Kuping Agni udah panas banget ngedenger ocehan-ocehan orang di sebelahnya. Dari tadi ngeluh mulu. Mana nyalah-nyalahin lagi. Menurut Agni nih orang gak tau terimakasih. Udah ongkos di bayarin, tanggungan di tanggung semua. Eh masih ngoceh aja. Apa susahnya sih dimintain tolong dua hari aja. Toh entar Cakka juga nyusul.
“Cerewet banget sih lo.” Agni mulai sebal. Ia tekuk mukanya.
“Biarin. Kalau bukan gara-gara persahabatan, ogah gue nemenin lo. Mana gue mesti bohong lagi ke Shilla.”
Agni terkejut. “Kok bohong ?”
“Gue kan udah janji sama dia gak akan ke Paris lagi.”
“Kenapa gak jujur aja sih ? Lagian kan lo perginya sama gue.” Agni membenarkan letak selimutnya. Ia mendadak kedinginan.
Rio mencibir. “Entar dia curiga gue ada apa-apa sama lo.”
Pletakkk,,,,jitakan Agni mampir di ubun-ubun Rio.
“Otak lo itu yang gak bener. Ngapain juga kita ada apa-apa. Gak penting banget.”
“Idih,,,gue juga ogah ada apa-apa sama lho. Setahun setengah di anggurin. Karatan juga gue.”
Agni melotot ngeri. Rio cepat-cepat nyengir. “Maksud lo ?”
“Peace, Ag. Peace. Kesalahan penggunaan kosakata.”
Agni udah siap-siap nonjok Rio, tangannya udah menggepal. Tiba-tiba terdengar celetukan dari bangku belakang.
“Lucu ya. Pengantin baru. Masih anget-angetnya.” Seorang ibu-ibu modis nyeletuk. Rio langsung tutup muka. Apaan tuh pengantin baru ? Gue masih lajang ting-ting. Rio ngejerit-jerit dalam hati.
Teman di sampingnya ikut nyeletuk. “Tapi kayaknya lagi hamil deh.”
Giliran Agni yang tutup muka. Selimut langsung ia tarik sampai ke ujung kepala. Sialan tuh ibu-ibu, gak di mana-mana ngegosip mulu.
Sreett,,,,selimut Agni di tarik. Agni cemberut.
“Nanti lo sesak.” Ujat Rio, lembut. Ia rapikan selimut Agni menjadi sebatas pinggang. “Segini aja. Udah gih tidur, muka lo udah rada pucat.”
“Thankz.”
Rio hanya mengangguk-angguk kecil. Kemudian ia memasang earphone dan membuka majalah. Agni sekilas memperhatikan Rio. Manis. WOI AGNI MIKIR APA LO ? Agni cepat-cepat menutup matanya. Bisa bahaya.
@@@
“Aduh, Yo. Mual banget.” Agni terus meringis-ringis sambil memegangi perutnya. Sedari turun pesawat tadi Rio di buat panik setengah mati oleh Agni. Agni muntah-muntah terus. Kayaknya efek pesawat belum terbiasa untuk kendungan Agni.
Rio memijat-mijat tengkuk Agni. Agni muntah lagi. Nyaris ambruk, untuk Rio cepet nahan. Ia mendudukkan Agni di kursi dekat toilet. Muka Agni pucat pasi, lemah. Rio menepuk-nepuk pelan kepala Agni, Agni gak sanggup lagi ngebuka matanya.
“Masih mual ?” Rio bertanya lembut seraya mengelus-elus lengan Agni. Agni menggeleng. “Sanggup jalan gak, Ag ?” Agni menggeleng lagi. Rio makin panik. “Terus gimana ?”
“Duduk di sini aja dulu. Kepala gue pusing.” Agni menyandarkan tubuhnya, tapi malah oleng dan jatuh ke dada Rio. “Sorry.” Ia tegakkan lagi duduknya, tapi jatuh lagi.
“Udah, udah. Sini.” Rio kasihan pada Agni. Ia sandarkan kepala Agni ke dadanya. “Kalau lo udah agak mendingan, baru kita pulang.” Agni mengangguk.
Jadilah Rio dan Agni duduk di sana sampai Agni mendingan. Sesekali Agni menutup mulutnya menahan agar tidak muntah. Tanpa sadar ia malah melingkarkan tangannya ke pinggang Rio. Rio agak kaget, tapi ia biarkan. Toh kondisi Agni sedang lemah. Jadi ya gak apa-apalah.
@@@
Sialan. Efek Paris bener-bener gila. Rencana awal yang Cuma dua hari malah keterusan sampai seminggu. Dan parahnya, Cakka gak muncul-muncul. Meeting Cakka gak tau kapan selesainya. Rio jadi sebal sendiri, tapi dia urung pulang ke Indonesia mengingat Agni sendirian di Paris. Kemarin orang tua Agni berangkat ke Jepang, dadakan. Jadilah Agni yang belum mau naik pesawat wanti-wanti ke Rio untuk nemenin dia di Paris dulu sampai Cakka datang. Rio terpaksa mengiyakan, gak tega sama Agni.
“Yo, mau sarapan apa ?” Tanya Agni. Rio tak merespon. Lagi asyik PS-an bola. “Rio, di tanyain juga.” Agni mulai sebal.
“Terserah lo deh.”
“Kok terserah gue ? Yang sarapan kan lo. Nanti cape’-cape’ gue bikin eh malah gak lo makan.”
Rio mendelik. Si Agni ganggu aja. “Nasi goreng deh.”
“Pake’ apaan ?” Yaelah,,,
“Telur.” Sial. Gawang Rio kebobolan. Jadi makin sebel sama Agni.
“Telur dadar atau mata sapi ?” Gubrakk,,,
“Telur cetak.” Rio menjawab asal. Agni bingung, namun segera melesat ke dapur.
Rio mendengus. Huh,,,pergi juga tuh anak.
@@@
Rio mulai bosan. Kalah PS-an bola. Kalah PS-an avatar. Kok kalah mulu ? Makin BT soalnya Agni gak selesai-selesai ngebuat sarapan. Rio mutusin buat ke dapur, jangan-jangan beneran buat telur cetak tuh si Agni.
Rio cengo’. Benar-benar telur cetak. Bentuknya segitiga. Nah lho, gimana cara buatnya coba ? Tiba-tiba ide jahil muncul di otak Rio. Diam-diam ia mendekati Agni yang sedang mencuci piring, lalu memeluk Agni dari belakang. Beberapa hari ini Rio dan Agni sering bercanda begini, katanya iseng aja.
“Mulai deh.” Seru Agni, manja.
“Duh, Io bantuin ya,,,” Rio bakat banget jadi Aktor. Pernah sekali tetangga Agni mergokin becandaan mereka, dan taraaaa,,,,mereka di kira benar-benar pasangan suami-istri. Rio dan Agni langsung ngakak.
“Gak usah. Io makan aja gih sana.” Agni mengikuti permainan Rio.
Adegan selanjutnya Rio meletakkan dagunya di bahu Agni. Dan Agni mengelus-elus pipi Rio. Klop banget.
“Io maunya Agni suapin.” Rio merengek. Agni terkekeh kecil.
“Siap Agni cuci piring ya, Io...” Rio mengangguk. Ia lalu mengelus-elus perut Agni dan menepuk-nepuk lembut.
Rio berseru lagi. Kali ini sok manja banget. “Wah, dede’nya udah gede ya. Udah berapa bulan ?”
Agni rasanya pengen muntah ngedenger suara Rio. Tapi berhubung dia boring banget dan suka ama becandaan yang beginian, dia balas juga. “Udah empat bulan.” Suara Agni tak kalah manja. Sumpah.
Rio melepas pelukannya lalu membantu Agni mencuci piring. Bukan niat tulus, tapi karena sebel ngeliat Agni kerjanya lambat banget.
“Kok Io ikutan sih ?”
Rio tersenyum manis. “Abisnya Agni lelet sih, Io kan jadi BT nunggunya.”
Agni tau itu sindiran. Refleks ia menyiram Rio. Rio mengelak dan balik menyiram Agni.
Agni cemberut. “Ih,,,Io gak niat nih nolonginnya.” Nadanya semakin manja. Pura-puranya ngambek gitu.
Rio nyengir lalu mengacak-acak rambut Agni dan mengelus pipi chubby Agni. “Maaf deh maaf. Agni sih yang mulai, kan Io jadi ngebales.”
“Sok imut banget sih lo. Jijik gue. Cepetan bilas ini.” Bisik Agni seraya menyerahkan panci. Suasana kembali biasa.
“Cerewet lo ah. Udah untung gue bantuin.” Rio balas berbisik.
Sayang. Yang di belakang tak bisa mendengar dialog terakhir mereka. Ia sudah terlalu sempurna melihat adegan-adegan mesra Rio dan Agni. Sakit sekali. Ia rela meng-cancel semua meetingnya demi bertemu dengan istrinya, tapi istrinya malah seperti ini,,,dengan sahabatnya. Perlahan ia berjalan mendekati Rio dan Agni yang sudah asyik kembali siram-siraman air.
“Oh, begini.” Ucapnya datar, sangat dingin. Agni dan Rio serempak menoleh. Rio langsung melepaskan cengkramannya di pergelangan Agni. “Asyik banget ya...” Ia, Cakka, tersenyum sinis. Matanya mengkilat melihat Agni dan Rio. Ia marah, kecewa, sakit hati.
“Kok mendadak, Kka ?” Rio mencoba berbasa-basi, menetralisir keadaan.
Cakka melihat Rio sekilas. Lalu ia menarik kasar tangan Agni dan membawa Agni ke lantai atas. Agni sampai kewalahan menyamai langkah Cakka. Rio ingin menahan, tapi ia takut malah akan memperkeruh keadaan. Mungkin dia diam saja dulu.
Sesampainya di kamar, Cakka langsung mendorong Agni ketempat tidur. Agni kaget karena di banting begitu. Belum lagi tatapan Cakka yang gak seperti biasanya. Tatapan yang penuh kemarahan, kebencian, dan,,,,,,,nafsu. Agni bergidik. Ia mendadak takut pada Cakka.
Cakka kesetanan. Ia membuka kemejanya dengan kasar, lalu naik ketempat tidur dan menindih Agni. Ia gak peduli dengan Agni yang sepertinya kesakitan dan ketakutan. Ia mencengkram pipi Agni dan ingin merengkuh bibir Agni. Cakka kerasukan. Ia gak peduli dengan Agni yang menjerit-jerit. Ia benar-benar kalam. Ia tarik lengan baju Agni, meninggalkan gores luka di bahunya. Agni menjerit histeris, Cakka semakin menggila. Sampai Cakka merasa ada yang menariknya dan meninju ulu hatinya. Agni menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia ketakutan.
Untung Rio merespon cepat teriakan Agni. Ia terkejut melihat adegan Cakka yang menindih Agni dan mencoba melepas pakaian Agni dengan paksa. Rio mendekati Agni dan membawa gadis itu kepelukannya. Dapat ia rasakan tubuh Agni yang bergetar.
“LEPASIN TANGAN LO !” Cakka menarik Agni dari pelukan Rio dan melayangkan satu bogem ke pelipis Rio. “JANGAN SENTUH DIA.” Nafas Cakka memburu. Agni tak pernah melihat Cakka begini. Jujur, Agni ketakutan.
Rio bangkit. “Lo gak liat dia ketakutan ?” Rio berusaha tenang. Ia lirik Agni, Agni menunduk sambil mencengkram selimut erat.
“Gue liat semuanya. Gue liat adegan mesra kalian. Gue liat lo megang kepala dia. Gue liat lo ngelus pipi dia. Gue liat semua. Jadi ini yang kalian lakuin di belakang gue ?” Cakka menarik kerah Rio. “Lo gue minta ngejagain dia, bukan nyentuh-nyentuh dia seenak jidat lo.”
Rio tersenyum sinis. “Lo salah paham. Itu semua gak seperti yang lo pikir.”
“Iya, Kka. Rio bener.” Agni buka suara.
“DIAM !” Cakka beralih mencengkram bahu Agni. “Dan kamu, kamu ngebiarin gitu aja di peluk sama dia. Kamu gak ngelawan sama sekali. Kamu anggap aku apa, Ag ? Atau jangan-jangan kamu suka sama dia ? Iya ?”
Agni menggeleng.
“Kka, lo salah ---
Bugghhh,,,,
Satu bogem memotong perkataan Rio.
“Simpen omong kosong kalian.” Seru Cakka tajam. Ia tatap Agni. “Dan untuk kamu, aku tunggu di Indonesia. Permisi. Maaf telah menganggu kalian.”
Brakkk,,,,,
Pintu kamar tertutup kembali. Agni membisu. Rio,,,,hanya pasrah melihat rumah tangga sahabatnya di ujung tanduk. Ini salahnya, lelucon yang ia buat berakhir seperti ini. Paris kembali mengukir kenangan buruk.
@@@
Di Indonesia,,,
Keadaan semakin memburuk. Cakka tak mau lagi serumah dengan Agni, dia memilih kembali ke apartment-nya dulu. Rio semakin bingung. Belum lagi Gabriel dan Sivia yang sama sekali tidak bisa kembali ke Indonesia. Semua serasa makin menyesak.
“Yo, Agni makin lemes aja di rumah. Harus cepet selesai semuanya. Aku gak tega sama dia.” Shilla angkat bicara. Untung saja Shilla gadis yang dewasa dan memahami keadaan. Dia sepenuhnya percaya dengan Rio dan Agni : bahwa semua hanya becandaan.
Ify ikut-ikutan bingung. Ia bahkan sudah meremas-remas cangkir. “Cakka kelewatan banget sih ? Heran deh gue.”
“Kamu kan tau, Cakka itu emosian berat.” Alvin menyahuti disertai anggukan cepat oleh Rio.
“Terus gimana donk ? Gak bisa dibiarin gini terus.”
Semua diam. Sibuk dengan pemikiran masing-masing. Semuanya tau, Cakka itu emosian. Tapi gak ada yang menyangka kalau Cakka sampai memilih pisah ranjang dengan Agni, malah pisah rumah. Sepulang Agni dan Rio dari Paris, Cakka sudah tidak di rumah lagi. Agni down. Bahkan Cakka tak pernah sekalipun mengangkat telepon dan membalas sms dari Agni. Dan ini udah masuk minggu ketiga Cakka minggat.
Rio memandang semuanya satu persatu. Ia tarik nafas pelan. “Ini salah gue. Hari ini gue bakal ke apartment Cakka. Gue jelasin semuanya. Sendiri.”
Semua langsung melotot. Gak setuju sama rencana Rio. Rio bosan hidup apa ?
“Kalau mau mati, bukan gitu caranya, Yo.” Alvin melanjutkan. “Lo bisa dibunuh sama Cakka. Gak inget lo, gimana Cakka mukulin gue waktu di Paris ?”
“Iya, Yo.” Ify setuju. “Lagian gue gak yakin Cakka bakal percaya.”
Suasana hening lagi. Rio ngerasa jadi orang yang paling bersalah. Dia udah ngebuat rumah tangga sahabatnya sendiri berantakan. Belum lagi mengingat kehamilan Agni yang masih rentan akan keguguran, ngebuat Rio makin frustasi. Shilla mengerti kondisi kekasihnya, ia belai lembut pelipis Rio. Rio menoleh, ia tersenyum masam.
“Kita selesaiin sama-sama.” Shilla menatap yang lainnya. Mereka mengangguk mantap.
Rio agak lega. Untung ada mereka. Terutama Shilla.
@@@
Entah kenapa hari ini hujan gak berhenti-berhenti. Tapi anehnya, udara tidak begitu dingin. Hanya agak berkabut dan di beberapa ruas jalan air bergenangan. Becek. Keempatnya mendesah hampir bersamaan. Ify tiba-tiba memberi ide.
“Gimana kalau kita ke apartment Cakka ?”
“Ngapain, Fy ?”
Masih kental di ingatan bagaimana Cakka mengusir Agni tiga minggu yang lalu. Lalu bagaimana tiga hari lalu Alvin dan Rio diseret-seret satpam karena bersikukuh ingin menemui Cakka. Dan sekarang mereka harus kesana lagi ? Hhh,,,
“Fy,,,” Shilla memandang sayu ke arah Rio yang sedang menerawang jauh ke jalanan di luar mobil. “Gue gak yakin bakalan gampang ketemu ama Cakka. Gue,,, gue malah yakin banget kita bakal dibawa ke kantor polisi.”
“Coba dulu, donk. Kalian tega ngeliat Agni begini ? Gila ya, Cuma karena salah paham yang gak penting begini, rumah tangga orang bisa ancur. Gak logis.”
Alvin menarik sudut bibirnya. “Suami ngeliat istrinya di peluk pria lain. Gak penting ya, Fy ?”
“Tapi ini salah paham, Vin.”
“Emang si suami peduli ? Bukannya kalau mata udah ngeliat maka hati gak mau tau ?”
“Alvin, ini salah paham !” Suara Ify meninggi. Ia sampai melempar kasar tisu yang ia pegang.
Mobil di rem mendadak. Alvin menoleh ke belakang, ia menunjuk-nunjuk Rio. “Kalau ini bocah gak bercanda yang aneh-aneh, ini semua gak bakal kejadian.” Alvin menghela nafas kesal. “Mereka gak bakalan ribut, Cakka gak bakalan minggat, Agni gak bakalan frustasi, dan kita gak bakalan susah-susah begini untuk memperbaiki rumah tangga orang. Bagian mana yang gak penting ?”
Ketiganya diam. Kenapa Alvin malah jadi emosi ? Mereka ketemuan untuk membicarakan penyelesaiannya. Kenapa malah bersitegang begini ? Rio semakin merasa bersalah. Benar kata Alvin. Kalau ide konyol bercandaannya tidak ia lakukan, semua gak bakalan begini. Iya, benar. Ia memang salah. Harusnya ia yang menyelesaikan ini semua, gak seharusnya ia melibatkan orang lain. Rio menarik nafas, lalu membuangnya dalam satu hentakan pelan. Ia menoleh ke Alvin.
“Biar gue yang selesain. Thankz.”
Rasa kaget belum pulih saat pintu mobil sudah tertutup kembali. Rio keluar. Ia menerobos hujan, lalu menyetop taksi.
@@@
Cakka sudah hampir menghabisan vodka-nya yang kesekian saat bel apartment-nya berteriak ribut. Sempoyongan Cakka berjalan ke ruang depan. Cakka memutar kenop pintu. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, yang langsung mengusir, tapi kali ini pintu ia biarkan terbuka. Masih sempoyongan, Cakka berjalan kembali ke ruang tengah. Rio mengikuti Cakka dalam diam.
“Kka, gue mau jelasin semuanya.”
Mereka duduk hadap-hadapan, lesehan di balkon. Entah Cakka mendadak tuli, entah Cakka memang tidak peduli, tapi yang pastinya Cakka lebih kalem dari tiga hari yang lalu. Ia sama sekali tak memukul Rio. Ia malah asik menghisap dalam-dalam rokoknya dan menegak vodka yang tadi sempat tertunda. Rio mendengus.
“Gue beneran becanda, Kka. Gue gak maksud nyentuh-nyentuh Agni seenak jidat gue.” Rio merampas rokok Cakka. “Pulang, Kka. Agni butuh lo.”
“Sayangnya gue gak butuh dia.” Sorot mata Cakka dingin. Tapi Rio juga menangkap sorot yang penuh luka dan kecewa. Cakka agak kurusan dan kumal. Tidak seperti Cakka yang biasanya. Cakka yang ini terkesan berandal dengan gelas vodka yang tersisa beberapa tetes. “Gue kecewa, gue sakit hati, dan gue marah.”
Rio diam. Cakka lagi nyindir Rio. Rio jadi semakin merasa bersalah.
“Gue gak suka milik gue, terlebih yang paling gue sayang, dipegang gitu aja sama orang lain. Apalagi milik gue bukan barang sembarangan.” Mata Cakka menatap tajam ke setiap inci sosok di hadapannya. “Gue gak suka Agni di sentuh-sentuh sama siapapun. Gak peduli itu serius atau bercanda. Yang gue tau, Agni disentuh. Selebihnya gue gak mau tau.”
Susah payah Rio menelan ludah. Pernyataan Cakka udah cukup ngebuat Rio paham. Cakka bukan marah karena dikhianati, tapi Cakka marah karena dia gak bisa ngejagain sesuatu yang dia punya. Setidaknya Rio menangkap begitu. Dari sorot mata Cakka yang sayu, Rio menangkap kalau Cakka sebenarnya kangen Agni. Tapi Cakka seperti enggan bertemu dengan Agni. Dia marah karena Agni seperti bukan hanya tercipta untuknya. Rio terkesiap, apa Cakka mengira ia dan Agni sudah melakukan lebih dari itu ?
“Gue gak tidur sama Agni, Kka. Demi Tuhan.” Rio gelagapan melihat Cakka yang tersenyum sinis. “Gue gak mungkin makan punya temen sendiri.”
Cakka menyalakan rokok. Ia menghisapnya dalam. “Seminggu di Paris. Berdua.” Asap menggepul. Cakka menoleh. “Banyak hal yang bisa terjadi kan, Yo ?”
Rio membeku. Cakka benar-benar berfikiran begitu ? Cakka, lo terlalu jauh. Gue gak mungkin ngelakuin hal serendah itu. Tapi nyatanya kalimat itu Cuma di telan Rio. Bibir Rio jadi kaku.
Bel apartment kembali berteriak ribut. Puntungan rokok di lempar kasar lalu Cakka menginjaknya penuh nasfu. Ia berjalan ke ruang depan. Siapa lagi kali ini ?
@@@
Kelimanya duduk gusar di depan ruang ICU. Cakka yang paling gusar. Tadi Ify, Shilla, dan Alvin datang ke apartment mengatakan kalau Agni kritis. Pendarahan hebat gara-gara jatuh dari tangga. Cakka shock. Walaupun rasa kecewa masih menyumbat relung hati Cakka, bagaimanapun juga yang dikandung Agni adalah darah dagingnya yang sangat ia nanti-nantikan. Dan kalau Agni kritis, berarti,,, Argh, Cakka gak sanggung membayangkan. Ia tatap sahabatnya satu persatu. Mendadak ia menarik kerah baju Rio dan memukuli wajah Rio bertubi-tubi.
“Cakka ! Rio bisa mati !” Shilla berteriak histeris.
Alvin menarik paksa tubuh Cakka dan buughhh,,, tinjuan mengenai rahang kanan Cakka. Cakka ambruk. Darah segar mengalir di sudut bibirnya.
“Rio brengsek !!!” Cakka mengerang dan kembali ingin menyerang Rio. Alvin buru-buru mencengkram lengan Cakka. “Kalau sampe anak gue kenapa-napa, GUE BUNUH LO !!!”
“Cakka, tenang.”
Mata Cakka mengkilat. Bisa-bisanya Alvin ngomong tenang ? “Tenang lo bilang ? Itu yang di dalam istri gue.”
“Iya, dan itu mantan pacar gue !” Teriak Alvin tak kalah keras.
Semua mata langsung menatap Alvin. Apa-apaan si Alvin ? Memperkeruh suasana aja. Ify dan Shilla langsung was-was. Alvin parah banget, gak pake kebawa emosi juga kali.
“Apa lo bilang ?”
Bughhh,,,
Rahang kiri Alvin dibogem Cakka. Alvin berjajar kebelakang beberapa langkah. Ia mengerang. “Biasa donk, lo. Sakit bego !”
“Udah gue bilang, si Alvin mah gak bisa akting, Fy.” Shilla nyeletuk sambil membenarkan sangulan rambutnya.
“Alvin !” Alvin noleh ke Ify yang udah masang tampang garang. “Harusnya kamu gak ikutan emosi. Gimana sih ? Kena pukul kan jadinya.”
Shilla mengangguk lalu terkekeh kecil. Ify ikutan terkekeh, dan Alvin Cuma garuk-garuk tengkuk. Salting.
Rio ? Cakka ? Cengo’.
Ceklekk,,, Pintu ruang ICU terbuka. Kalau biasanya yang keluar dokter, ini malah yang keluar,,, Agni ? Sambil megangin kepala.
“Lama banget sih ? Di dalam dingin tau gak sih. Pusing gue jadinya. Mana mual pula.” Agni gak sadar di situ semua lagi pada natap dia dengan pandangan berbeda-beda sekaligus takjub bercampur kesel. Dia terus aja ngoceh. “Sendirian lagi. boring gue.”
Cakka makin bingung. Rio apalagi. Katanya Agni kritis. Pendarahan. Jatuh dari tangga. Lha ini siapa ? Sehat wal’afiat begini. Pakai dress dan dandan pula. Sakitnya bagian mana ?
Tiba-tiba suasana hening. Agni yang sadar ternyata di antara Rio dan Alvin, ada Cakka yang Cuma pake piyama sama sendal jepit, lagi natap Agni serem banget. Agni sampai susah nelan ludah. Ia menatap Ify, lalu Shilla, lalu Alvin, lalu Rio, lalu Cakka lagi. Tatapan Cakka makin serem.
Singgg,,,, lima detik kemudian, harusnya Cakka marah atau apalah yang sejenisnya, tapi ini Cakka langsung meluk Agni dan memeriksa Agni setiap inchi-nya. Cakka langsung menyambar-nyambar.
“Kamu baik-baik aja ? Gak pendarahan ? Gak kritis ?” Agni menggeleng kaku. Cakka memeluk Agni erat. Suara Cakka jadi serak. “Syukurlah, aku gak tau gimana jadinya kalau kamu dan anak kita kenapa-napa. Aku pasti bakal bunuh Rio.”
Deg,,, Rio pucat pasi. Itu Cakka beneran ?
“Bercanda.” Lanjut Cakka kemudian. Semua lega. “Pokoknya, apapun itu, gak boleh dan gak akan yang namanya ke Paris lagi.”
Semua setuju. Ini gara-gara Paris.
“Dan lupain soal becanda-becanda itu, anggap itu gak ada.” Cakka melepas pelukannya. Ia menatap Agni lembut. “Maafin aku yang gak percaya sama kamu. Aku tau kalian Cuma bercanda, tapi ego aku terlalu menguasai. Maafin aku, Ag.” Cakka mengecup kening Agni, lama dan penuh perasaan.
Semuanya menghela nafas lega. Alvin dan Shilla serempak melirik Ify lalu mengacungkan jempol. Ify menepuk-nepuk dada sumringah. Ia menatap Agni, dan melempar senyum bahagia. Ternyata rencana mereka berhasil.
“Kka,,,”
Cakka melepas kecupannya. “Ya sayang. Kenapa ?”
“Pulang ya ?” Cakka mengangkat alisnya sebelah, lalu mengangguk. Mereka berjalan menyusuri koridor. Di belakang, Ify, Shilla, dan Alvin mengekor. Sepertinya perjuangan mereka hujan-hujanan dan mengemis pada pihak rumah sakit untuk menyewa ruang ICU gak sia-sia. Yeeeaahhhh,,,
“Jadi akting ?” Rio ngoceh sendiri melihat punggung kelima sosok di hadapannya. “Lha gue, bonyok beneran ? Gimana coba ?”
“RIOOOOO !!!”
@@@
“Jadi itu rencana siapa ?” Tanya Cakka. Kini mereka sedang menunggu Gabriel dan Sivia di bandara. Semua serentak menunjuk Ify. Yang di tunjuk nyengir garing. “Udah gue tebak.”
“Lho, kok bisa ?”
“Cuma Ify yang punya ide gila.” Cakka berenti sebentar. “Kan kita waras semua.”
Refleks Alvin menoyor Cakka. “Pacar gue, Bro.”
“Pisss,,,”
Di komando Agni, semua langsung berdiri. Dari kejauhan tampak Gabriel dan Sivia sedang berjalan beriringan. Paris,,, Cakka memeluk Agni lalu mencium ubun-ubun Agni. Agni tersenyum manis. Semoga Paris tidak,,,
“Tapi kan Gabriel dan Sivia belum terkena dampak Paris. Iya gak sih ?”
Yaelahhh si Ify ngerusak suasana banget. Hhhhh,,,
@@@
Kalau bagi sebagian orang beberapa tempat adalah tempat yang bersejarah, maka bagi sebagian orang juga beberapa tempat adalah tempat yang bersejarah pula. Tapi dalam artian yang berbeda. Karenanya, jangan hanya memandang sesuatu dari satu pengertian, karena pada kenyataannya di dunia ini semuanya tidak sendirian---
FIN---)
Dahsyatnya Paris (short story)
By : Irmayani Rizki
######
Sudah. Sudah di tetapkan dalam diri untuk tidak lagi ke tempat itu. Tapi apa hendak diucap, keadaan mengharuskan. Hanya waktu yang bisa menjawab. Akan jadi apa nantinya.
@@@
Gadis itu meletakkan kembali teleponnya dengan gerakan lunglai. Gak semangat, lebih tepatnya pasrah. Ia kembali duduk di sofa. Ia hembuskan nafas. Melirik sedikit ke jam dinding, hanya beberapa jam lagi.
“Aku pulang.” Seru seseorang dan langsung mengecup keningnya. Gadis itu tersenyum, sebentar.
“Tadi mama nelpon.” Lapornya, Agni.
“Terus bilang apa ?” Tanya Cakka. Ia lepas sepatunya, lalu duduk bersila menghadap ke Agni.
“Pokoknya aku gak mau, gak mau.” Bukannya menjawab, Agni malah meracau gak jelas dan langsung memeluk Cakka. Ia memukul-mukul pelan dada Cakka dan tetap mengatakan ‘gak mau’. Cakka jadi bingung sendiri.
“Apanya yang gak mau ?”
“Aku gak mau menuhin keinginan mama. Aku gak mau.”
Cakka semakin bingung. “Memangnya mama minta apa ?”
Agni menegakkan tubuhnya. Mengatur nafasnya. Kemudian menatap Cakka sayu. “Mama nyuruh ke Paris.” Lirihnya. Ia kembali memeluk Cakka. “Aku gak mau. Pokoknya gak mau.”
Cakka tercekat. Ke Paris ? Untuk apa ?
“Untuk apa ke Paris ?”
“Katanya mama kangen aku trus sekalian aku harus menandatangani berkas.” Agni berujar pelan. Ia semakin erat memeluk Cakka. Takut.
“Yaudah, yaudah. Nanti perginya kan bareng aku. Di jamin baik-baik aja deh.” Ujar Cakka menenangkan. Agni melepas pelukannya. Matanya berbinar, namun detik berikutnya sayu kembali. “Lho, kenapa ?”
“Besok dan lusa kan kamu ada meeting besar.”
Cakka menepuk jidatnya. Ia berfikir keras. “Tapi kasihan mama kalau kamu gak turutin.”
“Jadi gimana donk ?Aku ajak Alvin aja deh.” Agni menelan ludah. Salah ngasih ide. Cakka melotot ganas.
“Gak !” Larang Cakka keras. Tuh kan. Cakka jadi marah. “Daripada sama Alvin mending gak usah sekalian. Aku gak percaya sama dia.”
Agni mengangguk cepat. Setuju dengan Cakka. Dia trauma juga sih berduaan sama Alvin. Bisa-bisa ngomongin masa lalu terus.
“Trus gimana donk ? Kak Iel kan lagi di Jepang.”
Cakka masih berfikir. Sebenarnya ada sih yang di jadiin target, tapi dia kurang yakin. Agni harap-harap cemas menunggu perkataan Cakka. Apapun keputusan Cakka pasti ia terima.
“Biar aku yang urus. Kamu tenang aja. Ok sayang ?” Cakka tersenyum manis lalu mencium kening Agni. Agni mengangguk, dia percaya pada Cakka.
@@@
Di pesawat. Kuping Agni udah panas banget ngedenger ocehan-ocehan orang di sebelahnya. Dari tadi ngeluh mulu. Mana nyalah-nyalahin lagi. Menurut Agni nih orang gak tau terimakasih. Udah ongkos di bayarin, tanggungan di tanggung semua. Eh masih ngoceh aja. Apa susahnya sih dimintain tolong dua hari aja. Toh entar Cakka juga nyusul.
“Cerewet banget sih lo.” Agni mulai sebal. Ia tekuk mukanya.
“Biarin. Kalau bukan gara-gara persahabatan, ogah gue nemenin lo. Mana gue mesti bohong lagi ke Shilla.”
Agni terkejut. “Kok bohong ?”
“Gue kan udah janji sama dia gak akan ke Paris lagi.”
“Kenapa gak jujur aja sih ? Lagian kan lo perginya sama gue.” Agni membenarkan letak selimutnya. Ia mendadak kedinginan.
Rio mencibir. “Entar dia curiga gue ada apa-apa sama lo.”
Pletakkk,,,,jitakan Agni mampir di ubun-ubun Rio.
“Otak lo itu yang gak bener. Ngapain juga kita ada apa-apa. Gak penting banget.”
“Idih,,,gue juga ogah ada apa-apa sama lho. Setahun setengah di anggurin. Karatan juga gue.”
Agni melotot ngeri. Rio cepat-cepat nyengir. “Maksud lo ?”
“Peace, Ag. Peace. Kesalahan penggunaan kosakata.”
Agni udah siap-siap nonjok Rio, tangannya udah menggepal. Tiba-tiba terdengar celetukan dari bangku belakang.
“Lucu ya. Pengantin baru. Masih anget-angetnya.” Seorang ibu-ibu modis nyeletuk. Rio langsung tutup muka. Apaan tuh pengantin baru ? Gue masih lajang ting-ting. Rio ngejerit-jerit dalam hati.
Teman di sampingnya ikut nyeletuk. “Tapi kayaknya lagi hamil deh.”
Giliran Agni yang tutup muka. Selimut langsung ia tarik sampai ke ujung kepala. Sialan tuh ibu-ibu, gak di mana-mana ngegosip mulu.
Sreett,,,,selimut Agni di tarik. Agni cemberut.
“Nanti lo sesak.” Ujat Rio, lembut. Ia rapikan selimut Agni menjadi sebatas pinggang. “Segini aja. Udah gih tidur, muka lo udah rada pucat.”
“Thankz.”
Rio hanya mengangguk-angguk kecil. Kemudian ia memasang earphone dan membuka majalah. Agni sekilas memperhatikan Rio. Manis. WOI AGNI MIKIR APA LO ? Agni cepat-cepat menutup matanya. Bisa bahaya.
@@@
“Aduh, Yo. Mual banget.” Agni terus meringis-ringis sambil memegangi perutnya. Sedari turun pesawat tadi Rio di buat panik setengah mati oleh Agni. Agni muntah-muntah terus. Kayaknya efek pesawat belum terbiasa untuk kendungan Agni.
Rio memijat-mijat tengkuk Agni. Agni muntah lagi. Nyaris ambruk, untuk Rio cepet nahan. Ia mendudukkan Agni di kursi dekat toilet. Muka Agni pucat pasi, lemah. Rio menepuk-nepuk pelan kepala Agni, Agni gak sanggup lagi ngebuka matanya.
“Masih mual ?” Rio bertanya lembut seraya mengelus-elus lengan Agni. Agni menggeleng. “Sanggup jalan gak, Ag ?” Agni menggeleng lagi. Rio makin panik. “Terus gimana ?”
“Duduk di sini aja dulu. Kepala gue pusing.” Agni menyandarkan tubuhnya, tapi malah oleng dan jatuh ke dada Rio. “Sorry.” Ia tegakkan lagi duduknya, tapi jatuh lagi.
“Udah, udah. Sini.” Rio kasihan pada Agni. Ia sandarkan kepala Agni ke dadanya. “Kalau lo udah agak mendingan, baru kita pulang.” Agni mengangguk.
Jadilah Rio dan Agni duduk di sana sampai Agni mendingan. Sesekali Agni menutup mulutnya menahan agar tidak muntah. Tanpa sadar ia malah melingkarkan tangannya ke pinggang Rio. Rio agak kaget, tapi ia biarkan. Toh kondisi Agni sedang lemah. Jadi ya gak apa-apalah.
@@@
Sialan. Efek Paris bener-bener gila. Rencana awal yang Cuma dua hari malah keterusan sampai seminggu. Dan parahnya, Cakka gak muncul-muncul. Meeting Cakka gak tau kapan selesainya. Rio jadi sebal sendiri, tapi dia urung pulang ke Indonesia mengingat Agni sendirian di Paris. Kemarin orang tua Agni berangkat ke Jepang, dadakan. Jadilah Agni yang belum mau naik pesawat wanti-wanti ke Rio untuk nemenin dia di Paris dulu sampai Cakka datang. Rio terpaksa mengiyakan, gak tega sama Agni.
“Yo, mau sarapan apa ?” Tanya Agni. Rio tak merespon. Lagi asyik PS-an bola. “Rio, di tanyain juga.” Agni mulai sebal.
“Terserah lo deh.”
“Kok terserah gue ? Yang sarapan kan lo. Nanti cape’-cape’ gue bikin eh malah gak lo makan.”
Rio mendelik. Si Agni ganggu aja. “Nasi goreng deh.”
“Pake’ apaan ?” Yaelah,,,
“Telur.” Sial. Gawang Rio kebobolan. Jadi makin sebel sama Agni.
“Telur dadar atau mata sapi ?” Gubrakk,,,
“Telur cetak.” Rio menjawab asal. Agni bingung, namun segera melesat ke dapur.
Rio mendengus. Huh,,,pergi juga tuh anak.
@@@
Rio mulai bosan. Kalah PS-an bola. Kalah PS-an avatar. Kok kalah mulu ? Makin BT soalnya Agni gak selesai-selesai ngebuat sarapan. Rio mutusin buat ke dapur, jangan-jangan beneran buat telur cetak tuh si Agni.
Rio cengo’. Benar-benar telur cetak. Bentuknya segitiga. Nah lho, gimana cara buatnya coba ? Tiba-tiba ide jahil muncul di otak Rio. Diam-diam ia mendekati Agni yang sedang mencuci piring, lalu memeluk Agni dari belakang. Beberapa hari ini Rio dan Agni sering bercanda begini, katanya iseng aja.
“Mulai deh.” Seru Agni, manja.
“Duh, Io bantuin ya,,,” Rio bakat banget jadi Aktor. Pernah sekali tetangga Agni mergokin becandaan mereka, dan taraaaa,,,,mereka di kira benar-benar pasangan suami-istri. Rio dan Agni langsung ngakak.
“Gak usah. Io makan aja gih sana.” Agni mengikuti permainan Rio.
Adegan selanjutnya Rio meletakkan dagunya di bahu Agni. Dan Agni mengelus-elus pipi Rio. Klop banget.
“Io maunya Agni suapin.” Rio merengek. Agni terkekeh kecil.
“Siap Agni cuci piring ya, Io...” Rio mengangguk. Ia lalu mengelus-elus perut Agni dan menepuk-nepuk lembut.
Rio berseru lagi. Kali ini sok manja banget. “Wah, dede’nya udah gede ya. Udah berapa bulan ?”
Agni rasanya pengen muntah ngedenger suara Rio. Tapi berhubung dia boring banget dan suka ama becandaan yang beginian, dia balas juga. “Udah empat bulan.” Suara Agni tak kalah manja. Sumpah.
Rio melepas pelukannya lalu membantu Agni mencuci piring. Bukan niat tulus, tapi karena sebel ngeliat Agni kerjanya lambat banget.
“Kok Io ikutan sih ?”
Rio tersenyum manis. “Abisnya Agni lelet sih, Io kan jadi BT nunggunya.”
Agni tau itu sindiran. Refleks ia menyiram Rio. Rio mengelak dan balik menyiram Agni.
Agni cemberut. “Ih,,,Io gak niat nih nolonginnya.” Nadanya semakin manja. Pura-puranya ngambek gitu.
Rio nyengir lalu mengacak-acak rambut Agni dan mengelus pipi chubby Agni. “Maaf deh maaf. Agni sih yang mulai, kan Io jadi ngebales.”
“Sok imut banget sih lo. Jijik gue. Cepetan bilas ini.” Bisik Agni seraya menyerahkan panci. Suasana kembali biasa.
“Cerewet lo ah. Udah untung gue bantuin.” Rio balas berbisik.
Sayang. Yang di belakang tak bisa mendengar dialog terakhir mereka. Ia sudah terlalu sempurna melihat adegan-adegan mesra Rio dan Agni. Sakit sekali. Ia rela meng-cancel semua meetingnya demi bertemu dengan istrinya, tapi istrinya malah seperti ini,,,dengan sahabatnya. Perlahan ia berjalan mendekati Rio dan Agni yang sudah asyik kembali siram-siraman air.
“Oh, begini.” Ucapnya datar, sangat dingin. Agni dan Rio serempak menoleh. Rio langsung melepaskan cengkramannya di pergelangan Agni. “Asyik banget ya...” Ia, Cakka, tersenyum sinis. Matanya mengkilat melihat Agni dan Rio. Ia marah, kecewa, sakit hati.
“Kok mendadak, Kka ?” Rio mencoba berbasa-basi, menetralisir keadaan.
Cakka melihat Rio sekilas. Lalu ia menarik kasar tangan Agni dan membawa Agni ke lantai atas. Agni sampai kewalahan menyamai langkah Cakka. Rio ingin menahan, tapi ia takut malah akan memperkeruh keadaan. Mungkin dia diam saja dulu.
Sesampainya di kamar, Cakka langsung mendorong Agni ketempat tidur. Agni kaget karena di banting begitu. Belum lagi tatapan Cakka yang gak seperti biasanya. Tatapan yang penuh kemarahan, kebencian, dan,,,,,,,nafsu. Agni bergidik. Ia mendadak takut pada Cakka.
Cakka kesetanan. Ia membuka kemejanya dengan kasar, lalu naik ketempat tidur dan menindih Agni. Ia gak peduli dengan Agni yang sepertinya kesakitan dan ketakutan. Ia mencengkram pipi Agni dan ingin merengkuh bibir Agni. Cakka kerasukan. Ia gak peduli dengan Agni yang menjerit-jerit. Ia benar-benar kalam. Ia tarik lengan baju Agni, meninggalkan gores luka di bahunya. Agni menjerit histeris, Cakka semakin menggila. Sampai Cakka merasa ada yang menariknya dan meninju ulu hatinya. Agni menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia ketakutan.
Untung Rio merespon cepat teriakan Agni. Ia terkejut melihat adegan Cakka yang menindih Agni dan mencoba melepas pakaian Agni dengan paksa. Rio mendekati Agni dan membawa gadis itu kepelukannya. Dapat ia rasakan tubuh Agni yang bergetar.
“LEPASIN TANGAN LO !” Cakka menarik Agni dari pelukan Rio dan melayangkan satu bogem ke pelipis Rio. “JANGAN SENTUH DIA.” Nafas Cakka memburu. Agni tak pernah melihat Cakka begini. Jujur, Agni ketakutan.
Rio bangkit. “Lo gak liat dia ketakutan ?” Rio berusaha tenang. Ia lirik Agni, Agni menunduk sambil mencengkram selimut erat.
“Gue liat semuanya. Gue liat adegan mesra kalian. Gue liat lo megang kepala dia. Gue liat lo ngelus pipi dia. Gue liat semua. Jadi ini yang kalian lakuin di belakang gue ?” Cakka menarik kerah Rio. “Lo gue minta ngejagain dia, bukan nyentuh-nyentuh dia seenak jidat lo.”
Rio tersenyum sinis. “Lo salah paham. Itu semua gak seperti yang lo pikir.”
“Iya, Kka. Rio bener.” Agni buka suara.
“DIAM !” Cakka beralih mencengkram bahu Agni. “Dan kamu, kamu ngebiarin gitu aja di peluk sama dia. Kamu gak ngelawan sama sekali. Kamu anggap aku apa, Ag ? Atau jangan-jangan kamu suka sama dia ? Iya ?”
Agni menggeleng.
“Kka, lo salah ---
Bugghhh,,,,
Satu bogem memotong perkataan Rio.
“Simpen omong kosong kalian.” Seru Cakka tajam. Ia tatap Agni. “Dan untuk kamu, aku tunggu di Indonesia. Permisi. Maaf telah menganggu kalian.”
Brakkk,,,,,
Pintu kamar tertutup kembali. Agni membisu. Rio,,,,hanya pasrah melihat rumah tangga sahabatnya di ujung tanduk. Ini salahnya, lelucon yang ia buat berakhir seperti ini. Paris kembali mengukir kenangan buruk.
@@@
Di Indonesia,,,
Keadaan semakin memburuk. Cakka tak mau lagi serumah dengan Agni, dia memilih kembali ke apartment-nya dulu. Rio semakin bingung. Belum lagi Gabriel dan Sivia yang sama sekali tidak bisa kembali ke Indonesia. Semua serasa makin menyesak.
“Yo, Agni makin lemes aja di rumah. Harus cepet selesai semuanya. Aku gak tega sama dia.” Shilla angkat bicara. Untung saja Shilla gadis yang dewasa dan memahami keadaan. Dia sepenuhnya percaya dengan Rio dan Agni : bahwa semua hanya becandaan.
Ify ikut-ikutan bingung. Ia bahkan sudah meremas-remas cangkir. “Cakka kelewatan banget sih ? Heran deh gue.”
“Kamu kan tau, Cakka itu emosian berat.” Alvin menyahuti disertai anggukan cepat oleh Rio.
“Terus gimana donk ? Gak bisa dibiarin gini terus.”
Semua diam. Sibuk dengan pemikiran masing-masing. Semuanya tau, Cakka itu emosian. Tapi gak ada yang menyangka kalau Cakka sampai memilih pisah ranjang dengan Agni, malah pisah rumah. Sepulang Agni dan Rio dari Paris, Cakka sudah tidak di rumah lagi. Agni down. Bahkan Cakka tak pernah sekalipun mengangkat telepon dan membalas sms dari Agni. Dan ini udah masuk minggu ketiga Cakka minggat.
Rio memandang semuanya satu persatu. Ia tarik nafas pelan. “Ini salah gue. Hari ini gue bakal ke apartment Cakka. Gue jelasin semuanya. Sendiri.”
Semua langsung melotot. Gak setuju sama rencana Rio. Rio bosan hidup apa ?
“Kalau mau mati, bukan gitu caranya, Yo.” Alvin melanjutkan. “Lo bisa dibunuh sama Cakka. Gak inget lo, gimana Cakka mukulin gue waktu di Paris ?”
“Iya, Yo.” Ify setuju. “Lagian gue gak yakin Cakka bakal percaya.”
Suasana hening lagi. Rio ngerasa jadi orang yang paling bersalah. Dia udah ngebuat rumah tangga sahabatnya sendiri berantakan. Belum lagi mengingat kehamilan Agni yang masih rentan akan keguguran, ngebuat Rio makin frustasi. Shilla mengerti kondisi kekasihnya, ia belai lembut pelipis Rio. Rio menoleh, ia tersenyum masam.
“Kita selesaiin sama-sama.” Shilla menatap yang lainnya. Mereka mengangguk mantap.
Rio agak lega. Untung ada mereka. Terutama Shilla.
@@@
Entah kenapa hari ini hujan gak berhenti-berhenti. Tapi anehnya, udara tidak begitu dingin. Hanya agak berkabut dan di beberapa ruas jalan air bergenangan. Becek. Keempatnya mendesah hampir bersamaan. Ify tiba-tiba memberi ide.
“Gimana kalau kita ke apartment Cakka ?”
“Ngapain, Fy ?”
Masih kental di ingatan bagaimana Cakka mengusir Agni tiga minggu yang lalu. Lalu bagaimana tiga hari lalu Alvin dan Rio diseret-seret satpam karena bersikukuh ingin menemui Cakka. Dan sekarang mereka harus kesana lagi ? Hhh,,,
“Fy,,,” Shilla memandang sayu ke arah Rio yang sedang menerawang jauh ke jalanan di luar mobil. “Gue gak yakin bakalan gampang ketemu ama Cakka. Gue,,, gue malah yakin banget kita bakal dibawa ke kantor polisi.”
“Coba dulu, donk. Kalian tega ngeliat Agni begini ? Gila ya, Cuma karena salah paham yang gak penting begini, rumah tangga orang bisa ancur. Gak logis.”
Alvin menarik sudut bibirnya. “Suami ngeliat istrinya di peluk pria lain. Gak penting ya, Fy ?”
“Tapi ini salah paham, Vin.”
“Emang si suami peduli ? Bukannya kalau mata udah ngeliat maka hati gak mau tau ?”
“Alvin, ini salah paham !” Suara Ify meninggi. Ia sampai melempar kasar tisu yang ia pegang.
Mobil di rem mendadak. Alvin menoleh ke belakang, ia menunjuk-nunjuk Rio. “Kalau ini bocah gak bercanda yang aneh-aneh, ini semua gak bakal kejadian.” Alvin menghela nafas kesal. “Mereka gak bakalan ribut, Cakka gak bakalan minggat, Agni gak bakalan frustasi, dan kita gak bakalan susah-susah begini untuk memperbaiki rumah tangga orang. Bagian mana yang gak penting ?”
Ketiganya diam. Kenapa Alvin malah jadi emosi ? Mereka ketemuan untuk membicarakan penyelesaiannya. Kenapa malah bersitegang begini ? Rio semakin merasa bersalah. Benar kata Alvin. Kalau ide konyol bercandaannya tidak ia lakukan, semua gak bakalan begini. Iya, benar. Ia memang salah. Harusnya ia yang menyelesaikan ini semua, gak seharusnya ia melibatkan orang lain. Rio menarik nafas, lalu membuangnya dalam satu hentakan pelan. Ia menoleh ke Alvin.
“Biar gue yang selesain. Thankz.”
Rasa kaget belum pulih saat pintu mobil sudah tertutup kembali. Rio keluar. Ia menerobos hujan, lalu menyetop taksi.
@@@
Cakka sudah hampir menghabisan vodka-nya yang kesekian saat bel apartment-nya berteriak ribut. Sempoyongan Cakka berjalan ke ruang depan. Cakka memutar kenop pintu. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, yang langsung mengusir, tapi kali ini pintu ia biarkan terbuka. Masih sempoyongan, Cakka berjalan kembali ke ruang tengah. Rio mengikuti Cakka dalam diam.
“Kka, gue mau jelasin semuanya.”
Mereka duduk hadap-hadapan, lesehan di balkon. Entah Cakka mendadak tuli, entah Cakka memang tidak peduli, tapi yang pastinya Cakka lebih kalem dari tiga hari yang lalu. Ia sama sekali tak memukul Rio. Ia malah asik menghisap dalam-dalam rokoknya dan menegak vodka yang tadi sempat tertunda. Rio mendengus.
“Gue beneran becanda, Kka. Gue gak maksud nyentuh-nyentuh Agni seenak jidat gue.” Rio merampas rokok Cakka. “Pulang, Kka. Agni butuh lo.”
“Sayangnya gue gak butuh dia.” Sorot mata Cakka dingin. Tapi Rio juga menangkap sorot yang penuh luka dan kecewa. Cakka agak kurusan dan kumal. Tidak seperti Cakka yang biasanya. Cakka yang ini terkesan berandal dengan gelas vodka yang tersisa beberapa tetes. “Gue kecewa, gue sakit hati, dan gue marah.”
Rio diam. Cakka lagi nyindir Rio. Rio jadi semakin merasa bersalah.
“Gue gak suka milik gue, terlebih yang paling gue sayang, dipegang gitu aja sama orang lain. Apalagi milik gue bukan barang sembarangan.” Mata Cakka menatap tajam ke setiap inci sosok di hadapannya. “Gue gak suka Agni di sentuh-sentuh sama siapapun. Gak peduli itu serius atau bercanda. Yang gue tau, Agni disentuh. Selebihnya gue gak mau tau.”
Susah payah Rio menelan ludah. Pernyataan Cakka udah cukup ngebuat Rio paham. Cakka bukan marah karena dikhianati, tapi Cakka marah karena dia gak bisa ngejagain sesuatu yang dia punya. Setidaknya Rio menangkap begitu. Dari sorot mata Cakka yang sayu, Rio menangkap kalau Cakka sebenarnya kangen Agni. Tapi Cakka seperti enggan bertemu dengan Agni. Dia marah karena Agni seperti bukan hanya tercipta untuknya. Rio terkesiap, apa Cakka mengira ia dan Agni sudah melakukan lebih dari itu ?
“Gue gak tidur sama Agni, Kka. Demi Tuhan.” Rio gelagapan melihat Cakka yang tersenyum sinis. “Gue gak mungkin makan punya temen sendiri.”
Cakka menyalakan rokok. Ia menghisapnya dalam. “Seminggu di Paris. Berdua.” Asap menggepul. Cakka menoleh. “Banyak hal yang bisa terjadi kan, Yo ?”
Rio membeku. Cakka benar-benar berfikiran begitu ? Cakka, lo terlalu jauh. Gue gak mungkin ngelakuin hal serendah itu. Tapi nyatanya kalimat itu Cuma di telan Rio. Bibir Rio jadi kaku.
Bel apartment kembali berteriak ribut. Puntungan rokok di lempar kasar lalu Cakka menginjaknya penuh nasfu. Ia berjalan ke ruang depan. Siapa lagi kali ini ?
@@@
Kelimanya duduk gusar di depan ruang ICU. Cakka yang paling gusar. Tadi Ify, Shilla, dan Alvin datang ke apartment mengatakan kalau Agni kritis. Pendarahan hebat gara-gara jatuh dari tangga. Cakka shock. Walaupun rasa kecewa masih menyumbat relung hati Cakka, bagaimanapun juga yang dikandung Agni adalah darah dagingnya yang sangat ia nanti-nantikan. Dan kalau Agni kritis, berarti,,, Argh, Cakka gak sanggung membayangkan. Ia tatap sahabatnya satu persatu. Mendadak ia menarik kerah baju Rio dan memukuli wajah Rio bertubi-tubi.
“Cakka ! Rio bisa mati !” Shilla berteriak histeris.
Alvin menarik paksa tubuh Cakka dan buughhh,,, tinjuan mengenai rahang kanan Cakka. Cakka ambruk. Darah segar mengalir di sudut bibirnya.
“Rio brengsek !!!” Cakka mengerang dan kembali ingin menyerang Rio. Alvin buru-buru mencengkram lengan Cakka. “Kalau sampe anak gue kenapa-napa, GUE BUNUH LO !!!”
“Cakka, tenang.”
Mata Cakka mengkilat. Bisa-bisanya Alvin ngomong tenang ? “Tenang lo bilang ? Itu yang di dalam istri gue.”
“Iya, dan itu mantan pacar gue !” Teriak Alvin tak kalah keras.
Semua mata langsung menatap Alvin. Apa-apaan si Alvin ? Memperkeruh suasana aja. Ify dan Shilla langsung was-was. Alvin parah banget, gak pake kebawa emosi juga kali.
“Apa lo bilang ?”
Bughhh,,,
Rahang kiri Alvin dibogem Cakka. Alvin berjajar kebelakang beberapa langkah. Ia mengerang. “Biasa donk, lo. Sakit bego !”
“Udah gue bilang, si Alvin mah gak bisa akting, Fy.” Shilla nyeletuk sambil membenarkan sangulan rambutnya.
“Alvin !” Alvin noleh ke Ify yang udah masang tampang garang. “Harusnya kamu gak ikutan emosi. Gimana sih ? Kena pukul kan jadinya.”
Shilla mengangguk lalu terkekeh kecil. Ify ikutan terkekeh, dan Alvin Cuma garuk-garuk tengkuk. Salting.
Rio ? Cakka ? Cengo’.
Ceklekk,,, Pintu ruang ICU terbuka. Kalau biasanya yang keluar dokter, ini malah yang keluar,,, Agni ? Sambil megangin kepala.
“Lama banget sih ? Di dalam dingin tau gak sih. Pusing gue jadinya. Mana mual pula.” Agni gak sadar di situ semua lagi pada natap dia dengan pandangan berbeda-beda sekaligus takjub bercampur kesel. Dia terus aja ngoceh. “Sendirian lagi. boring gue.”
Cakka makin bingung. Rio apalagi. Katanya Agni kritis. Pendarahan. Jatuh dari tangga. Lha ini siapa ? Sehat wal’afiat begini. Pakai dress dan dandan pula. Sakitnya bagian mana ?
Tiba-tiba suasana hening. Agni yang sadar ternyata di antara Rio dan Alvin, ada Cakka yang Cuma pake piyama sama sendal jepit, lagi natap Agni serem banget. Agni sampai susah nelan ludah. Ia menatap Ify, lalu Shilla, lalu Alvin, lalu Rio, lalu Cakka lagi. Tatapan Cakka makin serem.
Singgg,,,, lima detik kemudian, harusnya Cakka marah atau apalah yang sejenisnya, tapi ini Cakka langsung meluk Agni dan memeriksa Agni setiap inchi-nya. Cakka langsung menyambar-nyambar.
“Kamu baik-baik aja ? Gak pendarahan ? Gak kritis ?” Agni menggeleng kaku. Cakka memeluk Agni erat. Suara Cakka jadi serak. “Syukurlah, aku gak tau gimana jadinya kalau kamu dan anak kita kenapa-napa. Aku pasti bakal bunuh Rio.”
Deg,,, Rio pucat pasi. Itu Cakka beneran ?
“Bercanda.” Lanjut Cakka kemudian. Semua lega. “Pokoknya, apapun itu, gak boleh dan gak akan yang namanya ke Paris lagi.”
Semua setuju. Ini gara-gara Paris.
“Dan lupain soal becanda-becanda itu, anggap itu gak ada.” Cakka melepas pelukannya. Ia menatap Agni lembut. “Maafin aku yang gak percaya sama kamu. Aku tau kalian Cuma bercanda, tapi ego aku terlalu menguasai. Maafin aku, Ag.” Cakka mengecup kening Agni, lama dan penuh perasaan.
Semuanya menghela nafas lega. Alvin dan Shilla serempak melirik Ify lalu mengacungkan jempol. Ify menepuk-nepuk dada sumringah. Ia menatap Agni, dan melempar senyum bahagia. Ternyata rencana mereka berhasil.
“Kka,,,”
Cakka melepas kecupannya. “Ya sayang. Kenapa ?”
“Pulang ya ?” Cakka mengangkat alisnya sebelah, lalu mengangguk. Mereka berjalan menyusuri koridor. Di belakang, Ify, Shilla, dan Alvin mengekor. Sepertinya perjuangan mereka hujan-hujanan dan mengemis pada pihak rumah sakit untuk menyewa ruang ICU gak sia-sia. Yeeeaahhhh,,,
“Jadi akting ?” Rio ngoceh sendiri melihat punggung kelima sosok di hadapannya. “Lha gue, bonyok beneran ? Gimana coba ?”
“RIOOOOO !!!”
@@@
“Jadi itu rencana siapa ?” Tanya Cakka. Kini mereka sedang menunggu Gabriel dan Sivia di bandara. Semua serentak menunjuk Ify. Yang di tunjuk nyengir garing. “Udah gue tebak.”
“Lho, kok bisa ?”
“Cuma Ify yang punya ide gila.” Cakka berenti sebentar. “Kan kita waras semua.”
Refleks Alvin menoyor Cakka. “Pacar gue, Bro.”
“Pisss,,,”
Di komando Agni, semua langsung berdiri. Dari kejauhan tampak Gabriel dan Sivia sedang berjalan beriringan. Paris,,, Cakka memeluk Agni lalu mencium ubun-ubun Agni. Agni tersenyum manis. Semoga Paris tidak,,,
“Tapi kan Gabriel dan Sivia belum terkena dampak Paris. Iya gak sih ?”
Yaelahhh si Ify ngerusak suasana banget. Hhhhh,,,
@@@
Kalau bagi sebagian orang beberapa tempat adalah tempat yang bersejarah, maka bagi sebagian orang juga beberapa tempat adalah tempat yang bersejarah pula. Tapi dalam artian yang berbeda. Karenanya, jangan hanya memandang sesuatu dari satu pengertian, karena pada kenyataannya di dunia ini semuanya tidak sendirian---
FIN---)
Paris ?! NO !!! (the short story)
sambungan dari cerpen Dahsyatnya Paris (short story)
By : Irmayani Rizki
###
Semuanya seperti kain yang bermula dari kapas, seperti Romeo yang ditinggal mati oleh Juliet, seperti kebohongan yang ditutupi oleh Jane dan Jonny Smith, seperti Arinda yang mencintai Genta, seperti Genta yang mencintai Riani, seperti Riani yang mencintai Zafran, seperti Zafran yang mencintai Arinda, seperti Raditya Dika dan cerita bodohnya, seperti Rose yang melihat Jack membeku di hadapannya, seperti Modesty yang malah bercerita pada perampok yang ingin mencuri semua uang di kasino tempat ia bekerja, seperti ikan yang akan mati tanpa air, seperti Mesir yang sudah berjodoh dengan Nil, dan seperti itulah kesungguhan cinta yang belum bisa pudar dari hati yang masih kesakitan ini.
@@@
I see my vision burn
I feel my memories fade with time
But i’m too young to worry
There street we travel on will undergo or same lost past
“Hai, Ag. Kok sepi ?”
Agni berbalik untuk melihat si pemilik suara. Sejenak ia tersenyum kecil kemudian kembali larut dengan majalah yang sedang ia bolak-balik.
“Lagi pada keluar. Lo sih bangunnya telat.” Jawab Agni. Ia masih berkutat dengan majalahnya. Avanged7fold terus saja berteriak-teriak di hadapannya.
“Pada kemana ?”
Alvin membanting diri di samping Agni. Membuat Agni sedikit terlonjak, sesegera mungkin ia melotot pada Alvin yang sudah cengar-cengir.
“Cakka, Rio, Iel lagi ke rumah Oma. Shilla, Sivia, Ify lagi ke Mall.” Agni menjawab seadanya tanpa memandang Alvin.
Alvin hanya manggut-manggut. Kemudian kembali berceloteh.
“Kok lo gak ikut ?”
“Males.”
“Kenapa males ?”
“Males aja.”
“Ada alasannya donk.”
Agni menutup majalahnya dengan sedikit bantingan. Kemudian memicing tajam ke Alvin. Mengganggu.
“Dari dulu ya lo. Dari dulu kalo nanya selalu sampai detail. Gak ngerti privasi banget sih ?” Agni emosi. Moodnya mendadak turun level sampai nol.
Alvin mengerutkan kening.
“Calm down. Dari dulu emosian mulu.”
“Suka-suka gue.” Balas Agni ketus.
“Ternyata efeknya besar juga ya, Ag.” Alvin menerawang. Avenged7fold masih teriak-teriak, kini sudah memasuki bait-bait akhir.
“Iya.”
“Pasti seneng donk ?”
Agni mendengus keras. Sebal juga dia lama-lama mendengarkan ocehan-ocehan Alvin yang gak bonafite seperti ini.
“Kok Ify betah ya sama lo ?” Sindir Agni.
Alvin tersenyum sinis lalu menjawab.
“Soalnya Ify gak emosian kayak lo.”
Agni kembali mendengus. Alvin bikin BT tingkat tinggi.
“Gak usah dengus-dengus gitu juga kali, Ag. Gak bagus untuk pertumbuhan janin.” Ujar Alvin sambil tertawa kecil. Bikin Agni makin BT.
“Bisa gak sih sehari aja gak ngerejokin gue ?” Ketus Agni sambil mendelik tajam. Tapi walaupun begitu tak akan ada efek ngeri atau apalah bagi Alvin. Alvin malah ngakak puas.
“Tampang lo kalau lagi delik-delik gitu lucu deh. Jadi gemes gue.” Segera Alvin mencubit kedua pipi chubby Agni setelah mengucapkan kalimat ungkapan perasaan tadi.
“Sakit, Kokooo.” Pekik Agni. Keceplosan.
Alvin mendadak berhenti tertawa dan menarik tangannya yang masih bersarang di pipi Agni. Ia ambil remote kemudian ia tekan tombol replay. Avenged7fold kembali berteriak-teriak. Kali ini bukan Seize The Day, tapi Dear God.
“Lo masih ingat lagu ini gak ?” Tiba-tiba Alvin berujar serius.
“Ini lagu kesukaan,,,” Agni menoleh ke Alvin. “,,,kita.” Kemudian ia menunduk. Masa lalu.
Alvin tersenyum, ternyata Agni masih mengingatnya.
“Koko.” Alvin menerawang. “Bukannya kata itu udah kita kubur semenjak satu setengah tahun yang lalu ya, Ag ?”
Alvin menoleh ke Agni, Agni masih menunduk sambil memutar-mutar telunjuknya di sofa. Seperti orang kebingungan.
“Ternyata memang susah ngelupain kenangan.” Alvin berlanjut. Ia serius menatap ke layar televisi.
Cause i’m lonely and i’m tired
I missing you again oh no,,,once again
“Khusus di reff bagian ini, gue selalu nangis. Ironis banget ya ?” Tanya Alvin yang berharap Agni akan mengeluarkan sebuah suara. Tapi Agni tetap diam. “Susah, Ag. Susah banget.”
Beberapa detik Alvin diam. Mencoba mencerna tentang rasa yang ia miliki. Tak tau apakah semua sia-sia, apakah semua hanya kebohongan, apakah semua merupakan kesalahan, dan apakah semua merupakan harta berharga. Alvin mencoba mencerna, tapi hasilnya malah semakin banyak kata ‘apakah’ yang ia hasilkan.
“Itu masa lalu, Al.” Jawab Agni, berusaha tenang.
Alvin tersenyum sinis. “Al ? Gue selalu suka singkatan itu. Singkatan yang hanya pernah terucap dari satu orang.” Alvin menoleh lagi Ke Agni, kali ini mata keduanya bertemu. Saling pandang, saling mencari rasa, saling menerka-nerka, semuanya.
Agni sadar duluan. Ia palingkan wajahnya dari Alvin. Semuanya kembali tergambar secara gamblang. Siluet-siluet itu, kenangan-kenangan, airmata, tawa, teriakan, amarah. Agni menghela nafasnya. Avenged7fold masih berteriak.
“Sinaran mata lo selalu mengebuat gue tenang.” Alvin kembali berujar. Kali ini suaranya agak tercekat. Seperti ada rasa kehilangan.
Agni mengatur nafasnya. Ia memotivasi diri, jangan sampai berlarut-larut. Semuanya sudah tak sama lagi. Antara dirinya dn Alvin hanya bongkahan masa lalu.
Agni menoleh ke Alvin. Ia tersenyum lebar. Seakan-akan mereka tak pernah ada di dalam forum seserius tadi. “Lo pasti belum sarapan. Gue buatin sarapan ya ? Soalnya sarapan yang tadi di buat udah abis.” Celoteh Agni, berusaha keluar dari forum.
“Gue nyaris depresi.” Alvin tetap di forum.
“Mau sarapan apa ? Bilang aja, Vin. Gue lagi kena jin baik nih.” Agni tetap berusaha.
“Ternyata tidur setelah menegak obat tidur itu malah ngebuat kita semakin gak bisa tidur. Setidaknya itu berlaku buat gue.”
“Udah. Lo gak usah sok gak enak. Gue buatin kok. Kan gak tega juga gue liat lo mati kelaparan.” Agni bangkit dan mengecilkan volume televisi. Sekarang MCR sedang berteriak-teriak.
Alvin menghela nafas, kecewa. Percuma masih di forum, toh Agni berusaha keluar dari pembicaraan. Pintar.
“Nasi goreng aja.” Ujar Alvin. Akhirnya.
Agni mengangguk-angguk. Kemudian ia berjalan kearah dapur. Kira-kira lima langkah di belakang Alvin, ia berhenti. Tanpa menoleh, ia berujar. Kembali ke forum.
“Roti panggang aja. Yang gue tau, Al gak bisa makan nasi untuk sarapan.” Agni pun berlalu. Memasuki dapur, mengambil roti, mengolesinya dengan selai coklat, memasukkannya ke dalam microwave, mengatur suhu. Ia menangis. Al dan Koko, dua kata yang ia coba kubur selama satu setengah tahun ini. Tapi nihil. Semua masih terkuak. Sakit.
Alvin tercekat, lalu tersenyum. Agni masih hafal semuanya. Semuanya tentang Al. Alvin mengambil remote dan me-replay Dear God. Ia tak sadar, ada orang yang semakin terisak di depan wastafel saat Avenged7fold melantunkan baris ‘...and how i miss someone to hold when hope begin to fade...’.
Ada rasa yang menyesak, di antara keduanya.
@@@
“Main basket mau gak, Ag ?” Ide gila muncul di otak Alvin. Ia terus mengunyah roti panggang yang di buatkan Agni. Enak.
Agni melotot ganas, seolah berkata ‘Kagak inget kondisi gue ?’. Alvin mengerutkan kening, tapi detik kemudian ia menepuk jidat dengan keras. Ia lempar pandangan ‘gak jadi deh gak jadi’ dengan segera.
“Cakka lama deh. BT gue.” Keluh Agni.
“Kan ada gue, Ag. Kagak di anggap umat banget sih.”
“Gak seru sama lo. Bosen gue.”
Alvin mencibir. “Ya iyalah. Hampir tiga tahun lo bareng sama gue. Tau deh yang mau suasana baru.”
Obrolan kali ini lebih santai. Tak seserius tadi.
“Gak usah mulai deh. Gue lempar saos juga lo.” Ancam Agni sambil mengangkat botol saos. Minta nih si Alvin.
“Nyebut, nyebut. Gak bagus untuk pertumbuhan janin.” Alvin ngakak puas.
Agni manyun dahsyat. Agni segera berdoa dalam hati supaya Cakka cepat pulang. Bisa gila lama-lama nyolot-nyolotan sama Alvin. Sepertinya terkabul.
“Sayang, kamu dimana ?” Cakka berteriak dari pintu depan.
Agni yang mendengar itu langsung berlari menghampiri Cakka. Alvin sempat teriak-teriak panik. Tapi Agni masa bodo dan tetap berlari. Ia langsung memeluk Cakka. Membenamkan mukanya di dalam dekapan Cakka.
“Sudah seabad lamanya kita tak bertemu.” Rio bersyair. Diikuti anggukan semangat dari Iel.
“Kok tiba-tiba meluk gini ?” Tanya Cakka kebingungan. Gak biasanya Agni jadi manja gini ke dia.
Agni manyun. “Gak mau lagi di tinggal di rumah bareng Alvin.” Aku Agni, merengek.
“Kenapa, Ag ?” Rio nimbrung. Iel ngangguk-ngangkuk lagi.
“Alvin nyebelin. Ngerecokin mulu.”
Cakka mengacak-acak lembut rambut Agni. Rio dan Iel segera pengen muntah. Sok mesra. Gak inget apa setahun setengah dianggurin sama Agni ?
“Nanti Alvin-nya aku tegur deh.”
“Marahin sekalian. Terus ceburin ke kolam. Alvin kan gak bisa renang tuh, biarin aja dia mati kelelep. Hatiya kita cincang-cincang, jantungnya kita panggang. Trus makan bareng deh di halaman belakang sambil kemahan.”
Cakka diam di tempat, hp nyaris jatuh dari genggaman.
Rio gosok-gosok kuping, berharap ia yang salah denger,
Iel, dengan santai nepuk pundak Agni dan berujar. Dewasa.
“Hush, gak boleh gitu. Jaga omongan. Kamu gak boleh lagi sembarangan ngomong. Inget kondisi kamu sekarang.” Ujar Iel bijak. Iel pun segera melesat ke kamar mandi terdekat, mual banget ngebayangin kalau dia makan hati dan jantung Alvin beneran.
Alvin ? Masih di meja makan. Sambil megangin dada.
“Bercanda.” Agni nyengir lebar. Semua lega.
“Nyusul ke mall mau gak ?” Usul Alvin yang baru datang dari ruang makan.
Semua mengangguk. BT juga di rumah mulu.
@@@
Tak butuh waktu lama. Akhirnya mereka sekarang jalan bareng di salah satu mall termewah di Paris. Tapi berhubung Alvin orangnya cepat capek dan Agni memang gak boleh capek, jadilah Agni dan Alvin berada di kondisi seperti tadi pagi lagi. Duduk berduaan.
“Sori soal tadi pagi. Gue gak maksud ngebicarain masa lalu.” Ujar Alvin sambil memijati kakinya.
Agni tak langsung menjawab. Ia harus waspada, jangan sampai ada yang mendengar. Setelah memastikan bahwa Cakka masih asyik bertelpon-ria, Agni pun berujar.
“Udah lah, Al. Udah lewat ini.”
“Tapi gue gak bohong, Ag. Gue beneran susah lupain lo.”
Agni berdecak. “Al, jangan kayak anak kecil. Semuanya itu udah beda. Lo udah ada Ify, dan gue udah ada Cakka. Moving On donk. Wake up. Cerita kita Cuma masa lalu. Past. Ok ?”
Alvin melongos. Apa sudah sedemikian gak ada harapan lagi ?
“Kita coba aja lagi ?” Usul Alvin, hati-hati.
Agni segera mendelik. “Al, lo apa-apaan sih ? Kita gak mungkin kayak dulu lagi. Lo kenapa sih ? Kita kan udah janji gak ngomongin ini lagi.”
Lama Alvin terdiam. Kembali mencoba mencerna. Ia lirik Agni yang sudah tidak sabar menanti perkataan darinya. Alvin mengatus nafas, ia tatap Agni lekat-lekat.
“Udah beberapa malam ini gue mimpiin lo.”
“Lalu ?”
“Di dalam mimpi lo kembali jalan sama gue.”
“Trus ?”
“Agni, gue tau lo gak bego.”
Agni berfikir sebentar. “Alvin, itu Cuma mimpi. Just flower of dream. Gak lebih.”
“Tapi itu udah lebih tiga kali. Gue yakin itu ada maksudnya.”
Agni memutar bola matanya. Alvin menanti dengan was-was.
“Gue pernah mimpi bakal kehilangan Cakka. Tiga kali berturut-turut. Tapi nyatanya, Cakka masih sama gue kan ? So, itu Cuma mimpi. Gak lebih.” Ucap Agni, yakin.
Alvin mengangguk-angguk. Sejurus kemudian Alvin tersenyum sinis. “Lo yakin itu gak bakal jadi kenyataan ?”
“Iya. I’m sure.”
“Gue gak. Liat itu.” Alvin menunjuk kebelakang Agni. Agni menoleh. Sukses, Agni menjatuhkan eskrim yang sedang ia pegang.
Mendadak Agni merasa otot-ototnya lemas. Tangannya bergetar. Ada seperti gemuruh yang bersiap menyeruak dari rongga dada. Nafasnya memburu, oksigen berebutan dulu-duluan dengan karbondioksida. Dadanya agak sesak, gejala yang akan membawa sinyal-sinyal ke pupil dan kongjungtiva bergerak cepat, cairan bening siap meluncur.
“Apa perlu gue ulangin persepsi lo tentang mimpi ?”
Agni tetap diam. Pemandangan di depannya membuatnya kehabisan kosa kata.
“Gue rasa lo bisa paham semuanya. Kalau,,,,
“ALVIN DIAM. DIAM. GUE GAK MAU DENGER APAPUN LAGI.” Agni berteriak histeris sambil menutupi kupingnya. Beberapa orang yang lalu-lalang menatap sinis kearah Agni. Agni gak peduli.
“Ag, lo gak pa-pa kan ?”
“GUE BILANG DIAAAAAMMM !!!”
Agni mengambil tasnya. Lalu berlari dengan kencangnya kearah pintu keluar. Pertahanannya jebol. Pipinya basah. Hatinya sakit. Ia tak mempedulikan teriakan-teriakan orang di belakangnya. Apapun ia tabrak. Entahlah. Semua serasa begitu cepat.
Ia memasuki sebuah taksi. Ia bisa melihat Alvin dan Cakka yang menggedor-gedor kaca pintu taksi. Ia tarik paksa tirai yang terikat rapi di sisi pintu taksi.
“Please hurry up.”
“Yes, Mam.”
Taksi pun melaju.
@@@
Boughhh,,,,
Cakka merasakan ujung bibirnya perih. Tapi ia diam saja. Tak menangkis apalagi membalas. Saat ini mereka, kecuali Agni, sedang perang dingin di basement mall yang di gunakan sebagai area parkir.
Boughhh,,,,
Ujung bibirnya kembali perih. Tapi tetap seperti tadi, ia diam dan menerima semuanya begitu saja.
“Gue kan udah bilang, jangan berhubungan lagi sama Oik. Lo tuli, bego atau apa ? Sekarang gini kan jadinya.” Iel berteriak-teriak penuh amarah. Serasa ia ingin menelan Cakka hidup-hidup.
“Agni belum nyampe rumah.” Ujar Sivia memburu. Ia kembali memencet-mencet tombil hp-nya. “Nomornya gak aktif.”
Boughhh,,,,,
Kini giliran Alvin yang menghajar Cakka. Amarahnya sudah memuncak.
“LO ITU GILA !!!” Teriak Alvin. Semua bergidik. Alvin yang selama ini terkesan pemdiam, sabar, dan tenang, mendadak berteriak histeris. Ada apa ini ?
“Vin, kenapa lo jadi ikutan marah ?” Rio bersuara. Ia benar-benar merasa aneh.
Alvin menatap sinis ke Rio. Ia mendadak lupa statusnya sekarang. “Lo nanya kenapa gue marah ? Dia ini,,,,” Alvin menunjuk-nunjuk muka Cakka. “,,,Cakka, sahabat gue, yang gue relain ngambil pacar gue. Yang gue kira bakal jagain baik-baik pacar gue. Tapi sekarang apa ? Gue gak tau pacar gue itu dimana ? GUE GAK TAU.”
Semua shock. Terdiam. Tak menyangka Alvin akan berujar seperti ini. Di pojokan dekat mobil Ify sudah berdiri mematung sambil meremas jemari Shilla, mencoba mencari kekuatan.
“Dia bukan pacar lo lagi. Dia istri gue.” Ujar Cakka, tenang namun tegas. “Jadi lo gak perlu marah atau sok peduli. NGERTI LO ?”
Cakka mendorong tubuh Alvin dan,,,boughhh,,,,,satu bogem mentah mendarat mulus di pipi putih Alvin. Ujung bibirnya langsung menghasilkan darah segar.
Rio dan Iel panik. Kenapa sekarang jadinya malah Cakka dan Alvin yang adu jontos. Shilla, Ify, dan Sivia terpekik melihat perkelahian dua sahabat itu.
Rio berusaha menarik Cakka, dan Iel menarik Alvin. Tapi memang dasar Cakka dan Alvin jago bela diri, keduanya malah pukul-pukulan makin ganas.
“Lo suami gak bisa di pake. Lo gak liat tadi gimana reaksi Agni pas lo dan Oik pelukan, hah ?” Alvin mengoceh seraya melayangkan pukulan-pukulannya ke wajah Cakka.
Cakka merespon. Ia tangkap gepalan Alvin dan ia balik Alvin menjadi di bawah dirinya. Ia pukuli wajah Alvin dengan nafsunya.
“Lo cowok gak tau diri yang masih berani nembak cewek yang udah punya suami. Dimana otak lo, hah ?”
Rio dan iel masih berusaha melerai, tapi keduanya kewalahan. Mereka malah mendapat tonjokan-tonjokan kecil dari Cakka dan Alvin.
“STOOPP !!!”
Kontan Alvin dan Cakka meng-pause layangan tinju mereka.
“Kalian gak mikir apa yang bisa terjadi sama Agni di luar sana ?” Shilla berujar. Ia sudah gak tahan melihat perkelahian gak jelas yang di lakukan Alvin dan Cakka. “Kka, lebih baik sekarang kita cari Agni, bukannya malah tonjok-tonjokan begini.”
Cakka diam. Darah segar mengalir dari pelipisnya.
“Shilla bener. Kita harus cepat cari Agni. Ini udah hampir gelap.” Rio menimpali perkataan kekasihnya itu.
“Ok.” Iel setuju. “Para gadis sama Rio. Dan dua manusia sok hebat ini biar sama gue. Nanti di jalan kita kontek-kontekan.” Iel memberi aba-aba. Semua mengangguk setuju dan langsung memasuki mobil.
@@@
“Gue benaran gak sengaja ketemu Oik tadi, Yel. Dia meluk gue gitu aja. Gue gak sadar kalau Agni ngeliat. Karena awalnya gue sempet ngeliat Agni lagi asyik ngobrol sama Alvin.” Urai Cakka sambil melirik sinis ke Alvin yang duduk di bangku depan.
“Bullshit. Bilang aja lo kangen sama mantan lo itu.” Sela Alvin.
Cakka sudah siap-siap menonjok Alvin lagi, tapi Iel langsung berujar.
“Mobil gue bukan ring tinju.” Iel melirik Cakka dari spion. “Lo yakin ?”
“Yakin, Yel. Lo gak percaya sama gue ? Gak mungkin kan gue sengaja janjian sama Oik buat pelukan begitu. Gue juga masih punya perasaan.”
“Punya perasaan sama Oik maksud lo ?” Alvin kembali menyela.
“Vin, please. Jangan memperkeruh suasana.” Iel kembali melirik Cakka dari spion. “Gue percaya. Lo harus jelasin semuanya sama Agni. Lo tau kan, dengan kondisi dia yang sekarang, dia jadi sensitif.”
Cakka mengangguk cepat. “Gue bakal jelasin sejelas-jelasnya ke Agni.”
“Trus perasaan lo ke Oik gimana ?” Alvin menyela lagi.
“Eh, Vin. Lo belum puas tadi gue tonjokin ? Gue bukan kayak lo yang bisanya Cuma mengkhianati pasangan sendiri.” Balas Cakka, pedas.
“Gak usah sok nasehat deh lo.”
“Harusnya lo itu dapat siraman rohani. Lo gak nyadar gimana sakit hatinya Ify tadi pas lo nyebut Agni sebagai pacar lo ?” Ujar Iel mulai emosi lagi. Cakka mengiyakan.
Sial. Alvin benar-benar lupa. Alvin langsung diam seketika.
“Gak bisa ngomong kan lo ?”
Dalam hati Alvin mengiyakan.
“Kka, coba lo telpon Agni deh. Kali aja dia mau angkat telpon dari lo.”
Cakka segera mengindahkan suruhan Iel. Ia ambil ponsel dari saku celananya, dan langsung men-dial salah satu nama kontak.
Lama,,,,dan diangkat.
“Masih ingat nelpon aku ?” Tanya sebuah suara parau di seberang.
“Sayang, kamu dimana ?”
“Kamu gak perlu tau.” Suara seberang semakin parau. Sesekali terdengar isakan.
“Sayang, aku jemput ya ? Kamu dimana ? Jangan bikin aku cemas donk.” Cakka mengetuk-ngetukkan telunjuknya di kaca mobil.
Suara seberang terdengar menghela nafas. Samar-samar Cakka mendengar alunan suara David Archuleta dari seberang. “Kamu di rumah ?” Tebak Cakka.
“Menurut kamu ?”
“Agni Sayang, kamu di rumah ?” Cakka semakin memburu.
“Dalam lima menit kamu gak nyampe rumah. Kita the end.”
Tut,,,,sambungan terputus.
“Halo, Ag. Agni ? Agni ?”
“Dia di rumah. Cepetan putar arah. Dia Cuma kasih gue waktu lima menit. Ngebut aja, Yel.” Cakka panik. Kembali ia tekan-tekan tombol hp-nya, mencoba menghubungi Agni lagi, tapi nomornya malah tidak Aktif.
Di bangku depan Alvin menatap kosong keluar mobil. Ternyata masa lalunya benar-benar harus di kubur. Di kubur sedalam mungkin. Jangan sampai ada cela untuk di keluarkan kembali. Alvin menutup matanya, mencoba mengingat-ingat masa lalunya bersama Agni untuk terakhir kalinya. Saat dimana ia dan Agni pacaran, saat dimana ia menyusul Agni ke paris dan mendapati Agni sudah menjadi istri sahabatnya sendiri, saat dimana ia nyaris depresi waktu Agni memutuskannya secara sepihak.
Semua tergambar jelas. Kembali. Ia mencoba mengingat bagaimana ia menjadikan Ify sebagai pelariannya, bagaimana ia masih meminta Agni untuk kembali bersamanya padahal Agni sudah menikah, dan bagaimana ia membuat Agni bimbang sehingga Agni enggan tidur dengan suaminya sendiri. Ini semua ulahnya, dia yang selalu menyuntik pikiran Agni dengan omongan-omongannya. Hingga akhirnya mereka berdelapan liburan ke Paris dan suatu perkembangan mengejutkan terjadi diantara Cakka dan Agni.
Lonjakan kegembiraan itu, yang terpancar dari wajah Cakka dan Agni di pagi itu. Semua masih terekan sempurna di ingatan Alvin. Rekaman yang selalu membuatnya ingin membunuh Cakka. Seorang sahabat yang telah menikahi pacarnya.
“Relaain Agni, Vin.” Tepukan halus Iel kembali membawa Alvin ke dunia nyata. Ternyata Alvin gak sadar bahwa mereka telah sampai. Alvin tersenyum tipis. “Agni bukan jodoh lo, terima itu.” Ujar Iel lagi.
Alvin tersenyum kecil. “Gue tau, Yel. Tapi semuanya itu butuh proses.”
Iel melihat keluar mobil. Terlihat Cakka yang berlari-lari menaiki tangga teras rumah demi untuk segera sampai kekamar. “Cakka dan Agni di jodohin dari kecil. Rahasia keluarga, bahkan Agni dan Cakka mengetahui semua itu sejam sebelum ijab kabul di lakukan.”
Alvin tersentak. “Dari kecil ?”
“Iya. Sori, adik gue udah ngebuat lo kecewa. Harusnya gue peringatin lo supaya gak cinta ke Agni, tapi gue gak tega sama lo.”
“Maksud lo ?”
Iel menarik nafas. “Waktu Agni kenalin Ray sama gue, besoknya gue langsung ngabarin Ray kalau Agni udah di jodohin. Ray langsung mundur. Gitu juga yang terjadi sama Debo, Deva, Riko. Tapi entah kenapa, gue gak tega ngelakuin itu ke lo.”
Alvin mengerutkan keningnya. Dengan sabar ia menunggu lanjutan perkataan Iel.
“Gue inget, bukan Agni yang ngenalin lo sama gue, tapi lo sendiri yang ngenalin diri ke gue.” Iel mengatur nafasnya. “Waktu itu gue cek-cok sama Agni, gara-gara dia tau bahwa gue yang nyuruh Riko jauhin dia. Gue nyaris mukul dia, tapi mendadak lo muncul dan nahan tangan gue. Dan lo bilang Agni itu pacar lo.”
Alvin kembali tersentak. Siluet-siluet itu datang lagi.
“Gue salut sama lo. Lo berani nantang gue yang waktu itu masih tergolong sok preman. At least, sejak saat itu kita sahabatan. Gue makin gak tega bilang tentang status Agni yang sebenarnya ke lo.” Iel diam sebentar. Ia tatap Alvin lekat-lekat. “Pas kuliah kita satu kampus, kita ketemu Rio, ketemu Cakka. Kita berempat makin deket. Dan hari dimana Cakka dan Agni harus menikahpun tiba. Semuanya serba buru-buru.”
“Waktu itu lo bilang Agni di opname di salah satu rumah sakit di Paris.” Ujar Alvin, pelan.
Iel mengangguk. “Gue bohong. Itu Cuma supaya lo datang ke Paris. Gue gak tau lagi gimana caranya supaya lo tau status Agni saat itu. Sorry, Vin. Maafin gue dan Agni. Kita beneran gak bisa ngelanggar perintah orang tua. Demi kehormatan keluarga besar.” Tutup Iel. Ia menunduk.
“Kok jadi lo yang mellow sih, Yel ?” Canda Alvin.
“Maafin kita.”
“Maafin gue juga.”
“Sahabat ?”
“Forever.”
Setelah ber-high-five keduanya pun turun dari mobil. Terlihat sudah ada empat orang yang menunggu mereka di depan pintu.
Sahabat. Selamanya.
@@@
Cakka berdiri mematung di belakang Agni yang sedang menatap keluar jendela. Ingin rasanya ia memeluk Agni. Tapi sepertinya waktunya sedang tidak tepat.
“Paris memang penuh kejutan ya ?” Ujar Agni, datar. “Kira-kiraa Paris akan ngasih apa lagi setelah ini ?”
Cakka diam. Ia memilih-milih kata yang tepat untuk membalas perkataan Agni. Cakka gak mau salah sikap lagi.
“Paris ngasih aku harta yang paling berharga.” Ujar Cakka, juga datar.
Suara bening Christina Aguilera memenuhi kamar mewah Agni dan Cakka. Suara yang merdu, namun menusuk. Cakka memilih duduk di tempat tidur. Agni tetap berdiri di ambang jendela, sambil memperhatikan Alvin yang sepertinya sedang meminta maaf pada Ify.
“Paris ngebuat aku kehilangan orang yang paling aku cintai waktu itu. Paris memaksa aku menjaga kehormatan keluarga. Paris memberikan aku kado terindah. Dan hari ini Paris menampakkan aku sebuah kenyataan pahit.”
Cakka tiba-tiba bangkit dan langsung memeluk Agni dari belakang. “Aku dan Oik gak ada hubungan apa-apa lagi. Aku berani sumpah. Tadi itu dia yang meluk aku, bukan aku. Aku minta maaf, Ag. Aku minta maaf.” Cakka meracau.
Agni menarik nafas, berat. Lama baru ia membalas perkataan Cakka.
“Paris terlalu menyimpan banyak kejutan.” Lirih Agni.
Cakka lebih mengeratkan pelukannya pada Agni. “Maafin aku.”
“Jangan lakuin itu lagi, Kka.”
Cakka membalikkan tubuh Agni, ia elus pipi Agni penuh dengan kasih sayang. “Maafin aku. Jangan buat Paris mengakhiri kisah kita begitu saja.”
Agni tersenyum. Ia lingkarkan tangannya di pinggang Cakka. “Paris takkan mampu merampas seorang lagi dari aku. Aku bisa pastiin itu.”
“Jadi kamu maafin aku ?” Tanya Cakka berbinar.
Agni melepaskan lingkaran tangannya lalu berkacak pinggang. “Dengan satu syarat.”
“Anything for you, sweetheart.”
Cakka pun langsung memeluk Agni. Menghilangkan semua rasa ketakutannya saat di basement tadi. Menyirnakan rasa sakit atas tonjokan tadi. Mencoba membelah malam, mengalahkan Paris. Ia bersumpah, Paris tak akan pernah lagi menjadikan kisahnya dan Agni sebagai permainan ludo. Paris yang indah, Paris yang penuh kejutan.
@@@
Sebuah Limosin mewah berhenti tepat di sebuah menara yang amat sangat megah dan mengundang decak kagum itu. Menara Eiffel. Lambang kota Paris. Menara yang tingginya tak bisa di hitung dengan jengkal. Menara yang mempesona. Menara yang mempertemukan cinta siapa saja.
“Untung kita gak punya catatan sejarah di Paris ya, Yo.” Ujar Shilla pada Rio yang sedang asyik menatap menara fenomenal itu.
“Kita juga.” Balas Sivia seraya membenarkan letak kacamata Iel.
“Paris di luar dugaan gue.” Celetuk Ify. Alvin segera merangkulnya.
Kemudian semuanya diam. Udara jam 3 pagi tak membuat mereka semua kedinginan. Ada sesuatu yang menghangatkan, entah apa itu. Semua larut dengan pikiran masing-masing. Mungkin telah ada yang ber-chating-ria dengan salah satu pilar yang ada di menara tersebut. Mungkin.
“Gue benci Paris.” Lirih Agni. Ia menunduk. Mencoba memotivasi pupil dan konjungtiva agar tak mengeluarkan tetesan apapun.
Cakka yang di sebelahnya langsung membawa Agni ke dekapannya, membelai rambut Agni dengan sayang. “Hei, kamu lupa. Kita bawa ini dari Paris.” Cakka menepuk-nepuk lembut permukaan perut Agni.
“Tapi Paris hampir menghancurkan semuanya.”
“Aku janji, Paris tak akan melakukan itu lagi.”
“Janji ?” Agni minta kepastian.
“Janji.” Jawab Cakka, yakin.
“Paris gak akan ada lagi di daftar hidup gue.” Alvin menimpali.
“Paris gak akan bisa ngerusak kisah gue.” Ujar Rio, serius.
“Dan jangan sampai Paris ngebuat kita ketinggalan pesawat.” Iel yang sedari tadi diam ikut buka suara. Dan kali ini semua mengangguk serentak. Limosin-pun melaju. Meninggalkan asap kasat mata. Meninggalkan Eiffel. Meninggalkan Paris. Saat itu juga.
Paris yang indah, Paris yang penuh kejutan, Paris yang takkan lagi jadi pilihan.
@@@
Semuanya seperti api dan lilin, seperti air dalam gelas, seperti kue dalam toples, seperti tumpukan novel yang telah di baca, seperti baterai, seperti sakit deman, seperti flu, seperti parfum, seperti bedak, seperti lipstik, seperti sabun, seperti shampo, seperti umur, seperti sekolah, dan seperti itulah ketidakmauanku atas habisnya sesuatu yang terjadi secara berkala.
Aku ingin seperti tumor, yang terus menggrogotimu yang akhirnya takhluk dan jatuh kegenggamanku selamanya. Tanpa perlawanan.
By : Irmayani Rizki
###
Semuanya seperti kain yang bermula dari kapas, seperti Romeo yang ditinggal mati oleh Juliet, seperti kebohongan yang ditutupi oleh Jane dan Jonny Smith, seperti Arinda yang mencintai Genta, seperti Genta yang mencintai Riani, seperti Riani yang mencintai Zafran, seperti Zafran yang mencintai Arinda, seperti Raditya Dika dan cerita bodohnya, seperti Rose yang melihat Jack membeku di hadapannya, seperti Modesty yang malah bercerita pada perampok yang ingin mencuri semua uang di kasino tempat ia bekerja, seperti ikan yang akan mati tanpa air, seperti Mesir yang sudah berjodoh dengan Nil, dan seperti itulah kesungguhan cinta yang belum bisa pudar dari hati yang masih kesakitan ini.
@@@
I see my vision burn
I feel my memories fade with time
But i’m too young to worry
There street we travel on will undergo or same lost past
“Hai, Ag. Kok sepi ?”
Agni berbalik untuk melihat si pemilik suara. Sejenak ia tersenyum kecil kemudian kembali larut dengan majalah yang sedang ia bolak-balik.
“Lagi pada keluar. Lo sih bangunnya telat.” Jawab Agni. Ia masih berkutat dengan majalahnya. Avanged7fold terus saja berteriak-teriak di hadapannya.
“Pada kemana ?”
Alvin membanting diri di samping Agni. Membuat Agni sedikit terlonjak, sesegera mungkin ia melotot pada Alvin yang sudah cengar-cengir.
“Cakka, Rio, Iel lagi ke rumah Oma. Shilla, Sivia, Ify lagi ke Mall.” Agni menjawab seadanya tanpa memandang Alvin.
Alvin hanya manggut-manggut. Kemudian kembali berceloteh.
“Kok lo gak ikut ?”
“Males.”
“Kenapa males ?”
“Males aja.”
“Ada alasannya donk.”
Agni menutup majalahnya dengan sedikit bantingan. Kemudian memicing tajam ke Alvin. Mengganggu.
“Dari dulu ya lo. Dari dulu kalo nanya selalu sampai detail. Gak ngerti privasi banget sih ?” Agni emosi. Moodnya mendadak turun level sampai nol.
Alvin mengerutkan kening.
“Calm down. Dari dulu emosian mulu.”
“Suka-suka gue.” Balas Agni ketus.
“Ternyata efeknya besar juga ya, Ag.” Alvin menerawang. Avenged7fold masih teriak-teriak, kini sudah memasuki bait-bait akhir.
“Iya.”
“Pasti seneng donk ?”
Agni mendengus keras. Sebal juga dia lama-lama mendengarkan ocehan-ocehan Alvin yang gak bonafite seperti ini.
“Kok Ify betah ya sama lo ?” Sindir Agni.
Alvin tersenyum sinis lalu menjawab.
“Soalnya Ify gak emosian kayak lo.”
Agni kembali mendengus. Alvin bikin BT tingkat tinggi.
“Gak usah dengus-dengus gitu juga kali, Ag. Gak bagus untuk pertumbuhan janin.” Ujar Alvin sambil tertawa kecil. Bikin Agni makin BT.
“Bisa gak sih sehari aja gak ngerejokin gue ?” Ketus Agni sambil mendelik tajam. Tapi walaupun begitu tak akan ada efek ngeri atau apalah bagi Alvin. Alvin malah ngakak puas.
“Tampang lo kalau lagi delik-delik gitu lucu deh. Jadi gemes gue.” Segera Alvin mencubit kedua pipi chubby Agni setelah mengucapkan kalimat ungkapan perasaan tadi.
“Sakit, Kokooo.” Pekik Agni. Keceplosan.
Alvin mendadak berhenti tertawa dan menarik tangannya yang masih bersarang di pipi Agni. Ia ambil remote kemudian ia tekan tombol replay. Avenged7fold kembali berteriak-teriak. Kali ini bukan Seize The Day, tapi Dear God.
“Lo masih ingat lagu ini gak ?” Tiba-tiba Alvin berujar serius.
“Ini lagu kesukaan,,,” Agni menoleh ke Alvin. “,,,kita.” Kemudian ia menunduk. Masa lalu.
Alvin tersenyum, ternyata Agni masih mengingatnya.
“Koko.” Alvin menerawang. “Bukannya kata itu udah kita kubur semenjak satu setengah tahun yang lalu ya, Ag ?”
Alvin menoleh ke Agni, Agni masih menunduk sambil memutar-mutar telunjuknya di sofa. Seperti orang kebingungan.
“Ternyata memang susah ngelupain kenangan.” Alvin berlanjut. Ia serius menatap ke layar televisi.
Cause i’m lonely and i’m tired
I missing you again oh no,,,once again
“Khusus di reff bagian ini, gue selalu nangis. Ironis banget ya ?” Tanya Alvin yang berharap Agni akan mengeluarkan sebuah suara. Tapi Agni tetap diam. “Susah, Ag. Susah banget.”
Beberapa detik Alvin diam. Mencoba mencerna tentang rasa yang ia miliki. Tak tau apakah semua sia-sia, apakah semua hanya kebohongan, apakah semua merupakan kesalahan, dan apakah semua merupakan harta berharga. Alvin mencoba mencerna, tapi hasilnya malah semakin banyak kata ‘apakah’ yang ia hasilkan.
“Itu masa lalu, Al.” Jawab Agni, berusaha tenang.
Alvin tersenyum sinis. “Al ? Gue selalu suka singkatan itu. Singkatan yang hanya pernah terucap dari satu orang.” Alvin menoleh lagi Ke Agni, kali ini mata keduanya bertemu. Saling pandang, saling mencari rasa, saling menerka-nerka, semuanya.
Agni sadar duluan. Ia palingkan wajahnya dari Alvin. Semuanya kembali tergambar secara gamblang. Siluet-siluet itu, kenangan-kenangan, airmata, tawa, teriakan, amarah. Agni menghela nafasnya. Avenged7fold masih berteriak.
“Sinaran mata lo selalu mengebuat gue tenang.” Alvin kembali berujar. Kali ini suaranya agak tercekat. Seperti ada rasa kehilangan.
Agni mengatur nafasnya. Ia memotivasi diri, jangan sampai berlarut-larut. Semuanya sudah tak sama lagi. Antara dirinya dn Alvin hanya bongkahan masa lalu.
Agni menoleh ke Alvin. Ia tersenyum lebar. Seakan-akan mereka tak pernah ada di dalam forum seserius tadi. “Lo pasti belum sarapan. Gue buatin sarapan ya ? Soalnya sarapan yang tadi di buat udah abis.” Celoteh Agni, berusaha keluar dari forum.
“Gue nyaris depresi.” Alvin tetap di forum.
“Mau sarapan apa ? Bilang aja, Vin. Gue lagi kena jin baik nih.” Agni tetap berusaha.
“Ternyata tidur setelah menegak obat tidur itu malah ngebuat kita semakin gak bisa tidur. Setidaknya itu berlaku buat gue.”
“Udah. Lo gak usah sok gak enak. Gue buatin kok. Kan gak tega juga gue liat lo mati kelaparan.” Agni bangkit dan mengecilkan volume televisi. Sekarang MCR sedang berteriak-teriak.
Alvin menghela nafas, kecewa. Percuma masih di forum, toh Agni berusaha keluar dari pembicaraan. Pintar.
“Nasi goreng aja.” Ujar Alvin. Akhirnya.
Agni mengangguk-angguk. Kemudian ia berjalan kearah dapur. Kira-kira lima langkah di belakang Alvin, ia berhenti. Tanpa menoleh, ia berujar. Kembali ke forum.
“Roti panggang aja. Yang gue tau, Al gak bisa makan nasi untuk sarapan.” Agni pun berlalu. Memasuki dapur, mengambil roti, mengolesinya dengan selai coklat, memasukkannya ke dalam microwave, mengatur suhu. Ia menangis. Al dan Koko, dua kata yang ia coba kubur selama satu setengah tahun ini. Tapi nihil. Semua masih terkuak. Sakit.
Alvin tercekat, lalu tersenyum. Agni masih hafal semuanya. Semuanya tentang Al. Alvin mengambil remote dan me-replay Dear God. Ia tak sadar, ada orang yang semakin terisak di depan wastafel saat Avenged7fold melantunkan baris ‘...and how i miss someone to hold when hope begin to fade...’.
Ada rasa yang menyesak, di antara keduanya.
@@@
“Main basket mau gak, Ag ?” Ide gila muncul di otak Alvin. Ia terus mengunyah roti panggang yang di buatkan Agni. Enak.
Agni melotot ganas, seolah berkata ‘Kagak inget kondisi gue ?’. Alvin mengerutkan kening, tapi detik kemudian ia menepuk jidat dengan keras. Ia lempar pandangan ‘gak jadi deh gak jadi’ dengan segera.
“Cakka lama deh. BT gue.” Keluh Agni.
“Kan ada gue, Ag. Kagak di anggap umat banget sih.”
“Gak seru sama lo. Bosen gue.”
Alvin mencibir. “Ya iyalah. Hampir tiga tahun lo bareng sama gue. Tau deh yang mau suasana baru.”
Obrolan kali ini lebih santai. Tak seserius tadi.
“Gak usah mulai deh. Gue lempar saos juga lo.” Ancam Agni sambil mengangkat botol saos. Minta nih si Alvin.
“Nyebut, nyebut. Gak bagus untuk pertumbuhan janin.” Alvin ngakak puas.
Agni manyun dahsyat. Agni segera berdoa dalam hati supaya Cakka cepat pulang. Bisa gila lama-lama nyolot-nyolotan sama Alvin. Sepertinya terkabul.
“Sayang, kamu dimana ?” Cakka berteriak dari pintu depan.
Agni yang mendengar itu langsung berlari menghampiri Cakka. Alvin sempat teriak-teriak panik. Tapi Agni masa bodo dan tetap berlari. Ia langsung memeluk Cakka. Membenamkan mukanya di dalam dekapan Cakka.
“Sudah seabad lamanya kita tak bertemu.” Rio bersyair. Diikuti anggukan semangat dari Iel.
“Kok tiba-tiba meluk gini ?” Tanya Cakka kebingungan. Gak biasanya Agni jadi manja gini ke dia.
Agni manyun. “Gak mau lagi di tinggal di rumah bareng Alvin.” Aku Agni, merengek.
“Kenapa, Ag ?” Rio nimbrung. Iel ngangguk-ngangkuk lagi.
“Alvin nyebelin. Ngerecokin mulu.”
Cakka mengacak-acak lembut rambut Agni. Rio dan Iel segera pengen muntah. Sok mesra. Gak inget apa setahun setengah dianggurin sama Agni ?
“Nanti Alvin-nya aku tegur deh.”
“Marahin sekalian. Terus ceburin ke kolam. Alvin kan gak bisa renang tuh, biarin aja dia mati kelelep. Hatiya kita cincang-cincang, jantungnya kita panggang. Trus makan bareng deh di halaman belakang sambil kemahan.”
Cakka diam di tempat, hp nyaris jatuh dari genggaman.
Rio gosok-gosok kuping, berharap ia yang salah denger,
Iel, dengan santai nepuk pundak Agni dan berujar. Dewasa.
“Hush, gak boleh gitu. Jaga omongan. Kamu gak boleh lagi sembarangan ngomong. Inget kondisi kamu sekarang.” Ujar Iel bijak. Iel pun segera melesat ke kamar mandi terdekat, mual banget ngebayangin kalau dia makan hati dan jantung Alvin beneran.
Alvin ? Masih di meja makan. Sambil megangin dada.
“Bercanda.” Agni nyengir lebar. Semua lega.
“Nyusul ke mall mau gak ?” Usul Alvin yang baru datang dari ruang makan.
Semua mengangguk. BT juga di rumah mulu.
@@@
Tak butuh waktu lama. Akhirnya mereka sekarang jalan bareng di salah satu mall termewah di Paris. Tapi berhubung Alvin orangnya cepat capek dan Agni memang gak boleh capek, jadilah Agni dan Alvin berada di kondisi seperti tadi pagi lagi. Duduk berduaan.
“Sori soal tadi pagi. Gue gak maksud ngebicarain masa lalu.” Ujar Alvin sambil memijati kakinya.
Agni tak langsung menjawab. Ia harus waspada, jangan sampai ada yang mendengar. Setelah memastikan bahwa Cakka masih asyik bertelpon-ria, Agni pun berujar.
“Udah lah, Al. Udah lewat ini.”
“Tapi gue gak bohong, Ag. Gue beneran susah lupain lo.”
Agni berdecak. “Al, jangan kayak anak kecil. Semuanya itu udah beda. Lo udah ada Ify, dan gue udah ada Cakka. Moving On donk. Wake up. Cerita kita Cuma masa lalu. Past. Ok ?”
Alvin melongos. Apa sudah sedemikian gak ada harapan lagi ?
“Kita coba aja lagi ?” Usul Alvin, hati-hati.
Agni segera mendelik. “Al, lo apa-apaan sih ? Kita gak mungkin kayak dulu lagi. Lo kenapa sih ? Kita kan udah janji gak ngomongin ini lagi.”
Lama Alvin terdiam. Kembali mencoba mencerna. Ia lirik Agni yang sudah tidak sabar menanti perkataan darinya. Alvin mengatus nafas, ia tatap Agni lekat-lekat.
“Udah beberapa malam ini gue mimpiin lo.”
“Lalu ?”
“Di dalam mimpi lo kembali jalan sama gue.”
“Trus ?”
“Agni, gue tau lo gak bego.”
Agni berfikir sebentar. “Alvin, itu Cuma mimpi. Just flower of dream. Gak lebih.”
“Tapi itu udah lebih tiga kali. Gue yakin itu ada maksudnya.”
Agni memutar bola matanya. Alvin menanti dengan was-was.
“Gue pernah mimpi bakal kehilangan Cakka. Tiga kali berturut-turut. Tapi nyatanya, Cakka masih sama gue kan ? So, itu Cuma mimpi. Gak lebih.” Ucap Agni, yakin.
Alvin mengangguk-angguk. Sejurus kemudian Alvin tersenyum sinis. “Lo yakin itu gak bakal jadi kenyataan ?”
“Iya. I’m sure.”
“Gue gak. Liat itu.” Alvin menunjuk kebelakang Agni. Agni menoleh. Sukses, Agni menjatuhkan eskrim yang sedang ia pegang.
Mendadak Agni merasa otot-ototnya lemas. Tangannya bergetar. Ada seperti gemuruh yang bersiap menyeruak dari rongga dada. Nafasnya memburu, oksigen berebutan dulu-duluan dengan karbondioksida. Dadanya agak sesak, gejala yang akan membawa sinyal-sinyal ke pupil dan kongjungtiva bergerak cepat, cairan bening siap meluncur.
“Apa perlu gue ulangin persepsi lo tentang mimpi ?”
Agni tetap diam. Pemandangan di depannya membuatnya kehabisan kosa kata.
“Gue rasa lo bisa paham semuanya. Kalau,,,,
“ALVIN DIAM. DIAM. GUE GAK MAU DENGER APAPUN LAGI.” Agni berteriak histeris sambil menutupi kupingnya. Beberapa orang yang lalu-lalang menatap sinis kearah Agni. Agni gak peduli.
“Ag, lo gak pa-pa kan ?”
“GUE BILANG DIAAAAAMMM !!!”
Agni mengambil tasnya. Lalu berlari dengan kencangnya kearah pintu keluar. Pertahanannya jebol. Pipinya basah. Hatinya sakit. Ia tak mempedulikan teriakan-teriakan orang di belakangnya. Apapun ia tabrak. Entahlah. Semua serasa begitu cepat.
Ia memasuki sebuah taksi. Ia bisa melihat Alvin dan Cakka yang menggedor-gedor kaca pintu taksi. Ia tarik paksa tirai yang terikat rapi di sisi pintu taksi.
“Please hurry up.”
“Yes, Mam.”
Taksi pun melaju.
@@@
Boughhh,,,,
Cakka merasakan ujung bibirnya perih. Tapi ia diam saja. Tak menangkis apalagi membalas. Saat ini mereka, kecuali Agni, sedang perang dingin di basement mall yang di gunakan sebagai area parkir.
Boughhh,,,,
Ujung bibirnya kembali perih. Tapi tetap seperti tadi, ia diam dan menerima semuanya begitu saja.
“Gue kan udah bilang, jangan berhubungan lagi sama Oik. Lo tuli, bego atau apa ? Sekarang gini kan jadinya.” Iel berteriak-teriak penuh amarah. Serasa ia ingin menelan Cakka hidup-hidup.
“Agni belum nyampe rumah.” Ujar Sivia memburu. Ia kembali memencet-mencet tombil hp-nya. “Nomornya gak aktif.”
Boughhh,,,,,
Kini giliran Alvin yang menghajar Cakka. Amarahnya sudah memuncak.
“LO ITU GILA !!!” Teriak Alvin. Semua bergidik. Alvin yang selama ini terkesan pemdiam, sabar, dan tenang, mendadak berteriak histeris. Ada apa ini ?
“Vin, kenapa lo jadi ikutan marah ?” Rio bersuara. Ia benar-benar merasa aneh.
Alvin menatap sinis ke Rio. Ia mendadak lupa statusnya sekarang. “Lo nanya kenapa gue marah ? Dia ini,,,,” Alvin menunjuk-nunjuk muka Cakka. “,,,Cakka, sahabat gue, yang gue relain ngambil pacar gue. Yang gue kira bakal jagain baik-baik pacar gue. Tapi sekarang apa ? Gue gak tau pacar gue itu dimana ? GUE GAK TAU.”
Semua shock. Terdiam. Tak menyangka Alvin akan berujar seperti ini. Di pojokan dekat mobil Ify sudah berdiri mematung sambil meremas jemari Shilla, mencoba mencari kekuatan.
“Dia bukan pacar lo lagi. Dia istri gue.” Ujar Cakka, tenang namun tegas. “Jadi lo gak perlu marah atau sok peduli. NGERTI LO ?”
Cakka mendorong tubuh Alvin dan,,,boughhh,,,,,satu bogem mentah mendarat mulus di pipi putih Alvin. Ujung bibirnya langsung menghasilkan darah segar.
Rio dan Iel panik. Kenapa sekarang jadinya malah Cakka dan Alvin yang adu jontos. Shilla, Ify, dan Sivia terpekik melihat perkelahian dua sahabat itu.
Rio berusaha menarik Cakka, dan Iel menarik Alvin. Tapi memang dasar Cakka dan Alvin jago bela diri, keduanya malah pukul-pukulan makin ganas.
“Lo suami gak bisa di pake. Lo gak liat tadi gimana reaksi Agni pas lo dan Oik pelukan, hah ?” Alvin mengoceh seraya melayangkan pukulan-pukulannya ke wajah Cakka.
Cakka merespon. Ia tangkap gepalan Alvin dan ia balik Alvin menjadi di bawah dirinya. Ia pukuli wajah Alvin dengan nafsunya.
“Lo cowok gak tau diri yang masih berani nembak cewek yang udah punya suami. Dimana otak lo, hah ?”
Rio dan iel masih berusaha melerai, tapi keduanya kewalahan. Mereka malah mendapat tonjokan-tonjokan kecil dari Cakka dan Alvin.
“STOOPP !!!”
Kontan Alvin dan Cakka meng-pause layangan tinju mereka.
“Kalian gak mikir apa yang bisa terjadi sama Agni di luar sana ?” Shilla berujar. Ia sudah gak tahan melihat perkelahian gak jelas yang di lakukan Alvin dan Cakka. “Kka, lebih baik sekarang kita cari Agni, bukannya malah tonjok-tonjokan begini.”
Cakka diam. Darah segar mengalir dari pelipisnya.
“Shilla bener. Kita harus cepat cari Agni. Ini udah hampir gelap.” Rio menimpali perkataan kekasihnya itu.
“Ok.” Iel setuju. “Para gadis sama Rio. Dan dua manusia sok hebat ini biar sama gue. Nanti di jalan kita kontek-kontekan.” Iel memberi aba-aba. Semua mengangguk setuju dan langsung memasuki mobil.
@@@
“Gue benaran gak sengaja ketemu Oik tadi, Yel. Dia meluk gue gitu aja. Gue gak sadar kalau Agni ngeliat. Karena awalnya gue sempet ngeliat Agni lagi asyik ngobrol sama Alvin.” Urai Cakka sambil melirik sinis ke Alvin yang duduk di bangku depan.
“Bullshit. Bilang aja lo kangen sama mantan lo itu.” Sela Alvin.
Cakka sudah siap-siap menonjok Alvin lagi, tapi Iel langsung berujar.
“Mobil gue bukan ring tinju.” Iel melirik Cakka dari spion. “Lo yakin ?”
“Yakin, Yel. Lo gak percaya sama gue ? Gak mungkin kan gue sengaja janjian sama Oik buat pelukan begitu. Gue juga masih punya perasaan.”
“Punya perasaan sama Oik maksud lo ?” Alvin kembali menyela.
“Vin, please. Jangan memperkeruh suasana.” Iel kembali melirik Cakka dari spion. “Gue percaya. Lo harus jelasin semuanya sama Agni. Lo tau kan, dengan kondisi dia yang sekarang, dia jadi sensitif.”
Cakka mengangguk cepat. “Gue bakal jelasin sejelas-jelasnya ke Agni.”
“Trus perasaan lo ke Oik gimana ?” Alvin menyela lagi.
“Eh, Vin. Lo belum puas tadi gue tonjokin ? Gue bukan kayak lo yang bisanya Cuma mengkhianati pasangan sendiri.” Balas Cakka, pedas.
“Gak usah sok nasehat deh lo.”
“Harusnya lo itu dapat siraman rohani. Lo gak nyadar gimana sakit hatinya Ify tadi pas lo nyebut Agni sebagai pacar lo ?” Ujar Iel mulai emosi lagi. Cakka mengiyakan.
Sial. Alvin benar-benar lupa. Alvin langsung diam seketika.
“Gak bisa ngomong kan lo ?”
Dalam hati Alvin mengiyakan.
“Kka, coba lo telpon Agni deh. Kali aja dia mau angkat telpon dari lo.”
Cakka segera mengindahkan suruhan Iel. Ia ambil ponsel dari saku celananya, dan langsung men-dial salah satu nama kontak.
Lama,,,,dan diangkat.
“Masih ingat nelpon aku ?” Tanya sebuah suara parau di seberang.
“Sayang, kamu dimana ?”
“Kamu gak perlu tau.” Suara seberang semakin parau. Sesekali terdengar isakan.
“Sayang, aku jemput ya ? Kamu dimana ? Jangan bikin aku cemas donk.” Cakka mengetuk-ngetukkan telunjuknya di kaca mobil.
Suara seberang terdengar menghela nafas. Samar-samar Cakka mendengar alunan suara David Archuleta dari seberang. “Kamu di rumah ?” Tebak Cakka.
“Menurut kamu ?”
“Agni Sayang, kamu di rumah ?” Cakka semakin memburu.
“Dalam lima menit kamu gak nyampe rumah. Kita the end.”
Tut,,,,sambungan terputus.
“Halo, Ag. Agni ? Agni ?”
“Dia di rumah. Cepetan putar arah. Dia Cuma kasih gue waktu lima menit. Ngebut aja, Yel.” Cakka panik. Kembali ia tekan-tekan tombol hp-nya, mencoba menghubungi Agni lagi, tapi nomornya malah tidak Aktif.
Di bangku depan Alvin menatap kosong keluar mobil. Ternyata masa lalunya benar-benar harus di kubur. Di kubur sedalam mungkin. Jangan sampai ada cela untuk di keluarkan kembali. Alvin menutup matanya, mencoba mengingat-ingat masa lalunya bersama Agni untuk terakhir kalinya. Saat dimana ia dan Agni pacaran, saat dimana ia menyusul Agni ke paris dan mendapati Agni sudah menjadi istri sahabatnya sendiri, saat dimana ia nyaris depresi waktu Agni memutuskannya secara sepihak.
Semua tergambar jelas. Kembali. Ia mencoba mengingat bagaimana ia menjadikan Ify sebagai pelariannya, bagaimana ia masih meminta Agni untuk kembali bersamanya padahal Agni sudah menikah, dan bagaimana ia membuat Agni bimbang sehingga Agni enggan tidur dengan suaminya sendiri. Ini semua ulahnya, dia yang selalu menyuntik pikiran Agni dengan omongan-omongannya. Hingga akhirnya mereka berdelapan liburan ke Paris dan suatu perkembangan mengejutkan terjadi diantara Cakka dan Agni.
Lonjakan kegembiraan itu, yang terpancar dari wajah Cakka dan Agni di pagi itu. Semua masih terekan sempurna di ingatan Alvin. Rekaman yang selalu membuatnya ingin membunuh Cakka. Seorang sahabat yang telah menikahi pacarnya.
“Relaain Agni, Vin.” Tepukan halus Iel kembali membawa Alvin ke dunia nyata. Ternyata Alvin gak sadar bahwa mereka telah sampai. Alvin tersenyum tipis. “Agni bukan jodoh lo, terima itu.” Ujar Iel lagi.
Alvin tersenyum kecil. “Gue tau, Yel. Tapi semuanya itu butuh proses.”
Iel melihat keluar mobil. Terlihat Cakka yang berlari-lari menaiki tangga teras rumah demi untuk segera sampai kekamar. “Cakka dan Agni di jodohin dari kecil. Rahasia keluarga, bahkan Agni dan Cakka mengetahui semua itu sejam sebelum ijab kabul di lakukan.”
Alvin tersentak. “Dari kecil ?”
“Iya. Sori, adik gue udah ngebuat lo kecewa. Harusnya gue peringatin lo supaya gak cinta ke Agni, tapi gue gak tega sama lo.”
“Maksud lo ?”
Iel menarik nafas. “Waktu Agni kenalin Ray sama gue, besoknya gue langsung ngabarin Ray kalau Agni udah di jodohin. Ray langsung mundur. Gitu juga yang terjadi sama Debo, Deva, Riko. Tapi entah kenapa, gue gak tega ngelakuin itu ke lo.”
Alvin mengerutkan keningnya. Dengan sabar ia menunggu lanjutan perkataan Iel.
“Gue inget, bukan Agni yang ngenalin lo sama gue, tapi lo sendiri yang ngenalin diri ke gue.” Iel mengatur nafasnya. “Waktu itu gue cek-cok sama Agni, gara-gara dia tau bahwa gue yang nyuruh Riko jauhin dia. Gue nyaris mukul dia, tapi mendadak lo muncul dan nahan tangan gue. Dan lo bilang Agni itu pacar lo.”
Alvin kembali tersentak. Siluet-siluet itu datang lagi.
“Gue salut sama lo. Lo berani nantang gue yang waktu itu masih tergolong sok preman. At least, sejak saat itu kita sahabatan. Gue makin gak tega bilang tentang status Agni yang sebenarnya ke lo.” Iel diam sebentar. Ia tatap Alvin lekat-lekat. “Pas kuliah kita satu kampus, kita ketemu Rio, ketemu Cakka. Kita berempat makin deket. Dan hari dimana Cakka dan Agni harus menikahpun tiba. Semuanya serba buru-buru.”
“Waktu itu lo bilang Agni di opname di salah satu rumah sakit di Paris.” Ujar Alvin, pelan.
Iel mengangguk. “Gue bohong. Itu Cuma supaya lo datang ke Paris. Gue gak tau lagi gimana caranya supaya lo tau status Agni saat itu. Sorry, Vin. Maafin gue dan Agni. Kita beneran gak bisa ngelanggar perintah orang tua. Demi kehormatan keluarga besar.” Tutup Iel. Ia menunduk.
“Kok jadi lo yang mellow sih, Yel ?” Canda Alvin.
“Maafin kita.”
“Maafin gue juga.”
“Sahabat ?”
“Forever.”
Setelah ber-high-five keduanya pun turun dari mobil. Terlihat sudah ada empat orang yang menunggu mereka di depan pintu.
Sahabat. Selamanya.
@@@
Cakka berdiri mematung di belakang Agni yang sedang menatap keluar jendela. Ingin rasanya ia memeluk Agni. Tapi sepertinya waktunya sedang tidak tepat.
“Paris memang penuh kejutan ya ?” Ujar Agni, datar. “Kira-kiraa Paris akan ngasih apa lagi setelah ini ?”
Cakka diam. Ia memilih-milih kata yang tepat untuk membalas perkataan Agni. Cakka gak mau salah sikap lagi.
“Paris ngasih aku harta yang paling berharga.” Ujar Cakka, juga datar.
Suara bening Christina Aguilera memenuhi kamar mewah Agni dan Cakka. Suara yang merdu, namun menusuk. Cakka memilih duduk di tempat tidur. Agni tetap berdiri di ambang jendela, sambil memperhatikan Alvin yang sepertinya sedang meminta maaf pada Ify.
“Paris ngebuat aku kehilangan orang yang paling aku cintai waktu itu. Paris memaksa aku menjaga kehormatan keluarga. Paris memberikan aku kado terindah. Dan hari ini Paris menampakkan aku sebuah kenyataan pahit.”
Cakka tiba-tiba bangkit dan langsung memeluk Agni dari belakang. “Aku dan Oik gak ada hubungan apa-apa lagi. Aku berani sumpah. Tadi itu dia yang meluk aku, bukan aku. Aku minta maaf, Ag. Aku minta maaf.” Cakka meracau.
Agni menarik nafas, berat. Lama baru ia membalas perkataan Cakka.
“Paris terlalu menyimpan banyak kejutan.” Lirih Agni.
Cakka lebih mengeratkan pelukannya pada Agni. “Maafin aku.”
“Jangan lakuin itu lagi, Kka.”
Cakka membalikkan tubuh Agni, ia elus pipi Agni penuh dengan kasih sayang. “Maafin aku. Jangan buat Paris mengakhiri kisah kita begitu saja.”
Agni tersenyum. Ia lingkarkan tangannya di pinggang Cakka. “Paris takkan mampu merampas seorang lagi dari aku. Aku bisa pastiin itu.”
“Jadi kamu maafin aku ?” Tanya Cakka berbinar.
Agni melepaskan lingkaran tangannya lalu berkacak pinggang. “Dengan satu syarat.”
“Anything for you, sweetheart.”
Cakka pun langsung memeluk Agni. Menghilangkan semua rasa ketakutannya saat di basement tadi. Menyirnakan rasa sakit atas tonjokan tadi. Mencoba membelah malam, mengalahkan Paris. Ia bersumpah, Paris tak akan pernah lagi menjadikan kisahnya dan Agni sebagai permainan ludo. Paris yang indah, Paris yang penuh kejutan.
@@@
Sebuah Limosin mewah berhenti tepat di sebuah menara yang amat sangat megah dan mengundang decak kagum itu. Menara Eiffel. Lambang kota Paris. Menara yang tingginya tak bisa di hitung dengan jengkal. Menara yang mempesona. Menara yang mempertemukan cinta siapa saja.
“Untung kita gak punya catatan sejarah di Paris ya, Yo.” Ujar Shilla pada Rio yang sedang asyik menatap menara fenomenal itu.
“Kita juga.” Balas Sivia seraya membenarkan letak kacamata Iel.
“Paris di luar dugaan gue.” Celetuk Ify. Alvin segera merangkulnya.
Kemudian semuanya diam. Udara jam 3 pagi tak membuat mereka semua kedinginan. Ada sesuatu yang menghangatkan, entah apa itu. Semua larut dengan pikiran masing-masing. Mungkin telah ada yang ber-chating-ria dengan salah satu pilar yang ada di menara tersebut. Mungkin.
“Gue benci Paris.” Lirih Agni. Ia menunduk. Mencoba memotivasi pupil dan konjungtiva agar tak mengeluarkan tetesan apapun.
Cakka yang di sebelahnya langsung membawa Agni ke dekapannya, membelai rambut Agni dengan sayang. “Hei, kamu lupa. Kita bawa ini dari Paris.” Cakka menepuk-nepuk lembut permukaan perut Agni.
“Tapi Paris hampir menghancurkan semuanya.”
“Aku janji, Paris tak akan melakukan itu lagi.”
“Janji ?” Agni minta kepastian.
“Janji.” Jawab Cakka, yakin.
“Paris gak akan ada lagi di daftar hidup gue.” Alvin menimpali.
“Paris gak akan bisa ngerusak kisah gue.” Ujar Rio, serius.
“Dan jangan sampai Paris ngebuat kita ketinggalan pesawat.” Iel yang sedari tadi diam ikut buka suara. Dan kali ini semua mengangguk serentak. Limosin-pun melaju. Meninggalkan asap kasat mata. Meninggalkan Eiffel. Meninggalkan Paris. Saat itu juga.
Paris yang indah, Paris yang penuh kejutan, Paris yang takkan lagi jadi pilihan.
@@@
Semuanya seperti api dan lilin, seperti air dalam gelas, seperti kue dalam toples, seperti tumpukan novel yang telah di baca, seperti baterai, seperti sakit deman, seperti flu, seperti parfum, seperti bedak, seperti lipstik, seperti sabun, seperti shampo, seperti umur, seperti sekolah, dan seperti itulah ketidakmauanku atas habisnya sesuatu yang terjadi secara berkala.
Aku ingin seperti tumor, yang terus menggrogotimu yang akhirnya takhluk dan jatuh kegenggamanku selamanya. Tanpa perlawanan.
Don't Deny Me (the short story)
By : Irmayani Rizki
####
Ini tentang rasa, tentang rasa yang seharusnya tidak ada. Namun tanpa disadari rasa itu menyusup dan menjalar. Kata sebagian orang ini CINTA. Benarkah itu ? Bukankah cinta itu indah.
Tentang rasa, cinta, dan,,, SAKIT.
+++
Di dalam sebuah kafe bernuansa klasik, tepatnya di pojokan kanan dekat pintu masuk kafe, duduk seorang pria dengan agak gelisah. Sesekali ia mengetuk dagu dengan telunjuknya, lalu memainkan sumpit, dan sesekali melihat layar ponsel dengan raut gusar juga resah. Ia menoleh ke pintu masuk, masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Huh, kenapa bisa selama ini sih ?
“Maaf, Cakka ya ?”
Cakka mendongak, lega sekaligus heran. Lega karena akhirnya yang ditunggu-tunggu sudah datang, heran karena yang datang ternyata seorang wanita. Bukankah yang menelpon tadi itu temannya ? Dan temannya itu adalah seorang pria. Kenapa wanita ini sekarang yang berdiri di hadapannya ? Wanita itu tampak menarik sedikit sudut kiri bibirnya, kemudian duduk kikuk di hadapan Cakka. Cakka ikutan kikuk. Terbesit rasa badmood sedikit karena ternyata ia di bohongi oleh temannya sendiri.
“Cakka, kan ?” Wanita itu memastikan. “Aku Via.”
Cakka mengangguk. “Lo kok tau gue Cakka ?”
Via tertawa pelan. “Setiap hari Agni cerita tentang kamu. Dan aku bahkan bisa mengenali kamu sejak aku masih di luar kafe. Ternyata gambaran Agni tentang kamu gak meleset sama sekali.”
“Agni ?”
“Iya.” Via mengeluarkan sesuatu dari tasnya, lalu menyodorkan pada Cakka. Itu sebuah scrapbook berwarna pastel. Terlihat agak berantakan, tapi kalau diperhatikan sebenarnya itu unik. Cakka mengambilnya. “Aku Cuma mau kasih itu.”
Cakka membukanya,,,
+++
12 April
Hallooo,,, Nama gue Agni. Gue seorang gadis yang yah apa adanya banget. Tapi gue sering berpendapat gue ada apanya banget sih ? Abaikan. Gue sekarang udah gak sekolah lagi, udah tamat. Baru aja. Ya sekarang kerjaan gue bolak-balik kampus. Menyenangkan kok, rada sebel juga sih kadang. Gue cewek yang tergila-gila ama Film, buku, dan HP. Gue selalu excited ngeliat 3 benda itu. Padahal gue gaptek lho. Bayangin aja, gue bingung main twitter, gue gak ngerti follow-follow-an di blog. Gue gak ngerti tutup akun. Pokoknya gue banyak gak ngertinya deh. Gue Cuma ngerti avatar. Kalau di tanya setiap adegan avatar, tanyain aja sama gue, gue HAFAL banget pokoknya. Lho, kok jadi omongin avatar sih ?
Hmmm,,, Gue itu facebook maniak. Gue gila banget sama yang namanya facebook. Sedih, curhat di facebook. Seneng, curhat di facebook. Marah juga. Kecewa apalagi. Kesel mah selalu. Pokoknya hidup gue selalu dengan facebook, facebook, dan facebook. Salah siapa ? Salah gue ? Salah temen-temen gue ? Siapa siapa siapa ? Intinya facebook itu udah kayak diary gue. Gila ya, diary kok di baca orang. Berjamaah pula. Gila lo, Ag. Emang. Hehehe,,,,
Gue sebenarnya bukan tipe yang suka nulis diary, tapi entah kenapa gue pengen. Jadi saat gue mati nanti, seenggaknya ada diary ini. Jadi gini, gue lagi tertarik sama seseorang. Tapi gue gak kenal siapa. Aneh kan ? Tapi gue tertarik sama dia. Ada semacam gaya gravitasi. Iya, iya, gaya gravitasi itu gaya tarik bumi. Yang berarti sejauh apapun benda itu dilempar –selama benda itu masih dalam batas gravitasi- maka jatuhnya tetap ke bumi. Dan itu yang gue rasain. Gue udah berusaha menjauh, tapi yang ada gue malah makin tertarik, tertarik, dan tertarik. TERTARIK. T-E-R-T-A-R-I-K.
Gue Cuma berharap, suatu hari nanti gue bisa kenl dia. Lebih dekat.
20 April
Huwaaaaa,,,,, Kita kenalan, kita temenan, dan kita mulai deket. Yes, yes, yes. Thankz, GOD. Gue seneng banget. Sumpah. Gue bahkan gak sesenang ini waktu gue dapat nilai A. Gila gue langsung excited. Huwaaaa,,,,, Ok. Tenang, Agni. Tenang.
Namanya Cakka *keren banget namanya*, dia anak Jakarta *kalau gue bandung*, dia cowok *gue banci. Plakkk,,,*
Yaampun, Cakka. Gue excited banget waktu lo nge-wall ke gue. Padahal kita tememan –di FB- udah lumayan lama lho. Kok lo baru nge-wall gue sekarang sih ? Segitu gak terlihatnya gue ya ? Huhuhu,,,
Cakka Ekas Nuraga>Agni Firefly Jingga
Kalo lo suka Zuko, gue suka’a Katara. Cantik sih. :p
Gue shock banget. Gue inget banget. Gue bikinnya status bahwa gue suka banget sama tokoh Zuko. Awalnya lo Cuma nge-like. Ya gue pikir mana mungkin lo nge-wall ke gue. Gue tau banget lo suka film, karena wall lo penuh dengan obrolan-obrolan seputar film. Kebanyakan film box office yang judulnya bikin lidah gue keserimpet. Jadi gue gak berharap sedikitpun kalau lo bakal tertarik sama avatar. Eh ternyata. Cakka, thankz untuk hari ini.
Agni Firefly Jingga>Cakka Ekas Nuraga
Kalo Zuko gantengnya gak nahan. :D
Cakka Ekas Nuraga> Agni Firefly Jingga
Eh, lo suka film apa lagi ?
Agni Firefly Jingga>Cakka Ekas Nuraga
Banyak sih. Susah gue nyebutin’a.
25 April
Ternyata Cakka orangnya gampang ngambek. Lucu banget sih lo, Kka. Hahaha,,, Gue harus hati-hati banget ngomong sama dia. Takutnya dia ngambek sama gue. Brabe deh gue. Tapi sampai hari ini kita masih baik-baik aja kok.
Hmmm,,, Ada yang aneh sama gue. Gue mulai-mulai ngerasa beda. Gue gak tau apa dan kenapa. Tapi gue selalu nunggu-nunggu Cakka. Apa ini cin,,, GAK ! Gila aja. Gue kan gak kenal Cakka. Dia Cuma temen FB gue yang sering ngebuat gue excited. Masak iya gue cyberlove ? Oh Lord, reallove aja gue gak percaya. Ini cyberlove gitu. Cyber dan love. Cinta maya. Gak nyata. Gak real. Abstrak. Agni, WAKE UP !!!
27 April
Sebeeeellll,,,, Kenapa sih Cakka itu kalau di FB kayak hantu. Datang dadakan, pergi juga dadakan. Nanti dia nongol, terus nyapa gue, terus ilang. Senewen gue jadinya. Dan kenapa juga gue harus nunggu dia ? Emang dia siapa ? DIA ITU ORANG YANG UDAH NGEBUAT HATI GUE KACAU. JELAS ?
Huwaaa mamaaaaaa,,, Cakka itu siapa sih ? Kenapa gue bisa sebegitu resahnya Cuma gara-gara wall gue lama di replay ? Gue sampe jadi galau.
Cakka, Cakka, Cakka,,,, Apa gue sa----yang lo ? OH NO !!!
30 April
Agni Firefly Jingga
Broken Heart
Itu status gue tadi siang. Iya, gue broken heart. Tanya donk sama siapa. SAMA CAKKA !
Cakka Ekas Nuraga>Agni Firefly Jingga
Gue lagi seneng,,,,
Agni Firefly Jingga>Cakka Ekas Nuraga
Seneng kenapa lo ?
Cakka Ekas Nuraga>Agni Firefly Jingga
Gue balikan ama mantan gue.
Jdaaaarrrr,,, Adegan selanjutnya gue balesin wall Cakka dengan mood di ujung tanduk. Tinggal jatuh aja tu mood dan pecah. Gue sebel, sakit hati, marah, dan,,,, NANGIS. Gue nangis. Gue ngurung diri di kamar sambil natapin layar laptop. Ngebaca ulang wall-nya Cakka sampai berulang-ulang dan gue hafal sehafal-hafalnya. Dia balikan sama mantannya. Gue gak pengen tau sama siapa. Walaupun gue tau siapa. Gue pernah liat dia gombal-gombalan sama mantannya itu di status si mantan.
Hiks mamaaaaa,,,,, Gue gak terima. Gak terima. Gak rela. Cakka, lo nyakitin gue tau gak sih. Salah gue apa ? Gue Cuma suka sama lo dan gue bisa sesakit ini ? Waktu gue di putusin Gab aja gue gak sampe nangis begini.
Cakka, sebenarnya lo siapa sih ? Lo berhasil banget buat hati gue patah berantakan.
5 Mei
Gue udah gak sedekat dulu lagi sama Cakka. Gue gak menghindar, tapi gue takut sakit hati gara-gara orang gak jelas siapa kayak Cakka. Lagian, Cakka udah jarang kirim wall ke gue. Dan gue juga males kirim wall ke Cakka. Tanpa gue pun wall Cakka tetep rame. Dan tadi gue liat Cakka dapet temen baru yang ternyata juga suka avatar. Mereka seru banget ngebahas tentang avatar. Dan Cakka keliatan lebih enjoy sama dia daripada sama gue. Dia ngebahas Zuko dan Katara. Sampe-sampe dia ngasih sebutan cewek itu Katara, dan dia dikasih sebutan Zuko ama si cewek. Jujur, sakit banget. Tapi gue siapa ? Gue ada hak apa harus marah ke Cakka ? Cakka bukan siapa-siapa gue. Cuma temen FB yang diam-diam gue suka, terus gue sayang, apesnya gue ja---tuh cin---ta sama dia.
Kka, ternyata gue bener-bener segitu gak terlihatnya ya di mata lo ?
10 Mei
Hari ini gue stay di FB dari subuh. Harapan gue : CAKKA MUNCUL. Tapi , GAK ! Gue liat wall dia penuh, dia juga buat status dan statusnya full comment. Gue nangis lagi. Karena seorang Cakka. Cyberlove gue. Gue akhirnya mutusin kalau gue memang terserang cyberlove. Sumpah ya, ini nih sakit banget. Lo bisa bayangin gak ? Gue gak tau Cakka itu gimana, tinggi dia berapa, kulit dia mulus atau gak, logat bicaranya gimana, dan gue CINTA sama dia. Damn !!! Gue kecewa sama diri gue sendiri. Harusnya dulu gue gak temenan sama dia, gue gak perlu excited sama dia, gue gak perlu WTW-an sama dia, dan GUE GAK PERLU KENAL DIA !!!
Gu kesel, gue marah, kenapa harus gue sih ? Cakka, lo itu sebenarnya siapa ?
20 Mei
Hari ini sebulan tepat gue kenal Cakka. Dan,,, Gue mutusin buat lupain Cakka. Selamanya. Dan selamanya itu sangat lama.
Kka, gue tetep pengen tau, lo itu sebenarnya siapa sih ? Kenapa lo dengan suksesnya bisa ngebikin gue sesakit ini ? Semenderita ini ? Lo tau, setiap malam gue tungguin lo, setiap siang gue nantiin lo. Gue bahkan selalu mikirin lo. Lo tau, gue tau semua tentang lo. Lo itu ngambekan, susah makan, cepet ngantuk, males mandi, gak tahan dingin, cuek, dingin, gak suka orang SKSD, lo suka warna-warna dark, lo suka pake kupluk, lo suka main piano, lo suka basket, lo suka lagu jazz, suka nonton film, suka pakai kaos di lapisin kemeja, suka pakai kets, lo yang gak suka SMS-an, gak suka nomor hp lo di sebar-sebar, gak gampang emosi tapi gampang tersinggung. Gue tau semuanya, Cakka. semuanya. Dan apa lo tau gue ?
+++
“Tulisan Agni terputus sampai di situ. Sebenarnya Agni nulis tentang kamu itu setiap hari.” Cakka mendongak. Matanya sayu menatap Via. “Itu Cuma bagian-bagian penting aja. Aku gak nampakin semuanya ke kamu, karena menurut aku Cuma ini yang perlu kamu tau. Selebihnya biarlah hanya Agni yang tau.”
“Gue gak pernah tau kalau ternyata,,,” Cakka menggantungkan ucapannya. Kepalanya mendadak pusing. Agni, Agni, Agni,,,
“Kka, jangan pernah bahas soal scrapbook ini dengan Agni. Dia,,, Dia berusaha untuk gak ngebahas lagi ini semua dengan dirinya sendiri. Jadi, aku mohon kamu jangan tanyakin ini ke Agni.” Sivia menepuk permukaan tangan Cakka. “Teryata benar, kamu bahkan gak kenal Agni. Hanya Agni yang mengenal kamu.”
Cakka diam. Ia tatap lekat-lekat wajah sosok di hadapannya.
“Kamu itu sebenarnya siapa, Kka ? Kenapa Agni bisa tergila-gila sama kamu ?”
Cakka tersenyum tipis. “Tanyakan itu pada Agni.”
“Agni gak akan pernah tau jawabannya.”
Kening Cakka berkerut. Via bangkit, selepas melempar senyum singkat pada Cakka ia pun melangkah meninggalkan Cakka. Tanpa mengambil kembali scarpbook tadi. Via menghilang di balik pintu kafe. Cakka kembali membuka-buka sracpbook pastel tersebut. Sampai pada halaman terakhir. Halaman yang tadi tak sempat ia buka saat Via masih ada di hadapannya.
Ada foto gadis dengan kacamata minus. Rambutnya panjang, dengan aksen poni yang menyamping. Senyumnya manis. Sudut kiri bibir gadis itu agak menukik ke atas. Cakka mengerjap-ngerjapkan matanya. Ini kan, ini,,,
Cakka melihat tulisan-tulisan di bawah foto itu. Ia membacanya dengan tidak sabar.
Nama : Agni Alsyavia Trinaga
Nick : Agni/Via
Fb : Agni Firefly Jingga
Tak Cakka lanjutkan lagi. Tiga baris awal dari tulisan itu sudah cukup membuat tubuhnya limbung. Ia berlari keluar kafe. Dengan langkah cepat, tidak sabaran, dan,,,
“AGNI !” Cakka berteriak kencang. Berharap sosok wanita yang ingin memasuki taksi yang berjarak beberapa meter di hadapannya bisa menoleh padanya. Dan, ya. Ia menoleh.
Via, wanita yang tadi menemui Cakka, menoleh pelan, ia tersenyum dan mengucapkan, “Thank You,,,” Dengan suara lirih dan gerak bibir yang sangat pelan. Kemudian ia masuk ke dalam taksi. Pufff,,, Taksi itu melesat di hadapan Cakka.
Cakka terdiam. Linglung. Gamang. Bingung.
Cepat. Ia buka lagi scarpbook pastel tadi, langsung ke halaman belakang. Ada tulisan dengan tinta hitam. Agak berantakan.
Lo memang gak kenal gue, Kka. Bye,,,
Cakka nyaris ambruk. Tuhan, apa-apaan ini ?
+++
Di dalam mobil wanita ini menangis. Menumpahkan segala sakit hati dan rasa kecewanya. Dengan tangan bergetar, ia keluarkan ponsel berwarna putis dari dalam tas. Membuka akses internet. Facebook.
Agni Firefly Jingga
Please forgive me, i know not what i do,,,
Please forgive me, i can’t stop loving you,,,
+++
Pertanyaannya sesakit inikah cinta itu ? Jawabannya iya : ketika kau mencintai, dan itu kepada sosok yang (mungkin) tak nyata. Lalu sebenarnya cinta itu untuk siapa ?
#################
####
Ini tentang rasa, tentang rasa yang seharusnya tidak ada. Namun tanpa disadari rasa itu menyusup dan menjalar. Kata sebagian orang ini CINTA. Benarkah itu ? Bukankah cinta itu indah.
Tentang rasa, cinta, dan,,, SAKIT.
+++
Di dalam sebuah kafe bernuansa klasik, tepatnya di pojokan kanan dekat pintu masuk kafe, duduk seorang pria dengan agak gelisah. Sesekali ia mengetuk dagu dengan telunjuknya, lalu memainkan sumpit, dan sesekali melihat layar ponsel dengan raut gusar juga resah. Ia menoleh ke pintu masuk, masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Huh, kenapa bisa selama ini sih ?
“Maaf, Cakka ya ?”
Cakka mendongak, lega sekaligus heran. Lega karena akhirnya yang ditunggu-tunggu sudah datang, heran karena yang datang ternyata seorang wanita. Bukankah yang menelpon tadi itu temannya ? Dan temannya itu adalah seorang pria. Kenapa wanita ini sekarang yang berdiri di hadapannya ? Wanita itu tampak menarik sedikit sudut kiri bibirnya, kemudian duduk kikuk di hadapan Cakka. Cakka ikutan kikuk. Terbesit rasa badmood sedikit karena ternyata ia di bohongi oleh temannya sendiri.
“Cakka, kan ?” Wanita itu memastikan. “Aku Via.”
Cakka mengangguk. “Lo kok tau gue Cakka ?”
Via tertawa pelan. “Setiap hari Agni cerita tentang kamu. Dan aku bahkan bisa mengenali kamu sejak aku masih di luar kafe. Ternyata gambaran Agni tentang kamu gak meleset sama sekali.”
“Agni ?”
“Iya.” Via mengeluarkan sesuatu dari tasnya, lalu menyodorkan pada Cakka. Itu sebuah scrapbook berwarna pastel. Terlihat agak berantakan, tapi kalau diperhatikan sebenarnya itu unik. Cakka mengambilnya. “Aku Cuma mau kasih itu.”
Cakka membukanya,,,
+++
12 April
Hallooo,,, Nama gue Agni. Gue seorang gadis yang yah apa adanya banget. Tapi gue sering berpendapat gue ada apanya banget sih ? Abaikan. Gue sekarang udah gak sekolah lagi, udah tamat. Baru aja. Ya sekarang kerjaan gue bolak-balik kampus. Menyenangkan kok, rada sebel juga sih kadang. Gue cewek yang tergila-gila ama Film, buku, dan HP. Gue selalu excited ngeliat 3 benda itu. Padahal gue gaptek lho. Bayangin aja, gue bingung main twitter, gue gak ngerti follow-follow-an di blog. Gue gak ngerti tutup akun. Pokoknya gue banyak gak ngertinya deh. Gue Cuma ngerti avatar. Kalau di tanya setiap adegan avatar, tanyain aja sama gue, gue HAFAL banget pokoknya. Lho, kok jadi omongin avatar sih ?
Hmmm,,, Gue itu facebook maniak. Gue gila banget sama yang namanya facebook. Sedih, curhat di facebook. Seneng, curhat di facebook. Marah juga. Kecewa apalagi. Kesel mah selalu. Pokoknya hidup gue selalu dengan facebook, facebook, dan facebook. Salah siapa ? Salah gue ? Salah temen-temen gue ? Siapa siapa siapa ? Intinya facebook itu udah kayak diary gue. Gila ya, diary kok di baca orang. Berjamaah pula. Gila lo, Ag. Emang. Hehehe,,,,
Gue sebenarnya bukan tipe yang suka nulis diary, tapi entah kenapa gue pengen. Jadi saat gue mati nanti, seenggaknya ada diary ini. Jadi gini, gue lagi tertarik sama seseorang. Tapi gue gak kenal siapa. Aneh kan ? Tapi gue tertarik sama dia. Ada semacam gaya gravitasi. Iya, iya, gaya gravitasi itu gaya tarik bumi. Yang berarti sejauh apapun benda itu dilempar –selama benda itu masih dalam batas gravitasi- maka jatuhnya tetap ke bumi. Dan itu yang gue rasain. Gue udah berusaha menjauh, tapi yang ada gue malah makin tertarik, tertarik, dan tertarik. TERTARIK. T-E-R-T-A-R-I-K.
Gue Cuma berharap, suatu hari nanti gue bisa kenl dia. Lebih dekat.
20 April
Huwaaaaa,,,,, Kita kenalan, kita temenan, dan kita mulai deket. Yes, yes, yes. Thankz, GOD. Gue seneng banget. Sumpah. Gue bahkan gak sesenang ini waktu gue dapat nilai A. Gila gue langsung excited. Huwaaaa,,,,, Ok. Tenang, Agni. Tenang.
Namanya Cakka *keren banget namanya*, dia anak Jakarta *kalau gue bandung*, dia cowok *gue banci. Plakkk,,,*
Yaampun, Cakka. Gue excited banget waktu lo nge-wall ke gue. Padahal kita tememan –di FB- udah lumayan lama lho. Kok lo baru nge-wall gue sekarang sih ? Segitu gak terlihatnya gue ya ? Huhuhu,,,
Cakka Ekas Nuraga>Agni Firefly Jingga
Kalo lo suka Zuko, gue suka’a Katara. Cantik sih. :p
Gue shock banget. Gue inget banget. Gue bikinnya status bahwa gue suka banget sama tokoh Zuko. Awalnya lo Cuma nge-like. Ya gue pikir mana mungkin lo nge-wall ke gue. Gue tau banget lo suka film, karena wall lo penuh dengan obrolan-obrolan seputar film. Kebanyakan film box office yang judulnya bikin lidah gue keserimpet. Jadi gue gak berharap sedikitpun kalau lo bakal tertarik sama avatar. Eh ternyata. Cakka, thankz untuk hari ini.
Agni Firefly Jingga>Cakka Ekas Nuraga
Kalo Zuko gantengnya gak nahan. :D
Cakka Ekas Nuraga> Agni Firefly Jingga
Eh, lo suka film apa lagi ?
Agni Firefly Jingga>Cakka Ekas Nuraga
Banyak sih. Susah gue nyebutin’a.
25 April
Ternyata Cakka orangnya gampang ngambek. Lucu banget sih lo, Kka. Hahaha,,, Gue harus hati-hati banget ngomong sama dia. Takutnya dia ngambek sama gue. Brabe deh gue. Tapi sampai hari ini kita masih baik-baik aja kok.
Hmmm,,, Ada yang aneh sama gue. Gue mulai-mulai ngerasa beda. Gue gak tau apa dan kenapa. Tapi gue selalu nunggu-nunggu Cakka. Apa ini cin,,, GAK ! Gila aja. Gue kan gak kenal Cakka. Dia Cuma temen FB gue yang sering ngebuat gue excited. Masak iya gue cyberlove ? Oh Lord, reallove aja gue gak percaya. Ini cyberlove gitu. Cyber dan love. Cinta maya. Gak nyata. Gak real. Abstrak. Agni, WAKE UP !!!
27 April
Sebeeeellll,,,, Kenapa sih Cakka itu kalau di FB kayak hantu. Datang dadakan, pergi juga dadakan. Nanti dia nongol, terus nyapa gue, terus ilang. Senewen gue jadinya. Dan kenapa juga gue harus nunggu dia ? Emang dia siapa ? DIA ITU ORANG YANG UDAH NGEBUAT HATI GUE KACAU. JELAS ?
Huwaaa mamaaaaaa,,, Cakka itu siapa sih ? Kenapa gue bisa sebegitu resahnya Cuma gara-gara wall gue lama di replay ? Gue sampe jadi galau.
Cakka, Cakka, Cakka,,,, Apa gue sa----yang lo ? OH NO !!!
30 April
Agni Firefly Jingga
Broken Heart
Itu status gue tadi siang. Iya, gue broken heart. Tanya donk sama siapa. SAMA CAKKA !
Cakka Ekas Nuraga>Agni Firefly Jingga
Gue lagi seneng,,,,
Agni Firefly Jingga>Cakka Ekas Nuraga
Seneng kenapa lo ?
Cakka Ekas Nuraga>Agni Firefly Jingga
Gue balikan ama mantan gue.
Jdaaaarrrr,,, Adegan selanjutnya gue balesin wall Cakka dengan mood di ujung tanduk. Tinggal jatuh aja tu mood dan pecah. Gue sebel, sakit hati, marah, dan,,,, NANGIS. Gue nangis. Gue ngurung diri di kamar sambil natapin layar laptop. Ngebaca ulang wall-nya Cakka sampai berulang-ulang dan gue hafal sehafal-hafalnya. Dia balikan sama mantannya. Gue gak pengen tau sama siapa. Walaupun gue tau siapa. Gue pernah liat dia gombal-gombalan sama mantannya itu di status si mantan.
Hiks mamaaaaa,,,,, Gue gak terima. Gak terima. Gak rela. Cakka, lo nyakitin gue tau gak sih. Salah gue apa ? Gue Cuma suka sama lo dan gue bisa sesakit ini ? Waktu gue di putusin Gab aja gue gak sampe nangis begini.
Cakka, sebenarnya lo siapa sih ? Lo berhasil banget buat hati gue patah berantakan.
5 Mei
Gue udah gak sedekat dulu lagi sama Cakka. Gue gak menghindar, tapi gue takut sakit hati gara-gara orang gak jelas siapa kayak Cakka. Lagian, Cakka udah jarang kirim wall ke gue. Dan gue juga males kirim wall ke Cakka. Tanpa gue pun wall Cakka tetep rame. Dan tadi gue liat Cakka dapet temen baru yang ternyata juga suka avatar. Mereka seru banget ngebahas tentang avatar. Dan Cakka keliatan lebih enjoy sama dia daripada sama gue. Dia ngebahas Zuko dan Katara. Sampe-sampe dia ngasih sebutan cewek itu Katara, dan dia dikasih sebutan Zuko ama si cewek. Jujur, sakit banget. Tapi gue siapa ? Gue ada hak apa harus marah ke Cakka ? Cakka bukan siapa-siapa gue. Cuma temen FB yang diam-diam gue suka, terus gue sayang, apesnya gue ja---tuh cin---ta sama dia.
Kka, ternyata gue bener-bener segitu gak terlihatnya ya di mata lo ?
10 Mei
Hari ini gue stay di FB dari subuh. Harapan gue : CAKKA MUNCUL. Tapi , GAK ! Gue liat wall dia penuh, dia juga buat status dan statusnya full comment. Gue nangis lagi. Karena seorang Cakka. Cyberlove gue. Gue akhirnya mutusin kalau gue memang terserang cyberlove. Sumpah ya, ini nih sakit banget. Lo bisa bayangin gak ? Gue gak tau Cakka itu gimana, tinggi dia berapa, kulit dia mulus atau gak, logat bicaranya gimana, dan gue CINTA sama dia. Damn !!! Gue kecewa sama diri gue sendiri. Harusnya dulu gue gak temenan sama dia, gue gak perlu excited sama dia, gue gak perlu WTW-an sama dia, dan GUE GAK PERLU KENAL DIA !!!
Gu kesel, gue marah, kenapa harus gue sih ? Cakka, lo itu sebenarnya siapa ?
20 Mei
Hari ini sebulan tepat gue kenal Cakka. Dan,,, Gue mutusin buat lupain Cakka. Selamanya. Dan selamanya itu sangat lama.
Kka, gue tetep pengen tau, lo itu sebenarnya siapa sih ? Kenapa lo dengan suksesnya bisa ngebikin gue sesakit ini ? Semenderita ini ? Lo tau, setiap malam gue tungguin lo, setiap siang gue nantiin lo. Gue bahkan selalu mikirin lo. Lo tau, gue tau semua tentang lo. Lo itu ngambekan, susah makan, cepet ngantuk, males mandi, gak tahan dingin, cuek, dingin, gak suka orang SKSD, lo suka warna-warna dark, lo suka pake kupluk, lo suka main piano, lo suka basket, lo suka lagu jazz, suka nonton film, suka pakai kaos di lapisin kemeja, suka pakai kets, lo yang gak suka SMS-an, gak suka nomor hp lo di sebar-sebar, gak gampang emosi tapi gampang tersinggung. Gue tau semuanya, Cakka. semuanya. Dan apa lo tau gue ?
+++
“Tulisan Agni terputus sampai di situ. Sebenarnya Agni nulis tentang kamu itu setiap hari.” Cakka mendongak. Matanya sayu menatap Via. “Itu Cuma bagian-bagian penting aja. Aku gak nampakin semuanya ke kamu, karena menurut aku Cuma ini yang perlu kamu tau. Selebihnya biarlah hanya Agni yang tau.”
“Gue gak pernah tau kalau ternyata,,,” Cakka menggantungkan ucapannya. Kepalanya mendadak pusing. Agni, Agni, Agni,,,
“Kka, jangan pernah bahas soal scrapbook ini dengan Agni. Dia,,, Dia berusaha untuk gak ngebahas lagi ini semua dengan dirinya sendiri. Jadi, aku mohon kamu jangan tanyakin ini ke Agni.” Sivia menepuk permukaan tangan Cakka. “Teryata benar, kamu bahkan gak kenal Agni. Hanya Agni yang mengenal kamu.”
Cakka diam. Ia tatap lekat-lekat wajah sosok di hadapannya.
“Kamu itu sebenarnya siapa, Kka ? Kenapa Agni bisa tergila-gila sama kamu ?”
Cakka tersenyum tipis. “Tanyakan itu pada Agni.”
“Agni gak akan pernah tau jawabannya.”
Kening Cakka berkerut. Via bangkit, selepas melempar senyum singkat pada Cakka ia pun melangkah meninggalkan Cakka. Tanpa mengambil kembali scarpbook tadi. Via menghilang di balik pintu kafe. Cakka kembali membuka-buka sracpbook pastel tersebut. Sampai pada halaman terakhir. Halaman yang tadi tak sempat ia buka saat Via masih ada di hadapannya.
Ada foto gadis dengan kacamata minus. Rambutnya panjang, dengan aksen poni yang menyamping. Senyumnya manis. Sudut kiri bibir gadis itu agak menukik ke atas. Cakka mengerjap-ngerjapkan matanya. Ini kan, ini,,,
Cakka melihat tulisan-tulisan di bawah foto itu. Ia membacanya dengan tidak sabar.
Nama : Agni Alsyavia Trinaga
Nick : Agni/Via
Fb : Agni Firefly Jingga
Tak Cakka lanjutkan lagi. Tiga baris awal dari tulisan itu sudah cukup membuat tubuhnya limbung. Ia berlari keluar kafe. Dengan langkah cepat, tidak sabaran, dan,,,
“AGNI !” Cakka berteriak kencang. Berharap sosok wanita yang ingin memasuki taksi yang berjarak beberapa meter di hadapannya bisa menoleh padanya. Dan, ya. Ia menoleh.
Via, wanita yang tadi menemui Cakka, menoleh pelan, ia tersenyum dan mengucapkan, “Thank You,,,” Dengan suara lirih dan gerak bibir yang sangat pelan. Kemudian ia masuk ke dalam taksi. Pufff,,, Taksi itu melesat di hadapan Cakka.
Cakka terdiam. Linglung. Gamang. Bingung.
Cepat. Ia buka lagi scarpbook pastel tadi, langsung ke halaman belakang. Ada tulisan dengan tinta hitam. Agak berantakan.
Lo memang gak kenal gue, Kka. Bye,,,
Cakka nyaris ambruk. Tuhan, apa-apaan ini ?
+++
Di dalam mobil wanita ini menangis. Menumpahkan segala sakit hati dan rasa kecewanya. Dengan tangan bergetar, ia keluarkan ponsel berwarna putis dari dalam tas. Membuka akses internet. Facebook.
Agni Firefly Jingga
Please forgive me, i know not what i do,,,
Please forgive me, i can’t stop loving you,,,
+++
Pertanyaannya sesakit inikah cinta itu ? Jawabannya iya : ketika kau mencintai, dan itu kepada sosok yang (mungkin) tak nyata. Lalu sebenarnya cinta itu untuk siapa ?
#################
Mind,,,
Aku selalu berfikir bahwa jika aku sedang memikirkan seseorang maka orang itu juga sedang memikirkanku. Jika aku mencintainya, maka ia juga mencintaiku. Jika aku merindukannya, maka ia juga merindukanku. Tapi jika aku membencinya, apa ia juga membenciku ? Entahlah. Semua pemikiran itu aku tanamkan dalam hatiku. Aku percaya bahwa itu benar. Maka ketika aku sadari bahwa (mungkin) ternyata itu hanya ilusiku, maka tanpa sadar aku menangis. Sendirian,,,
@@@
Cakka masih diam. Masih mematung dengan scrapbook pastel yang ia pegang. Ia masih limbung. Masih linglung. Ini semua serasa seperti mimpi. Tapi ini nyata. Hati Cakka menolak kalau ia kecewa pada dirinya sendiri. Tapi pada kenyataannya Cakka amat sangat kecewa pada dirinya sendiri. Tadi, beberapa menit yang lalu, baru saja ia melepas apa yang ia cari selama ini. Ketulusan. Cakka semakin limbung. Ia senderkan tubuh jangkungnya di pilar depan cafe. Ia tatap nanar scrapbook pastel itu. Cakka menggeleng. Kenapa bisa begini ?
Ia putuskan untuk pulang saja. Memikirkan semua kebingungan ini di rumah. Tapi begitu sampai rumah, Cakka malah semakin bingung sendiri. Apalagi setelah mendengar penuturan sang adik yang semakin meyakinkan dirinya bahwa ia memang bodoh.
“Ini temen facebook lo itu, kan ?” Tebak Alvin, sambil memperhatikan foto yang ada di halaman paling belakang scrapbook yang tadi Cakka berikan. “Manis anaknya. Gue mau donk ketemu dia. Dia lagi di Jakarta ya, Kak ?”
Cakka mengangguk.
“Terus tadi lo ngomong apa aja ama dia ? Anaknya seru gak ?”
Cakka mengangguk.
“Udah gue tebak.” Alvin mulai membuka scrapbook dari halaman pertama. “Buset, dia tau semua tentang lo, Kak. Hebat. Lo pacarin aja. Cewek langka nih. Bela-belain nyari tau tentang cowok yang bahkan belum pernah dia liat. Ckckck,,, sayang banget, Kak, kalo sampe lo sia-siain. Keliatan kalau dia tulus sama lo.”
Alvin tak menyadari semua perkataannya malah membuat kepala Cakka semakin berat. Cakka semakin mengutuk-ngutuk dirinya. Bodoh. Bodoh. Bodoh. Kepala Cakka seakan mau pecah. Dan Alvin masih saja mengoceh tanpa henti.
“Tapi tadi gue gak bisa ngenalin dia, Al.”
“Hah ?”
“Gue gak tau kalau yang ketemuan sama gue tadi itu dia.” Suara Cakka semakin lirih. “Dia tau gue, dan gue gak tau dia.”
Alvin terperangah. “Lo,,, idiot !”
@@@
Hari ini Cakka datang lagi ke cafe itu. Entah untuk apa. Padahal Cakka bukan tipe cowok yang suka nongkrong-nongkrong di cafe. Tapi kali ini, entahlah. Cakka berharap ia bisa memperbaiki hari kemarin di hari ini. Pemikiran yang tolol. Tapi Cakka hanya mencoba berusaha. Berusaha memperbaiki yang sudah ia rusak.
Sudah satu jam. Dan kopi hitam Cakka tak tersentuh sama sekali. Hanya ia aduk-aduk, tanpa ia kecap. Cakka benar-benar seperti orang kehilangan nyawa. Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia lakukan kemarin. Ia bodoh sekali.
Cakka melangkah keluar cafe. Menyusuri jalan setapak di depan cafe, dan berhenti di pelantaran parkir. Gerakannya tangannya membuka pintu mobil berhenti begitu melihat seorang cewek tengah asyik menekan-nekan tombol ponsel tiba-tiba melewatinya. Seperti kesurupan, Cakka membanting pintu mobil dan menghadang cewek itu.
“Gue nyariin lo. Plis, maafin gue. Gue beneran gak tau. Bukan sok gak kenal. Tapi gue gak tau. Aduh, gimana ya. Gini lho, gue itu orangnya gak begitu sering merhatiin. Apa yang lewat ya lewat aja. Gak gue hiraukan bangat. Lo paham kan ? Gue minta maaf. Atas yang kemarin. Temanin gue makan ya. Gue seharian Cuma mandangin kopi. Nungguin lo di cafe kemarin.” Dengan satu tarikan nafas, Cakka mengatakan semua yang terlintas di pikirannya. Dengan susunan kalimat yang lumayan berantakan. Cewek di hadapannya memasang tampang cengo’.
“Lo kenal gue ?”
“Jangan nyindir deh.” Cakka merengut. “Fine, kemarin lo gak kenal lo. Tapi hari ini dan seterusnya gue bakal selalu kenal lo. Lo Agni. Temen facebook gue yang tau semua tentang gue. Yang kemarin ngasih gue scrapbook.”
Agni, cewek yang dihadang Cakka. Tersenyum bingung. “Lebay lo.”
“So, lo maafin gue ?”
Kening Agni berkerut. “Emang lo salah apa ?” Tanyanya bingung.
“Kan kemarin gue udah bikin lo sedih.”
Agni tergelak. “Yaampun Cakka. Gak salah kalau gue bilang lo childish ternyata. Yang kemarin, stay aja di kemarin. Jangan dibawa-bawa kehari ini. Udah gak matching lagi. Yuk, Ah.” Agni merangkul lengan Cakka dan menuntun Cakka kembali ke cafe yang tadi.
Perlahan Cakka tersenyum. Senyum sarat makna. Sepertinya Agni ini berbeda. Dalam hati Cakka bertekad untuk mengenal Agni lebih dekat. Cakka tidak mau menyia-nyiakan waktu yang ada. Mau tak mau Cakka menyetujui perkataan adiknya, Alvin, yang sok tau itu. Yup, Agni cewek langka.
@@@
Cakka berkali-kali melempari Alvin yang tengah asyik main PS dengan kacang. Dan berkali-kali pula Alvin berteriak-teriak dengan kesalnya. Dalam hati ia bersumpah di kehidupan yang akan datang tidak akan pernah mau mempunyai kakak yang autis seperti Cakka. Dasar kakak rese’. Alvin jadi ngedumel-dumel sendiri.
Tukk,,,
Kacang dengan ukuran agak besar tepat mengenai kelopak mata Alvin. Dengan kekesalan yang sudah di ubun-ubun Alvin membanting stick PS dan menatap Cakka berang.
“Heh, lo bosen idup ? Atau pengen mati ? Sini, mau gue bunuh pake cara apa ?”
Cakka malah terbahak-bahak. Membuat Alvin semakin sebal.
“Heh, lo gila ya ?” Teriak Alvin, kesal.
“Aduh Alvin,,,” Cakka memasang wajah tanpa dosa. “Apa sih lo teriak-teriak ? Kayak di hutan deh.”
“Cakkaaaaa,,, lo balik ke kamar lo deh sana. Bikin gue emosi aja.” Alvin duduk lagi meraih stick PS. “Mana kamar gue jadi berantakan sama sampah kacang lo. Sialan lo. Kakak gak tau diri.”
Cakka cekikian sendiri. Teriakan-teriakan marah Alvin malah membuat ia semakin ingin tertawa dan semakin ingin mengusili Alvin.
@@@
Keluar dari gerbang sekolah ternyata tak membuat Alvin tersenyum senang. Pasalnya tadi di kelas Alvin sudah senewen luar biasa gara-gara melihat gebetannya duduk sebangku dengan cowok lain, lalu pelajaran terakhir pun dilalui Alvin dengan dumelan panjang. Dan sekarang keadaan menyuruh Alvin menunggu. Bus yang seharusnya membawanya pulang sampai ke rumah, sudah lewat. Ini gara-gara Alvin tadi ke toilet dulu. Alvin jadi ketinggalan bus deh.
Alvin celingak-celinguk seperti orang bego’. Siapa tahu aja ada yang lewat dan ia kenal. Kan lumayan bisa nebeng. Naik taksi ? Uang jajan Alvin udah gak cukup. Dan siapa tau kakaknya itu mau berbaik hati menjemput dirinya. Lagi pula tadi Alvin juga sudah sms-in Cakka.
Seiring dengan keputusasaan Alvin, sebuah mobil sport marron berhenti di hadapannya. Kaca mobil itu turun perlahan.
“Alvin, kan ?”
“Wah, Kak Agni, ya ?” Tebak Alvin, sok yakin. Yang di dalam mobil mengangguk. Alvin seketika bersorak gembira. Tanpa di komando, Alvin tiba-tiba membuka pintu penumpang, dan masuk. Duduk sambil nyengir tak berdosa. “Nebeng ya, Kak ? Uangnya udah gak cukup buat naik ojek apa lagi taksi. Dan busnya juga udah lewat dari tadi.” Pinta Alvin memelas.
Agni terkikik agak geli melihat tampang Alvin yang super polos ini. “Kalau gak boleh gimana ?”
“Yah,,,”
Ledakan tawa Agni langsung keluar. Yaampun, Alvin unyu banget sih. “Iya, iya. Lagian ini kan Cakka yang nyuruh. Dia gak bisa jemput, lagi quiz. Kebetulan gue bisa, ya gue jemput deh.”
Wajah Alvin langsung cerah. Gak nyangka kakaknya yang idiot itu ternyata perhatian juga. “Wah, tumbet banget tuh curut baik sama gue. Kayaknya lagi kesambet dia.”
“Hush, jahat banget. Kakak lo, tuh.”
“Sialnya sih gitu.” Jawab Alvin, sok dramatis. Pakai acara menghela nafas pasrah segala lagi.
“Mau langsung pulang ?”
“Emang boleh gak langsung pulang ya, Kak ?” Tanyanya balik. Polos.
Lagi-lagi Agni terkikik. “Polos banget sih, lo ? Jadi gemes gue. Mau makan dulu gak ? Gue laper banget nih.”
“Mau, mau.” Alvin mengangguk semangat. “Tapi jangan suruh bayar sama gue ya, Kak. Beneran gak ada duit nih. Sumpah deh. Cuma sisa lima ribu.”
“Gue yang ajak ya pasti gue yang traktir lah.”
“Huwaaa,,,, Asiiiikkkkk,,,,”
@@@
Semilir angin sore menembus ke ruang perpustakaan rumah Cakka. Menyibakkan gorden, dan membuat suara gesekan-gesekan kecil. Di meja belajar ada Cakka yang asyik membaca novel tebal. Dan di sisi jendela ada Alvin yang duduk lesehan sambil tersenyum-senyum kecil. Senyum yang aneh menurut Cakka. Tidak biasanya Alvin terlihat senang begitu. Dan sudah beberapa hari ini Alvin terlihat melamun, tapi dengan senyum yang mengembang. Alvin seperti orang,,,
“Wah,,, gue jatuh cinta sama Kak Agni.”
Sontak Cakka menjatuhkan novel yang ia pegang. Ia terperangah. Kaget. Shock. Terkejut. Ia pandangi Alvin lekat-lekat. Mencoba mencari nada bercanda dari ucapan Alvin. Tapi nihil. Alvin terdengar cukup serius dengan ucapannya. Tunggu dulu. Kenapa dada Cakka jadi sesak ? Apa Cakka,,, Cemburu ?
“Udah baik, ramah, sopan, mana senyumnya manis banget lagi.” Alvin berceloteh. “Terus enak di ajak ngomong. Ya walaupun kadang agak-agak lemot sih, tapi Kak Agni tuh perhatiaaan banget. Awalnya gue suka aja, tapi makin kesini makin cinta. Dia langka, Kak.” Alvin menatap Cakka, sambil berujar serius. “Dia buat gue boleh gak, Kak ? Gue sayang dia. Banget.”
Jdarrr,,, Apa-apaan ini ?
“Pliss, Kak. Cuma Kak Agni yang bisa ngertiin gue. Dia gak komplain sama sekali sama sikap gue yang kekanak-kanakan ini. Kak,,,” Alvin menunduk. Suaranya terdengar lirih. “Gue cinta dia.”
“Gue juga sayang dia.” Telak Cakka. Yang bukan hanya membuat Alvin kaget, tapi juga membuat dirinya kaget. Setengah mati. Entah darimana Cakka mendapatkan kalimat itu. Kalimat itu meluncur begitu saja. “Gue gak bisa serahin dia ke lo, Al. Sorry.”
“Tapi, Kak, kata lo, lo Cuma kagum aja ke dia. Cuma anggap dia sahabat lo. Temen maya lo yang tiba-tiba jadi nyata.”
“Al, semua itu bisa berubah.”
Alvin tersenyum sinis. “Lo cemburu kan ?”
“Kalau iya kenapa ?” Tanya Cakka, dengan intonasi tak kalah menantang. Matanya berkilat-kilat marah.
“Udah gue tebak. Dasar serakah.”
“Jaga mulut lo !” Cakka menendang meja, kesal.
“Heh, lo tuh yang jaga sikap lo. Lo tau kan kalau selama ini Kak Agni cinta sama lo, suka sama lo, sayang sama lo. Tapi lo gak pernah ngerespon semuanya. Lo biarin gitu aja semua perasaan dia ke lo sampe basi sendiri.” Nafas Alvin tersengal-sengal. Emosinya membuncah. “Lo tetep aja baik ke dia, sok care ke dia. Lo gak sadar kalo itu ngebuat perasaan dia ke lo makin menjadi-jadi ?”
Cakka diam.
“Ok, dia gak cantik kayak Shilla, gak tajir kayak Sivia, dan dia gak segaul dan semodis mantan-mantan lo dulu. Tapi gue tanya, kapan mantan-mantan lo itu tau semua tentang lo ? Kapan ? Setelah pacaran ? Setelah putus ? Atau sebelum mereka ketemu lo ? Kapan gue tanya ? Apa mereka bisa kayak Kak Agni yang tau semua tentang lo bahkan sebelum ketemu langsung sama lo ?” Alvin menarik nafas dalam-dalam. “Dan apa mereka juga cinta sama lo sebelum mereka ketemu lo ?”
Cakka masih diam. Diam dan bingung.
“Kak, gue gak rela ya kalau Kak Agni lo suruh nunggu-nunggu lagi. Gue cinta sama dia, dan gue gak mau dia sakit.”
Alvin melangkah dengan tergesa, meninggalkan Cakka yang mematung. Cakka –lagi-lagi- limbung, bingung. Semua yang dikatakan Alvin benar. Tak ada yang salah. Tak ada yang mencintanya senekat Agni. Tak ada yang mencintainya seperti cara Agni mencintainya. Dan sekarang, Alvin –baru saja mengatakan kalau ia juga mencintai Agni. Cakka menggeleng kuat. Ia tidak mau berselisihan dengan adiknya sendiri. Bagaimana pun juga, ia tidak mau tali persaudaraan mereka jadi renggang hanya gara-gara cewek. Tapi dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Cakka juga tidak ingin Alvin merebut Agni. Cakka –ia terperanjat- takut kehilangan Agni. Apa ini tidak salah ?
@@@
Tiga hari sejak pertengkaran di perpustakaan tempo hari, membuat jarak antara Cakka dan Alvin. Keduanya jadi dingin. Tidak saling sapa, apalagi bercanda seperti biasanya. Seperti ada tembok besar di antara mereka. Dan itu mereka bangun sendiri.
Alvin melongos begitu saja di hadapan Cakka. Sama sekali tak minat melirik Cakka. Ia melompati dua tangga sekaligus. Masuk kamar. Dan menutupnya rapat-rapat. Ia merosot di balik pintu. Menyembunyikan dalam-dalam wajahnya di antara lipatan lututnya sendiri. Bahunya naik turun. Dadanya sesak. Ada rembesan basah di antara siku Alvin. Alvin menangis. Sendirian,,,
@@@
Cakka berang. Tangannya menggepal kuat. Sampai buku-buku tangannya terlihat jelas. Wajahnya yang putih kian memerah. Terpeta jelas kalau Cakka sedang menahan amarah. Ia menatap tajam ke Alvin.
“Jadi dia nolak lo ?”
“Iya.”
“Kapan ?”
“Dua hari yang lalu.”
Cakka mengerang. Sialan. Tuh cewek maunya apa sih ?
“Dia juga nolak gue.”
“Kapan ?”
“Kemarin.”
Alvin tersenyum miring. “Katanya dia, dia Cuma mau mencintai, tanpa dicintai.”
“Dia juga bilang gitu ke gue.” Kata Cakka, kesal. Ia banting tubuhnya di samping Alvin. “Cewek aneh.”
“Unik lagi.”
Cakka menoleh. Tak mengerti maksud Alvin.
Alvin menatap Cakka, sendu. “Gue yakin dia punya alasan yang kuat untuk make’ alasan itu. Entahlah, menurut gue dia Cuma ingin yang terbaik.”
“Untuk dia. Bukan untuk kita.” Tukas Cakka, berang.
“Bukan, tapi untuk kita.” Jawab Alvin, sambil menerawang jauh.
Cakka menggeleng tak mengerti. Jelas-jelas Agni menolak Alvin dan juga dirinya. Dengan alasan yang sama pula. Alasan yang menurut Cakka sinting banget. Gak masuk akal. Dimana-mana orang itu ingin dicintai, itu sudah pasti. Cakka mendengus, dasar cewek aneh.
Alvin berujar lagi. Kali ini lebih lirih. “Gue bisa liat dari matanya, matanya itu penuh kepedihan. Desah nafasnya berat. Dan dia gak fokus.”
“Alah, gue gak ngerasa tuh.” Potong Cakka.
“Genggaman tangannya itu kayak orang ketakutan.” Alvin memperhatikan kedua talapak tangannya. Seperti mencari-cari. “Dia kayak orang linglung, Kak.”
“Dia gak tau diri. Cewek aneh.” Cerca Cakka. “Udah untung kita cintai, tapi malah gak mau dicintai. Bukannya itu aneh ? Lebih tepatnya gak tau terima kasih.”
“Kak,,,” Alvin menahan Cakka yang ingin beranjak. “Dia ada ngabarin lo gak ? Udah beberapa hari ini dia gak bisa dihubungin.” Ujar Alvin, pelan.
“Gak. Dan gue gak peduli.”
“Kak, mungkin aja dia sakit.”
“Bodo.” Cakka melangkah ke tangga. “Gue gak peduli.
@@@
Dalam kesendiriannya ia sangat amat peduli. Malah khawatir yang memuncak. Rasa cemas yang tidak bisa dikendalikan terus ia rasakan. Ada semacam rasa kehilangan yang menyakitkan. Sangat sakit. Sampai terkadang ia sampai tidak bisa bernafas karenanya. Tapi sekuat tenaga ia menutupi, menyembunyikan itu semua dengan rasa kecewanya yang juga telah memuncak. Ia coba redam. Ia coba tanam. Ia coba kubur. Dan pelahan ia coba hilangkan. Tapi yang ada rasa-rasa itu malah bercampur baur dan membingungkan. Ia pun bergetar. Menangis. Sendirian,,,
@@@
Bidadariku, aku mencintamu
Entah bagaimana cara ku ungkapkan kalau aku mencintaimu
Dengan seluruh jiwa dan ragaku aku begitu mncintaimu
Terkadang aku jadi sulit bernafas karena terlalu mencintaimu
Lambat sekali aku berjalan karena langkah ku terseok saat aku semakin mencintamu
Aku rindu senyumanmu yang dulu selalu kau berikan untukku
Aku juga ingin sekali mendengar derai tawa mu yang selalu membuatku tersenyum malu
Aku rindu akan semua sikap manismu yang membuatku seakan terbang
Aku rindu segala amarahmu yang membuatku gusar bukan kepalang
Bidadariku
Kenapa kau kepakkan sayapmu dan pergi menjauh dari bumi cintaku ?
Kau terbang bebas meninggalkanku yang hanya termangu tanpa kata
Tidakkah kau melihat begitu besar rasa cintaku ?
Rasa cinta yang membuatku sesak
Dan hanya kau obatnya
Bidadariku
Bisakah kau datang kembali ?
Utuhkan lagi cintaku dengan belaimu
Izinkan aku terbang bersamamu dan tetap mencintaimu dengan cintaku
Hidupku sepi tanpamu
Cintaku sendiri tanpa hadirmu
Sendirian aku menangis, meneriakkan segala kesalku
Bidadariku, aku mencintaimu
Aku mencintaimu
Alvin melipat kertas putih yang telah ternodai oleh deretan kata itu perlahan. Takut tiba-tiba ia merusaknya tanpa sengaja. Ia memasukkan kertas itu ke dalam amplop merah marron. Warna favorit cewek yang begitu ia cinta. Yang beberapa hari lalu mematahkan hatinya. Pelan-pelan ia rekatkan amplop itu. Ia tersenyum samar. Ia peluk sebentar amplop itu, lalu menciumnya. Yang juga ia lakukan dengan hati-hati. Alvin menyimpan itu semua di dalam laci. Menunggu waktu yang tepat untuk memberikan amplop itu pada orang yang dimaksud. Bukan, bukan, bukan menunggu waktu yang tepat. Tapi menunggu waktu mengizinkannya. Alvin mendesah, resah. Ia selalu sesak setiap mengingat cewek itu. Nyaris tak bisa bernafas.
“Kak Agni, gue kangen lo. Lo dimana ?” Lirih, Alvin berbisik pada angin.
@@@
“Cakka !”
Teriakan Sion, teman sekelasnya, membuyarkan lamunan Cakka. Cakka menoleh malas. Ia lihat Sion melambai-lambaikan tangan. Mengisyaratkan Cakka untuk keluar. Cakka bangkit, dengan langkah ogah-ogahan ia menghampiri Sion. Menghela nafas sebentar lalu bertanya ada apa.
“Ada yang nyariin lo.”
“Siapa ?”
Sion mengangkat bahu. “Gak tau. Katanya penting banget.”
Cakka mengikuti arah tunjuk Sion. Ia memicing. Siapa ya ? Kayaknya gak kenal deh. “Siapa sih ? Beneran nyari gue ? Salah orang kali.”
“Ya nyari lo lah.” Sion berdecak. “Dia nunjukin foto lo. Makanya gue yakin dia nyari lo.”
Cakka manggut-manggut. Ia tepuk bahu Sion. “Thankz, Bro.”
“Never mine.”
Cakka berjalan melewati Sion. Ia menyeberangi koridor utama dan berjalan ke taman kecil dekat parkiran. Ada cowok dengan kemeja putih garis-garis berdiri menyambutnya dengan senyum. Tatanan rambutnya agak berantakan, dengan kacamata minus, membuat cowok itu terlihat lebih dewasa dari Cakka. Cakka berhenti di depan cowok tersebut. Ia sunggingkan senyum kecil.
“Halo, gue Gabriel.”
“Cakka.”
“Iya, gue tau.” Gabriel berdehem. “Bisa kita bicara sebentar ?”
“Tapi di sini aja ya ? Gue bentar lagi ada kelas.”
“Gak pa-pa.” Gabriel duduk di salah satu bangku taman, di ikuti Cakka. Mereka saling diam. Gabriel bingung mau mulainya dari mana. “Sorry, gue Cuma pengen ngelurusin sesuatu.”
Alis Cakka bertaut. “Ngelurusin apaan ?”
“Intinya, gue minta maaf atas nama Agni dan Via. Maaf banget.” Gabriel menarik nafas perlahan. “Gue tau, Via udah bikin kacau semuanya. Bikin kacau lo dan Alvin. Tapi Via ngelakuin ini semata-mata untuk Agni. Dan gue minta maaf. Maaf sebesar-besarnya.”
Cakka makin bingung. Via ? Agni ? Bukannya mereka orang yang sama ? Cakka menatap Gabriel minta penjelasan. Gabriel mengerti tatapan Cakka, ia tersenyum samar.
“Via kakaknya Agni. Mereka kembar.”
Cakka terperangah tak percaya.
“Ke,,, Kembar ?”
@@@
‘,,,yang temen facebook lo itu Agni. Yang temuin di parkiran beberapa hari lalu itu Via, kakaknya. Agni kecelakaan pas abis ketemu lo. Pas ngasih scrapbook pastel itu. Sekarang dia koma. Via gak sengaja ketemu lo, dan lo malah nyangkain dia Agni. Dan makin kesini lo dan adik lo malah suka sama Via,,,’
Cakka tak peduli dengan rontaan-rontaan Alvin. Ia terus saja menyeret Alvin agar mau masuk mobil dan ikut dengannya. Tak sabar Cakka mengendalikan mobil, ingin segera cepat sampai ke tempat yang sudah berputar-putar di dalam otaknya. Sialan. Kenapa sih Cakka harus selalu dihadapkan dengan kenyataan yang begitu membingungkan ? Jujur, Cakka tidak begitu percaya dengan penuturan Gabriel. Tapi, ah,, Cakka jadi semakin bingung.
“Kita mau kemana sih ?”
“Ketemu Agni.”
Alvin kontan bersorak. “Ketemu Kak Agni ? Serius ? Dimana ?”
“Di rumah sakit.”
“Lho kok ?”
“Dia koma.”
“Lo bercanda kan ?” Suara Alvin bergetar. Tapi sorot mata dan nada bicara Cakka tak menyiratkan kebohongan sama sekali. Sial. Mata Alvin tertutup selaput bening.
Sampai di rumah sakit. Kali ini tak perlu di tarik-tarik, tapi dengan semangat 45 Alvin berlari menyeberangi pelantaran parkir. Ia harus membuktikan dengan mata kepalanya sendiri. Agni gak mungkin koma. Agni pasti baik-baik saja. Pasti.
Alvin dan Cakka berhenti di depan pintu putih bertuliskan nomor ‘333’. Keduanya menelan ludah bersamaan. Pelan, Cakka memutar kenop pintu. Dan terpampanglah kenyataan yang membuat keduanya tercengang. Terkejut setengah mati.
Ada cewek yang terbaring. Dengan beberapa selang menancap di sekujur tubuhnya. Dan itu Agni. Ada cewek yang duduk termenung di samping ranjang sambil menatap kosong. Dan itu juga Agni. Keduanya tercekat. Agni ada dua ?
Gabriel mempersilakan Cakka dan Alvin untuk masuk, dan duduk di sofa. Gabriel mengerti keterkejutan keduanya. Ia memanggil Agni –yang di samping ranjang untuk mendekat.
“Ini Via.” Terang Gabriel. Yang lagi-lagi membuat Cakka dan Alvin kaget. Cakka tidak terlalu, karena sudah mendengarnya kemarin. Tapi Alvin ? Alvin sangat shock.
“Ini Kak Agni.” Ujar Alvin, kaku.
Gabriel menggeleng. Ia menunjuk ke arah ranjang. “Agni yang itu.”
“Gak mungkin.”
Gabriel tersenyum gantung. Pancar matanya sarat kepedihan. “Mereka kembar. Yang kalian temui beberapa hari lalu itu Via. Bukan Agni. Agni udah koma sejak ketemu Cakka untuk ngasih scrapbook pastel.”
Cakka menunduk. Alvin kembali terperangah. “Itu udah dua minggu yang lalu.”
Gabriel mengangguk-angguk pelan.
Alvin bangkit. Ia berjalan mendekati ranjang Agni. Ia sentuh pipi Agni yang pucat. Dingin. Alvin tak pernah menyentuh kulit sedingin ini. Agni yang ini, yang yang sedang koma ini terlihat begitu rapuh. Tak ada gurat cerah sedikitpun dari rautnya. Bibirnya yang mungil bahkan nyaris putih. Agni yang ini lebih kurus dari Agni yang Alvin kenal beberapa hari yang lalu.
Cakka mendesah. Matanya kosong menatap Gabriel. “Sebenarnya ini apa ? Maksud gue kenapa ? Yang tau semua tentang gue, Via atau Agni ?”
“Agni.” Jawab Via. “Yang ketemu waktu itu sama lo itu Agni. Dan kenapa gue waktu di parkiran itu bilang lupain aja masalah kemaren, karena gue emang gak tau kemaren ada masalah apa antara lo dan Agni. Taksi Agni nabrak truk. Kepala Agni terbentur cukup keras, dan itu menyebabkan dia koma. Setelah operasi.”
Gabriel menimpali. “Awalnya Via pengen ngasih tau lo, tapi dia gak ngerti gimana caranya. Soalnya kalian udah terlanjur anggap dia Agni. Sampai tiba-tiba kalian nembak Via. Via makin bingung sendiri. Dan alasan konyol itu keluar. Via mutusin buat pergi dari hidup kalian.”
“Gue nyuruh Gabriel nyariin lo, soalnya gue udah putus asa buat bikin Agni sadar.” Ujar Via, lirih.
Alvin duduk lagi di antara ketiganya. Pandangannya terlihat tidak fokus. “Kalian mirip banget.” Ujarnya mengambang.
Via tersenyum miris. “Kami beda banget. Agni itu gak pernah ngomong gue-lo sama orang –kalau tatap muka. Dia lebih pendiam. Dia bisa mendam perasaan sampai batas yang gue sendiri gak ngerti. Dia tabah banget. Beda sama gue yang sembraut. Asal-asalan. Gak ngerti perasaan orang. Dan yang tega banget ngerebut cowok kembaran gue.”
“Gabriel ?”
“Iya.” Via menatap Cakka. “Agni dan Gabriel putus gara-gara gue. Tapi ajaibnya Agni gak marah sama sekali sama gue. Dia bilang itu takdir. Dan beberapa bulan kemudian Agni bilang ke gue kalau dia suka sama temen facebooknya. Dia jatuh cinta.” Via menarik nafas, menghembusnya berat. “Setiap hari kerjaannya Cuma mantengin facebook. Bikin gue keki. Karena sejak itu Agni jadi boros dan lupa waktu. Dan sampe Agni bilang dia mau nemuin temen maya-nya itu. Nyusul ke Jakarta. Dia pergi sendiri.”
“Darimana dia tau nomor hp gue ?” Tanya Cakka bingung.
“Dia nanya sama temen kampus lo.”
“Pasti Sion.” Tebak Cakka.
Via mengangguk. Cakka tersenyum miring. Sudah bukan rahasia lagi kalau temannya yang satu itu terkenal tak tahan sogokan. Tunggu dulu, berarti Agni nyogok Sion donk ?
“Agni ngasih berapa ?” Tanya Cakka memburu.
“Lima juta.”
“HAH ?!” Alvin dan Cakka memekik kaget. Lima juta ?
“Lima juta ?”
Via mngangguk, lagi. “Agni bakal ngorbanin apa aja buat ketemu sama lo, Kka.” Kata Via. Ada nada sedih yang teramat sangat saat ia mengetakan itu. “Dan waktu pihak rumah sakit telpon, gue kaget sekaget-kagetnya. Agni pergi dalam kondisi sehat, tapi sekarang lo bisa liat sendiri kan.” Nada bicara Via berubah sinis. Bagaimana pun juga, Agni kecelakaan setelah bertemu Cakka. Kalau saja ia tidak bertemu Cakka, mungkin ini tidak terjadi. Bukan salah Via jika Via berfikir begitu. Agni itu adiknya. Dan Via tidak mau adiknya kenapa-napa.
Cakka menunduk.
“Tapi ini kan bukan salahnya Kak Cakka juga.” Ucap Alvin, lantang. Cakka menatap Alvin takjub. Tak menyangka Alvin akan membelanya. Alvin berdehem. “Ya kan bukan Kak Cakka yang menyebabkan taksi itu nabrak truk.”
“Emang gue nyalahin Cakka gitu ?”
“Tuh tadi ngomongnya sinis gitu.”
“Dasar anak kecil. Sotoy banget sih lo.”
Alvin menggembungkan pipinya. Matanya memicing. “Dasar orang tua.”
Pertengkarang keduanya berhenti saat mendengar erangan halus. Serentak semuanya berlari menghampiri Agni. Benar saja. Kepala Agni bergerak-gerak pelan –gelisah. Keningnya berkerut. Seperti menahan sakit. Gabriel berlari keluar, memanggil dokter.
Tak lama dokter datang. Semua dipersilakan menunggu di luar. Mereka menurut. Kecuali Cakka –yang perlu diseret paksa. Cakka seakan tak percaya. Entah kenapa, ia merasa ada guyuran kesegaran yang disiram tepat di hatinya ketika melihat Agni sadar –bergerak-gerak seperti tadi. Ada apa dengan Cakka ?
Kata dokter. Agni belum sadar total, itu hanya kontraksi yang membuat ia tiba-tiba merasa sakit sekali dan mengeluarkan erangan-erangan kecil. Ada sedikit rasa kecewa, tapi paling tidak ada yang berbeda dari kondisi Agni sejak dua minggu yang lalu.
Cakka dan Alvin pamit pulang. Mereka berjanji besok akan datang lagi.
@@@
Langkh-langkah santai Cakka berubah menjadi lari-lari ketakutan saat melihat di depan pintu rawat Agni ada Gabriel yang tengah memeluk Via, dan Via menangis. Kenapa ini ?
“Kenapa ?”
“Agni kritis lagi.” Jawab Gabriel, bergetar.
Cakka lemas. Ya Tuhan, kenapa tak henti-henti penderitaan yang diterima Agni ? Tuhan, biarkan ia tersenyum sebentar. Ia sudah terlalu lelah. Cakka mendadak frustasi. Walau baru mengenal Agni, entah kenapa Agni menjadi begitu penting baginya. Dua minggu ini hari-harinya di penuhi dengan Agni, Agni, dan Agni. Dan kalau tiba-tiba Agni menghilang, entah kenapa Cakka belum siap. Cakka sudah mulai terbiasa dan meninkmati kalau hari-harinya di penuhi dengan kisah Agni. Tuhan, ku mohon selamatkan Agni.
Dokter keluar.
“Gimana, Dok ?”
Dokter menggeleng pelan. Beliau menunduk pasrah.
Via masuk lagi dalam pelukan Gabriel dan menangis histeris. Gabriel hanya bisa mematung. Cakka ?
“Gak mungkin !!!” Cakka berteriak.” Gak mungkin. Dokter bohong kan ? Agni gak mungkin pergi. Dok, coba cek lagi. Tolong, Dok.” Cakka menarik-narik tangan Dokter. Ia bahkan lebih histeris dari Via. Ia lebih terpukul. Dua minggu mengenal sosok Agni membuat Cakka, ah,,, Entahlah. Cakka merasa ini semua gara-gara dia. Satu nyawa hilang. Satu kisah selesai. Bukan selesai, tapi tanpa sadar habis. Cakka hanya ingin Agni sadar. Cakka ingin,,,
“Gue belum minta maaf sama Agni.” Tangis Cakka pecah. “Gue belum minta maaf. Agni ngelakuin segalanya untuk gue, dan gue mengganti dengan menghilangkan nyawanya. Agni,,, MAAFIN GUEEEE,,,,,”
@@@
Dan kemudian aku menyadari satu hal, ketika aku merasa kehilangan, ternyata dia juga tengah kehilangan. Aku kehilangannya, dan dia kehilanganku. Dan dia pergi dariku, ternyata aku juga pergi darinya. Perasaanku ini terus saja membuatku yakin, bahwa jika aku merasakannya, maka dia pun merasakannya.
Lamat-lamat aku berfikir, apakah jika aku tidak ada, dia juga akan tidak ada ?
FIN---
Aku selalu berfikir bahwa jika aku sedang memikirkan seseorang maka orang itu juga sedang memikirkanku. Jika aku mencintainya, maka ia juga mencintaiku. Jika aku merindukannya, maka ia juga merindukanku. Tapi jika aku membencinya, apa ia juga membenciku ? Entahlah. Semua pemikiran itu aku tanamkan dalam hatiku. Aku percaya bahwa itu benar. Maka ketika aku sadari bahwa (mungkin) ternyata itu hanya ilusiku, maka tanpa sadar aku menangis. Sendirian,,,
@@@
Cakka masih diam. Masih mematung dengan scrapbook pastel yang ia pegang. Ia masih limbung. Masih linglung. Ini semua serasa seperti mimpi. Tapi ini nyata. Hati Cakka menolak kalau ia kecewa pada dirinya sendiri. Tapi pada kenyataannya Cakka amat sangat kecewa pada dirinya sendiri. Tadi, beberapa menit yang lalu, baru saja ia melepas apa yang ia cari selama ini. Ketulusan. Cakka semakin limbung. Ia senderkan tubuh jangkungnya di pilar depan cafe. Ia tatap nanar scrapbook pastel itu. Cakka menggeleng. Kenapa bisa begini ?
Ia putuskan untuk pulang saja. Memikirkan semua kebingungan ini di rumah. Tapi begitu sampai rumah, Cakka malah semakin bingung sendiri. Apalagi setelah mendengar penuturan sang adik yang semakin meyakinkan dirinya bahwa ia memang bodoh.
“Ini temen facebook lo itu, kan ?” Tebak Alvin, sambil memperhatikan foto yang ada di halaman paling belakang scrapbook yang tadi Cakka berikan. “Manis anaknya. Gue mau donk ketemu dia. Dia lagi di Jakarta ya, Kak ?”
Cakka mengangguk.
“Terus tadi lo ngomong apa aja ama dia ? Anaknya seru gak ?”
Cakka mengangguk.
“Udah gue tebak.” Alvin mulai membuka scrapbook dari halaman pertama. “Buset, dia tau semua tentang lo, Kak. Hebat. Lo pacarin aja. Cewek langka nih. Bela-belain nyari tau tentang cowok yang bahkan belum pernah dia liat. Ckckck,,, sayang banget, Kak, kalo sampe lo sia-siain. Keliatan kalau dia tulus sama lo.”
Alvin tak menyadari semua perkataannya malah membuat kepala Cakka semakin berat. Cakka semakin mengutuk-ngutuk dirinya. Bodoh. Bodoh. Bodoh. Kepala Cakka seakan mau pecah. Dan Alvin masih saja mengoceh tanpa henti.
“Tapi tadi gue gak bisa ngenalin dia, Al.”
“Hah ?”
“Gue gak tau kalau yang ketemuan sama gue tadi itu dia.” Suara Cakka semakin lirih. “Dia tau gue, dan gue gak tau dia.”
Alvin terperangah. “Lo,,, idiot !”
@@@
Hari ini Cakka datang lagi ke cafe itu. Entah untuk apa. Padahal Cakka bukan tipe cowok yang suka nongkrong-nongkrong di cafe. Tapi kali ini, entahlah. Cakka berharap ia bisa memperbaiki hari kemarin di hari ini. Pemikiran yang tolol. Tapi Cakka hanya mencoba berusaha. Berusaha memperbaiki yang sudah ia rusak.
Sudah satu jam. Dan kopi hitam Cakka tak tersentuh sama sekali. Hanya ia aduk-aduk, tanpa ia kecap. Cakka benar-benar seperti orang kehilangan nyawa. Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia lakukan kemarin. Ia bodoh sekali.
Cakka melangkah keluar cafe. Menyusuri jalan setapak di depan cafe, dan berhenti di pelantaran parkir. Gerakannya tangannya membuka pintu mobil berhenti begitu melihat seorang cewek tengah asyik menekan-nekan tombol ponsel tiba-tiba melewatinya. Seperti kesurupan, Cakka membanting pintu mobil dan menghadang cewek itu.
“Gue nyariin lo. Plis, maafin gue. Gue beneran gak tau. Bukan sok gak kenal. Tapi gue gak tau. Aduh, gimana ya. Gini lho, gue itu orangnya gak begitu sering merhatiin. Apa yang lewat ya lewat aja. Gak gue hiraukan bangat. Lo paham kan ? Gue minta maaf. Atas yang kemarin. Temanin gue makan ya. Gue seharian Cuma mandangin kopi. Nungguin lo di cafe kemarin.” Dengan satu tarikan nafas, Cakka mengatakan semua yang terlintas di pikirannya. Dengan susunan kalimat yang lumayan berantakan. Cewek di hadapannya memasang tampang cengo’.
“Lo kenal gue ?”
“Jangan nyindir deh.” Cakka merengut. “Fine, kemarin lo gak kenal lo. Tapi hari ini dan seterusnya gue bakal selalu kenal lo. Lo Agni. Temen facebook gue yang tau semua tentang gue. Yang kemarin ngasih gue scrapbook.”
Agni, cewek yang dihadang Cakka. Tersenyum bingung. “Lebay lo.”
“So, lo maafin gue ?”
Kening Agni berkerut. “Emang lo salah apa ?” Tanyanya bingung.
“Kan kemarin gue udah bikin lo sedih.”
Agni tergelak. “Yaampun Cakka. Gak salah kalau gue bilang lo childish ternyata. Yang kemarin, stay aja di kemarin. Jangan dibawa-bawa kehari ini. Udah gak matching lagi. Yuk, Ah.” Agni merangkul lengan Cakka dan menuntun Cakka kembali ke cafe yang tadi.
Perlahan Cakka tersenyum. Senyum sarat makna. Sepertinya Agni ini berbeda. Dalam hati Cakka bertekad untuk mengenal Agni lebih dekat. Cakka tidak mau menyia-nyiakan waktu yang ada. Mau tak mau Cakka menyetujui perkataan adiknya, Alvin, yang sok tau itu. Yup, Agni cewek langka.
@@@
Cakka berkali-kali melempari Alvin yang tengah asyik main PS dengan kacang. Dan berkali-kali pula Alvin berteriak-teriak dengan kesalnya. Dalam hati ia bersumpah di kehidupan yang akan datang tidak akan pernah mau mempunyai kakak yang autis seperti Cakka. Dasar kakak rese’. Alvin jadi ngedumel-dumel sendiri.
Tukk,,,
Kacang dengan ukuran agak besar tepat mengenai kelopak mata Alvin. Dengan kekesalan yang sudah di ubun-ubun Alvin membanting stick PS dan menatap Cakka berang.
“Heh, lo bosen idup ? Atau pengen mati ? Sini, mau gue bunuh pake cara apa ?”
Cakka malah terbahak-bahak. Membuat Alvin semakin sebal.
“Heh, lo gila ya ?” Teriak Alvin, kesal.
“Aduh Alvin,,,” Cakka memasang wajah tanpa dosa. “Apa sih lo teriak-teriak ? Kayak di hutan deh.”
“Cakkaaaaa,,, lo balik ke kamar lo deh sana. Bikin gue emosi aja.” Alvin duduk lagi meraih stick PS. “Mana kamar gue jadi berantakan sama sampah kacang lo. Sialan lo. Kakak gak tau diri.”
Cakka cekikian sendiri. Teriakan-teriakan marah Alvin malah membuat ia semakin ingin tertawa dan semakin ingin mengusili Alvin.
@@@
Keluar dari gerbang sekolah ternyata tak membuat Alvin tersenyum senang. Pasalnya tadi di kelas Alvin sudah senewen luar biasa gara-gara melihat gebetannya duduk sebangku dengan cowok lain, lalu pelajaran terakhir pun dilalui Alvin dengan dumelan panjang. Dan sekarang keadaan menyuruh Alvin menunggu. Bus yang seharusnya membawanya pulang sampai ke rumah, sudah lewat. Ini gara-gara Alvin tadi ke toilet dulu. Alvin jadi ketinggalan bus deh.
Alvin celingak-celinguk seperti orang bego’. Siapa tahu aja ada yang lewat dan ia kenal. Kan lumayan bisa nebeng. Naik taksi ? Uang jajan Alvin udah gak cukup. Dan siapa tau kakaknya itu mau berbaik hati menjemput dirinya. Lagi pula tadi Alvin juga sudah sms-in Cakka.
Seiring dengan keputusasaan Alvin, sebuah mobil sport marron berhenti di hadapannya. Kaca mobil itu turun perlahan.
“Alvin, kan ?”
“Wah, Kak Agni, ya ?” Tebak Alvin, sok yakin. Yang di dalam mobil mengangguk. Alvin seketika bersorak gembira. Tanpa di komando, Alvin tiba-tiba membuka pintu penumpang, dan masuk. Duduk sambil nyengir tak berdosa. “Nebeng ya, Kak ? Uangnya udah gak cukup buat naik ojek apa lagi taksi. Dan busnya juga udah lewat dari tadi.” Pinta Alvin memelas.
Agni terkikik agak geli melihat tampang Alvin yang super polos ini. “Kalau gak boleh gimana ?”
“Yah,,,”
Ledakan tawa Agni langsung keluar. Yaampun, Alvin unyu banget sih. “Iya, iya. Lagian ini kan Cakka yang nyuruh. Dia gak bisa jemput, lagi quiz. Kebetulan gue bisa, ya gue jemput deh.”
Wajah Alvin langsung cerah. Gak nyangka kakaknya yang idiot itu ternyata perhatian juga. “Wah, tumbet banget tuh curut baik sama gue. Kayaknya lagi kesambet dia.”
“Hush, jahat banget. Kakak lo, tuh.”
“Sialnya sih gitu.” Jawab Alvin, sok dramatis. Pakai acara menghela nafas pasrah segala lagi.
“Mau langsung pulang ?”
“Emang boleh gak langsung pulang ya, Kak ?” Tanyanya balik. Polos.
Lagi-lagi Agni terkikik. “Polos banget sih, lo ? Jadi gemes gue. Mau makan dulu gak ? Gue laper banget nih.”
“Mau, mau.” Alvin mengangguk semangat. “Tapi jangan suruh bayar sama gue ya, Kak. Beneran gak ada duit nih. Sumpah deh. Cuma sisa lima ribu.”
“Gue yang ajak ya pasti gue yang traktir lah.”
“Huwaaa,,,, Asiiiikkkkk,,,,”
@@@
Semilir angin sore menembus ke ruang perpustakaan rumah Cakka. Menyibakkan gorden, dan membuat suara gesekan-gesekan kecil. Di meja belajar ada Cakka yang asyik membaca novel tebal. Dan di sisi jendela ada Alvin yang duduk lesehan sambil tersenyum-senyum kecil. Senyum yang aneh menurut Cakka. Tidak biasanya Alvin terlihat senang begitu. Dan sudah beberapa hari ini Alvin terlihat melamun, tapi dengan senyum yang mengembang. Alvin seperti orang,,,
“Wah,,, gue jatuh cinta sama Kak Agni.”
Sontak Cakka menjatuhkan novel yang ia pegang. Ia terperangah. Kaget. Shock. Terkejut. Ia pandangi Alvin lekat-lekat. Mencoba mencari nada bercanda dari ucapan Alvin. Tapi nihil. Alvin terdengar cukup serius dengan ucapannya. Tunggu dulu. Kenapa dada Cakka jadi sesak ? Apa Cakka,,, Cemburu ?
“Udah baik, ramah, sopan, mana senyumnya manis banget lagi.” Alvin berceloteh. “Terus enak di ajak ngomong. Ya walaupun kadang agak-agak lemot sih, tapi Kak Agni tuh perhatiaaan banget. Awalnya gue suka aja, tapi makin kesini makin cinta. Dia langka, Kak.” Alvin menatap Cakka, sambil berujar serius. “Dia buat gue boleh gak, Kak ? Gue sayang dia. Banget.”
Jdarrr,,, Apa-apaan ini ?
“Pliss, Kak. Cuma Kak Agni yang bisa ngertiin gue. Dia gak komplain sama sekali sama sikap gue yang kekanak-kanakan ini. Kak,,,” Alvin menunduk. Suaranya terdengar lirih. “Gue cinta dia.”
“Gue juga sayang dia.” Telak Cakka. Yang bukan hanya membuat Alvin kaget, tapi juga membuat dirinya kaget. Setengah mati. Entah darimana Cakka mendapatkan kalimat itu. Kalimat itu meluncur begitu saja. “Gue gak bisa serahin dia ke lo, Al. Sorry.”
“Tapi, Kak, kata lo, lo Cuma kagum aja ke dia. Cuma anggap dia sahabat lo. Temen maya lo yang tiba-tiba jadi nyata.”
“Al, semua itu bisa berubah.”
Alvin tersenyum sinis. “Lo cemburu kan ?”
“Kalau iya kenapa ?” Tanya Cakka, dengan intonasi tak kalah menantang. Matanya berkilat-kilat marah.
“Udah gue tebak. Dasar serakah.”
“Jaga mulut lo !” Cakka menendang meja, kesal.
“Heh, lo tuh yang jaga sikap lo. Lo tau kan kalau selama ini Kak Agni cinta sama lo, suka sama lo, sayang sama lo. Tapi lo gak pernah ngerespon semuanya. Lo biarin gitu aja semua perasaan dia ke lo sampe basi sendiri.” Nafas Alvin tersengal-sengal. Emosinya membuncah. “Lo tetep aja baik ke dia, sok care ke dia. Lo gak sadar kalo itu ngebuat perasaan dia ke lo makin menjadi-jadi ?”
Cakka diam.
“Ok, dia gak cantik kayak Shilla, gak tajir kayak Sivia, dan dia gak segaul dan semodis mantan-mantan lo dulu. Tapi gue tanya, kapan mantan-mantan lo itu tau semua tentang lo ? Kapan ? Setelah pacaran ? Setelah putus ? Atau sebelum mereka ketemu lo ? Kapan gue tanya ? Apa mereka bisa kayak Kak Agni yang tau semua tentang lo bahkan sebelum ketemu langsung sama lo ?” Alvin menarik nafas dalam-dalam. “Dan apa mereka juga cinta sama lo sebelum mereka ketemu lo ?”
Cakka masih diam. Diam dan bingung.
“Kak, gue gak rela ya kalau Kak Agni lo suruh nunggu-nunggu lagi. Gue cinta sama dia, dan gue gak mau dia sakit.”
Alvin melangkah dengan tergesa, meninggalkan Cakka yang mematung. Cakka –lagi-lagi- limbung, bingung. Semua yang dikatakan Alvin benar. Tak ada yang salah. Tak ada yang mencintanya senekat Agni. Tak ada yang mencintainya seperti cara Agni mencintainya. Dan sekarang, Alvin –baru saja mengatakan kalau ia juga mencintai Agni. Cakka menggeleng kuat. Ia tidak mau berselisihan dengan adiknya sendiri. Bagaimana pun juga, ia tidak mau tali persaudaraan mereka jadi renggang hanya gara-gara cewek. Tapi dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Cakka juga tidak ingin Alvin merebut Agni. Cakka –ia terperanjat- takut kehilangan Agni. Apa ini tidak salah ?
@@@
Tiga hari sejak pertengkaran di perpustakaan tempo hari, membuat jarak antara Cakka dan Alvin. Keduanya jadi dingin. Tidak saling sapa, apalagi bercanda seperti biasanya. Seperti ada tembok besar di antara mereka. Dan itu mereka bangun sendiri.
Alvin melongos begitu saja di hadapan Cakka. Sama sekali tak minat melirik Cakka. Ia melompati dua tangga sekaligus. Masuk kamar. Dan menutupnya rapat-rapat. Ia merosot di balik pintu. Menyembunyikan dalam-dalam wajahnya di antara lipatan lututnya sendiri. Bahunya naik turun. Dadanya sesak. Ada rembesan basah di antara siku Alvin. Alvin menangis. Sendirian,,,
@@@
Cakka berang. Tangannya menggepal kuat. Sampai buku-buku tangannya terlihat jelas. Wajahnya yang putih kian memerah. Terpeta jelas kalau Cakka sedang menahan amarah. Ia menatap tajam ke Alvin.
“Jadi dia nolak lo ?”
“Iya.”
“Kapan ?”
“Dua hari yang lalu.”
Cakka mengerang. Sialan. Tuh cewek maunya apa sih ?
“Dia juga nolak gue.”
“Kapan ?”
“Kemarin.”
Alvin tersenyum miring. “Katanya dia, dia Cuma mau mencintai, tanpa dicintai.”
“Dia juga bilang gitu ke gue.” Kata Cakka, kesal. Ia banting tubuhnya di samping Alvin. “Cewek aneh.”
“Unik lagi.”
Cakka menoleh. Tak mengerti maksud Alvin.
Alvin menatap Cakka, sendu. “Gue yakin dia punya alasan yang kuat untuk make’ alasan itu. Entahlah, menurut gue dia Cuma ingin yang terbaik.”
“Untuk dia. Bukan untuk kita.” Tukas Cakka, berang.
“Bukan, tapi untuk kita.” Jawab Alvin, sambil menerawang jauh.
Cakka menggeleng tak mengerti. Jelas-jelas Agni menolak Alvin dan juga dirinya. Dengan alasan yang sama pula. Alasan yang menurut Cakka sinting banget. Gak masuk akal. Dimana-mana orang itu ingin dicintai, itu sudah pasti. Cakka mendengus, dasar cewek aneh.
Alvin berujar lagi. Kali ini lebih lirih. “Gue bisa liat dari matanya, matanya itu penuh kepedihan. Desah nafasnya berat. Dan dia gak fokus.”
“Alah, gue gak ngerasa tuh.” Potong Cakka.
“Genggaman tangannya itu kayak orang ketakutan.” Alvin memperhatikan kedua talapak tangannya. Seperti mencari-cari. “Dia kayak orang linglung, Kak.”
“Dia gak tau diri. Cewek aneh.” Cerca Cakka. “Udah untung kita cintai, tapi malah gak mau dicintai. Bukannya itu aneh ? Lebih tepatnya gak tau terima kasih.”
“Kak,,,” Alvin menahan Cakka yang ingin beranjak. “Dia ada ngabarin lo gak ? Udah beberapa hari ini dia gak bisa dihubungin.” Ujar Alvin, pelan.
“Gak. Dan gue gak peduli.”
“Kak, mungkin aja dia sakit.”
“Bodo.” Cakka melangkah ke tangga. “Gue gak peduli.
@@@
Dalam kesendiriannya ia sangat amat peduli. Malah khawatir yang memuncak. Rasa cemas yang tidak bisa dikendalikan terus ia rasakan. Ada semacam rasa kehilangan yang menyakitkan. Sangat sakit. Sampai terkadang ia sampai tidak bisa bernafas karenanya. Tapi sekuat tenaga ia menutupi, menyembunyikan itu semua dengan rasa kecewanya yang juga telah memuncak. Ia coba redam. Ia coba tanam. Ia coba kubur. Dan pelahan ia coba hilangkan. Tapi yang ada rasa-rasa itu malah bercampur baur dan membingungkan. Ia pun bergetar. Menangis. Sendirian,,,
@@@
Bidadariku, aku mencintamu
Entah bagaimana cara ku ungkapkan kalau aku mencintaimu
Dengan seluruh jiwa dan ragaku aku begitu mncintaimu
Terkadang aku jadi sulit bernafas karena terlalu mencintaimu
Lambat sekali aku berjalan karena langkah ku terseok saat aku semakin mencintamu
Aku rindu senyumanmu yang dulu selalu kau berikan untukku
Aku juga ingin sekali mendengar derai tawa mu yang selalu membuatku tersenyum malu
Aku rindu akan semua sikap manismu yang membuatku seakan terbang
Aku rindu segala amarahmu yang membuatku gusar bukan kepalang
Bidadariku
Kenapa kau kepakkan sayapmu dan pergi menjauh dari bumi cintaku ?
Kau terbang bebas meninggalkanku yang hanya termangu tanpa kata
Tidakkah kau melihat begitu besar rasa cintaku ?
Rasa cinta yang membuatku sesak
Dan hanya kau obatnya
Bidadariku
Bisakah kau datang kembali ?
Utuhkan lagi cintaku dengan belaimu
Izinkan aku terbang bersamamu dan tetap mencintaimu dengan cintaku
Hidupku sepi tanpamu
Cintaku sendiri tanpa hadirmu
Sendirian aku menangis, meneriakkan segala kesalku
Bidadariku, aku mencintaimu
Aku mencintaimu
Alvin melipat kertas putih yang telah ternodai oleh deretan kata itu perlahan. Takut tiba-tiba ia merusaknya tanpa sengaja. Ia memasukkan kertas itu ke dalam amplop merah marron. Warna favorit cewek yang begitu ia cinta. Yang beberapa hari lalu mematahkan hatinya. Pelan-pelan ia rekatkan amplop itu. Ia tersenyum samar. Ia peluk sebentar amplop itu, lalu menciumnya. Yang juga ia lakukan dengan hati-hati. Alvin menyimpan itu semua di dalam laci. Menunggu waktu yang tepat untuk memberikan amplop itu pada orang yang dimaksud. Bukan, bukan, bukan menunggu waktu yang tepat. Tapi menunggu waktu mengizinkannya. Alvin mendesah, resah. Ia selalu sesak setiap mengingat cewek itu. Nyaris tak bisa bernafas.
“Kak Agni, gue kangen lo. Lo dimana ?” Lirih, Alvin berbisik pada angin.
@@@
“Cakka !”
Teriakan Sion, teman sekelasnya, membuyarkan lamunan Cakka. Cakka menoleh malas. Ia lihat Sion melambai-lambaikan tangan. Mengisyaratkan Cakka untuk keluar. Cakka bangkit, dengan langkah ogah-ogahan ia menghampiri Sion. Menghela nafas sebentar lalu bertanya ada apa.
“Ada yang nyariin lo.”
“Siapa ?”
Sion mengangkat bahu. “Gak tau. Katanya penting banget.”
Cakka mengikuti arah tunjuk Sion. Ia memicing. Siapa ya ? Kayaknya gak kenal deh. “Siapa sih ? Beneran nyari gue ? Salah orang kali.”
“Ya nyari lo lah.” Sion berdecak. “Dia nunjukin foto lo. Makanya gue yakin dia nyari lo.”
Cakka manggut-manggut. Ia tepuk bahu Sion. “Thankz, Bro.”
“Never mine.”
Cakka berjalan melewati Sion. Ia menyeberangi koridor utama dan berjalan ke taman kecil dekat parkiran. Ada cowok dengan kemeja putih garis-garis berdiri menyambutnya dengan senyum. Tatanan rambutnya agak berantakan, dengan kacamata minus, membuat cowok itu terlihat lebih dewasa dari Cakka. Cakka berhenti di depan cowok tersebut. Ia sunggingkan senyum kecil.
“Halo, gue Gabriel.”
“Cakka.”
“Iya, gue tau.” Gabriel berdehem. “Bisa kita bicara sebentar ?”
“Tapi di sini aja ya ? Gue bentar lagi ada kelas.”
“Gak pa-pa.” Gabriel duduk di salah satu bangku taman, di ikuti Cakka. Mereka saling diam. Gabriel bingung mau mulainya dari mana. “Sorry, gue Cuma pengen ngelurusin sesuatu.”
Alis Cakka bertaut. “Ngelurusin apaan ?”
“Intinya, gue minta maaf atas nama Agni dan Via. Maaf banget.” Gabriel menarik nafas perlahan. “Gue tau, Via udah bikin kacau semuanya. Bikin kacau lo dan Alvin. Tapi Via ngelakuin ini semata-mata untuk Agni. Dan gue minta maaf. Maaf sebesar-besarnya.”
Cakka makin bingung. Via ? Agni ? Bukannya mereka orang yang sama ? Cakka menatap Gabriel minta penjelasan. Gabriel mengerti tatapan Cakka, ia tersenyum samar.
“Via kakaknya Agni. Mereka kembar.”
Cakka terperangah tak percaya.
“Ke,,, Kembar ?”
@@@
‘,,,yang temen facebook lo itu Agni. Yang temuin di parkiran beberapa hari lalu itu Via, kakaknya. Agni kecelakaan pas abis ketemu lo. Pas ngasih scrapbook pastel itu. Sekarang dia koma. Via gak sengaja ketemu lo, dan lo malah nyangkain dia Agni. Dan makin kesini lo dan adik lo malah suka sama Via,,,’
Cakka tak peduli dengan rontaan-rontaan Alvin. Ia terus saja menyeret Alvin agar mau masuk mobil dan ikut dengannya. Tak sabar Cakka mengendalikan mobil, ingin segera cepat sampai ke tempat yang sudah berputar-putar di dalam otaknya. Sialan. Kenapa sih Cakka harus selalu dihadapkan dengan kenyataan yang begitu membingungkan ? Jujur, Cakka tidak begitu percaya dengan penuturan Gabriel. Tapi, ah,, Cakka jadi semakin bingung.
“Kita mau kemana sih ?”
“Ketemu Agni.”
Alvin kontan bersorak. “Ketemu Kak Agni ? Serius ? Dimana ?”
“Di rumah sakit.”
“Lho kok ?”
“Dia koma.”
“Lo bercanda kan ?” Suara Alvin bergetar. Tapi sorot mata dan nada bicara Cakka tak menyiratkan kebohongan sama sekali. Sial. Mata Alvin tertutup selaput bening.
Sampai di rumah sakit. Kali ini tak perlu di tarik-tarik, tapi dengan semangat 45 Alvin berlari menyeberangi pelantaran parkir. Ia harus membuktikan dengan mata kepalanya sendiri. Agni gak mungkin koma. Agni pasti baik-baik saja. Pasti.
Alvin dan Cakka berhenti di depan pintu putih bertuliskan nomor ‘333’. Keduanya menelan ludah bersamaan. Pelan, Cakka memutar kenop pintu. Dan terpampanglah kenyataan yang membuat keduanya tercengang. Terkejut setengah mati.
Ada cewek yang terbaring. Dengan beberapa selang menancap di sekujur tubuhnya. Dan itu Agni. Ada cewek yang duduk termenung di samping ranjang sambil menatap kosong. Dan itu juga Agni. Keduanya tercekat. Agni ada dua ?
Gabriel mempersilakan Cakka dan Alvin untuk masuk, dan duduk di sofa. Gabriel mengerti keterkejutan keduanya. Ia memanggil Agni –yang di samping ranjang untuk mendekat.
“Ini Via.” Terang Gabriel. Yang lagi-lagi membuat Cakka dan Alvin kaget. Cakka tidak terlalu, karena sudah mendengarnya kemarin. Tapi Alvin ? Alvin sangat shock.
“Ini Kak Agni.” Ujar Alvin, kaku.
Gabriel menggeleng. Ia menunjuk ke arah ranjang. “Agni yang itu.”
“Gak mungkin.”
Gabriel tersenyum gantung. Pancar matanya sarat kepedihan. “Mereka kembar. Yang kalian temui beberapa hari lalu itu Via. Bukan Agni. Agni udah koma sejak ketemu Cakka untuk ngasih scrapbook pastel.”
Cakka menunduk. Alvin kembali terperangah. “Itu udah dua minggu yang lalu.”
Gabriel mengangguk-angguk pelan.
Alvin bangkit. Ia berjalan mendekati ranjang Agni. Ia sentuh pipi Agni yang pucat. Dingin. Alvin tak pernah menyentuh kulit sedingin ini. Agni yang ini, yang yang sedang koma ini terlihat begitu rapuh. Tak ada gurat cerah sedikitpun dari rautnya. Bibirnya yang mungil bahkan nyaris putih. Agni yang ini lebih kurus dari Agni yang Alvin kenal beberapa hari yang lalu.
Cakka mendesah. Matanya kosong menatap Gabriel. “Sebenarnya ini apa ? Maksud gue kenapa ? Yang tau semua tentang gue, Via atau Agni ?”
“Agni.” Jawab Via. “Yang ketemu waktu itu sama lo itu Agni. Dan kenapa gue waktu di parkiran itu bilang lupain aja masalah kemaren, karena gue emang gak tau kemaren ada masalah apa antara lo dan Agni. Taksi Agni nabrak truk. Kepala Agni terbentur cukup keras, dan itu menyebabkan dia koma. Setelah operasi.”
Gabriel menimpali. “Awalnya Via pengen ngasih tau lo, tapi dia gak ngerti gimana caranya. Soalnya kalian udah terlanjur anggap dia Agni. Sampai tiba-tiba kalian nembak Via. Via makin bingung sendiri. Dan alasan konyol itu keluar. Via mutusin buat pergi dari hidup kalian.”
“Gue nyuruh Gabriel nyariin lo, soalnya gue udah putus asa buat bikin Agni sadar.” Ujar Via, lirih.
Alvin duduk lagi di antara ketiganya. Pandangannya terlihat tidak fokus. “Kalian mirip banget.” Ujarnya mengambang.
Via tersenyum miris. “Kami beda banget. Agni itu gak pernah ngomong gue-lo sama orang –kalau tatap muka. Dia lebih pendiam. Dia bisa mendam perasaan sampai batas yang gue sendiri gak ngerti. Dia tabah banget. Beda sama gue yang sembraut. Asal-asalan. Gak ngerti perasaan orang. Dan yang tega banget ngerebut cowok kembaran gue.”
“Gabriel ?”
“Iya.” Via menatap Cakka. “Agni dan Gabriel putus gara-gara gue. Tapi ajaibnya Agni gak marah sama sekali sama gue. Dia bilang itu takdir. Dan beberapa bulan kemudian Agni bilang ke gue kalau dia suka sama temen facebooknya. Dia jatuh cinta.” Via menarik nafas, menghembusnya berat. “Setiap hari kerjaannya Cuma mantengin facebook. Bikin gue keki. Karena sejak itu Agni jadi boros dan lupa waktu. Dan sampe Agni bilang dia mau nemuin temen maya-nya itu. Nyusul ke Jakarta. Dia pergi sendiri.”
“Darimana dia tau nomor hp gue ?” Tanya Cakka bingung.
“Dia nanya sama temen kampus lo.”
“Pasti Sion.” Tebak Cakka.
Via mengangguk. Cakka tersenyum miring. Sudah bukan rahasia lagi kalau temannya yang satu itu terkenal tak tahan sogokan. Tunggu dulu, berarti Agni nyogok Sion donk ?
“Agni ngasih berapa ?” Tanya Cakka memburu.
“Lima juta.”
“HAH ?!” Alvin dan Cakka memekik kaget. Lima juta ?
“Lima juta ?”
Via mngangguk, lagi. “Agni bakal ngorbanin apa aja buat ketemu sama lo, Kka.” Kata Via. Ada nada sedih yang teramat sangat saat ia mengetakan itu. “Dan waktu pihak rumah sakit telpon, gue kaget sekaget-kagetnya. Agni pergi dalam kondisi sehat, tapi sekarang lo bisa liat sendiri kan.” Nada bicara Via berubah sinis. Bagaimana pun juga, Agni kecelakaan setelah bertemu Cakka. Kalau saja ia tidak bertemu Cakka, mungkin ini tidak terjadi. Bukan salah Via jika Via berfikir begitu. Agni itu adiknya. Dan Via tidak mau adiknya kenapa-napa.
Cakka menunduk.
“Tapi ini kan bukan salahnya Kak Cakka juga.” Ucap Alvin, lantang. Cakka menatap Alvin takjub. Tak menyangka Alvin akan membelanya. Alvin berdehem. “Ya kan bukan Kak Cakka yang menyebabkan taksi itu nabrak truk.”
“Emang gue nyalahin Cakka gitu ?”
“Tuh tadi ngomongnya sinis gitu.”
“Dasar anak kecil. Sotoy banget sih lo.”
Alvin menggembungkan pipinya. Matanya memicing. “Dasar orang tua.”
Pertengkarang keduanya berhenti saat mendengar erangan halus. Serentak semuanya berlari menghampiri Agni. Benar saja. Kepala Agni bergerak-gerak pelan –gelisah. Keningnya berkerut. Seperti menahan sakit. Gabriel berlari keluar, memanggil dokter.
Tak lama dokter datang. Semua dipersilakan menunggu di luar. Mereka menurut. Kecuali Cakka –yang perlu diseret paksa. Cakka seakan tak percaya. Entah kenapa, ia merasa ada guyuran kesegaran yang disiram tepat di hatinya ketika melihat Agni sadar –bergerak-gerak seperti tadi. Ada apa dengan Cakka ?
Kata dokter. Agni belum sadar total, itu hanya kontraksi yang membuat ia tiba-tiba merasa sakit sekali dan mengeluarkan erangan-erangan kecil. Ada sedikit rasa kecewa, tapi paling tidak ada yang berbeda dari kondisi Agni sejak dua minggu yang lalu.
Cakka dan Alvin pamit pulang. Mereka berjanji besok akan datang lagi.
@@@
Langkh-langkah santai Cakka berubah menjadi lari-lari ketakutan saat melihat di depan pintu rawat Agni ada Gabriel yang tengah memeluk Via, dan Via menangis. Kenapa ini ?
“Kenapa ?”
“Agni kritis lagi.” Jawab Gabriel, bergetar.
Cakka lemas. Ya Tuhan, kenapa tak henti-henti penderitaan yang diterima Agni ? Tuhan, biarkan ia tersenyum sebentar. Ia sudah terlalu lelah. Cakka mendadak frustasi. Walau baru mengenal Agni, entah kenapa Agni menjadi begitu penting baginya. Dua minggu ini hari-harinya di penuhi dengan Agni, Agni, dan Agni. Dan kalau tiba-tiba Agni menghilang, entah kenapa Cakka belum siap. Cakka sudah mulai terbiasa dan meninkmati kalau hari-harinya di penuhi dengan kisah Agni. Tuhan, ku mohon selamatkan Agni.
Dokter keluar.
“Gimana, Dok ?”
Dokter menggeleng pelan. Beliau menunduk pasrah.
Via masuk lagi dalam pelukan Gabriel dan menangis histeris. Gabriel hanya bisa mematung. Cakka ?
“Gak mungkin !!!” Cakka berteriak.” Gak mungkin. Dokter bohong kan ? Agni gak mungkin pergi. Dok, coba cek lagi. Tolong, Dok.” Cakka menarik-narik tangan Dokter. Ia bahkan lebih histeris dari Via. Ia lebih terpukul. Dua minggu mengenal sosok Agni membuat Cakka, ah,,, Entahlah. Cakka merasa ini semua gara-gara dia. Satu nyawa hilang. Satu kisah selesai. Bukan selesai, tapi tanpa sadar habis. Cakka hanya ingin Agni sadar. Cakka ingin,,,
“Gue belum minta maaf sama Agni.” Tangis Cakka pecah. “Gue belum minta maaf. Agni ngelakuin segalanya untuk gue, dan gue mengganti dengan menghilangkan nyawanya. Agni,,, MAAFIN GUEEEE,,,,,”
@@@
Dan kemudian aku menyadari satu hal, ketika aku merasa kehilangan, ternyata dia juga tengah kehilangan. Aku kehilangannya, dan dia kehilanganku. Dan dia pergi dariku, ternyata aku juga pergi darinya. Perasaanku ini terus saja membuatku yakin, bahwa jika aku merasakannya, maka dia pun merasakannya.
Lamat-lamat aku berfikir, apakah jika aku tidak ada, dia juga akan tidak ada ?
FIN---
Langganan:
Postingan (Atom)